Jebakan Nafsu Mertua Sampai Ipar
Novel "Jebakan Nafsu Mertua Sampai Ipar"
Bab 1 Pengantin Baru
Di sebuah rumah kontrakan, sepasang pengantin baru tengah asyik mengeksplorasi dunia kenikmatan bersama.
Tujuan mereka hanya satu, yaitu saling melampiaskan nafsu hewani mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin. Pasangan pengantin tersebut memulainya dengan intens, penuh perasaan, cinta, dan masing-masing tangan bergerak menelusuri setiap lekukan tubuh pasangannya. Lenguhan bergema di ruangan, seolah tak peduli akan ketenangan malam yang menyelimuti.
Namun, di malam pertama mereka bersama, pada ronde keduanya tersebut, Adam merasa tidak terlalu menikmatinya. Pikirannya bercampur aduk, mempertimbangkan nasib dan masa depannya.
Adam, seorang pria berumur 23 tahun, berparas tampan, dan memiliki tinggi badan 160 cm. Ada satu hal yang terus menghantui pikiran Adam, tepat ketika ia memutuskan untuk mengakhiri masa lajangnya, nasib menimpakannya dengan kenyataan pahit—ia di-PHK dari tempat kerjanya.
Hatinya hancur ketika ia harus menandatangani surat resmi tersebut, mengetahui bahwa perusahaan itu mengalami kebangkrutan hingga harus melakukan PHK massal. Tak mampu menahan kepedihan dalam hatinya, Adam merasa seolah hidupnya tak lagi terkendali. Kemudian, terdengarlah suara Ayu, istri barunya,
"Aku nungging ya Mas!" kata Ayu, sambil mengganti posisinya. Mendengar itu, seketika lamunan berat Adam sirna dan ia mencoba kembali fokus pada kenikmatan malam pertama mereka.
Tetapi tak bisa dipungkiri, bahwa rasa khawatir akan masa depan mereka tetap menghantui benaknya.
Ayu, yang namanya melambangkan keindahan dan kesempurnaan, adalah seorang wanita berparas cantik dan anggun. Selalu berpenampilan tertutup, ia berhasil menarik perhatian Adam yang akhirnya memutuskan untuk melamarnya.
Ayu baru saja menyelesaikan pendidikan di salah satu sekolah menengah kejuruan di bidang tata boga. Kemampuannya itu menjadikannya seorang wanita yang hampir sempurna, siap memanjakan suaminya dengan masakan lezat yang diolah dengan cinta.
"Ayo ah… buruan….!" ucap Ayu.
"Ayo Mas…"
Melihat godaan istrinya, Adam pun luluh. Buru-buru ia segera memposisikan dirinya.
Jleb!
Kepemilikan Adam yang berdiameter 3cm, dengan panjang 8cm itu, dengan mudahnya melesak masuk.
Namun karena di sesi sebelumnya Adam sudah akan mendapatkan puncaknya, kali ini pun sepertinya Adam tak sanggup lagi bertahan lebih lama, dan benar saja tak beberapa lama kemudian, tubuhnya mulai bergetar.
"Aku nggak kuat lagi dek, " bisik Adam.
"Tahan masss, tahannnn ohhhh !"
"Suudaaah sayang, Aku udah nggak kuat, ohhhhrrgggg !" Teriak Adam sambil ambruk kedepan.
"Hufffff !" Ayu menghela nafas berat, karena di ronde keduanya ini, masih belum saja mampu membuatnya mendapatkan apa yang dia inginkan juga.
Bersamaan itu pula, Adam langsung menjatuhkan diri disamping tubuh istrinya, sejenak mencoba mengatur nafas.
Dilihatnya jam dinding masih menunjukkan pukul 03.00 shubuh,
"Capek sekali ya, gimana Dek, apakah kamu sudah puas di ronde kedua ini ?"
Bisik Adam sambil mengecup pipi Ayu.
"Ntar sebelum Mas berangkat kerja, aku mau lanjut lagi yah mas ? Soalnya aku ketagihan banget !" ucap Ayu yang tetap bisa menutup kekecewaannya, namun tetap bisa menuangkan kembali keinginannya.
Adam yang mendengar itu, seketika bangkit dari kehendaknya yang sebenarnya ingin melenyapkan rasa letihnya. Adam duduk, lalu mencoba untuk menjelaskan semuanya.
"Dek, maaf yah ! Aku baru berani mengatakan ini, sebenarnya mas udah ngga punya kerjaan lagi, mas udah ngga ada penghasilan tetap lagi untuk saat ini. Jadi mungkin beberapa hari kedepannya, kalau mas tetap nganggur, berarti kita harus meninggalkan kontrakan ini !"
"Astaga, Mas!" ucap Ayu sambil mengelus dada beberapa kali.
Di saat itu kebingungan Ayu sedari kemarin akhirnya terjawab. Pantas saja kemarin Adam memutuskan untuk menikah di KUA saja, dengan alasan untuk mempersingkat waktunya. Tapi berhubung cintanya kepada Adam sudah ikut mendara daging, akhirnya Ayu memutuskan untuk tidak mempermasalahkannya.
"Ngga papa mas, setidaknya mas masih diberikan kesehatan. Aku doakan semoga mas bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya. " ujar Ayu.
"Aminnnn makasih yah sayang, untuk pengertiannya. Mas janji, akan berusaha menjadi yang terbaik buat Adek, bagaimana pun keadaannya, mas ngga akan pernah membiarkan adek ngga bahagia, meskipun itu harus merenggut kebahagiaan mas sendiri !" ujar Adam.
*******
2 Minggu setelah pemecatan Adam dari tempat ia bekerja, ia memutuskan untuk sementara tinggal di rumah orang tuanya yang berada di pusat kota. Ketika Adam tiba di depan kediaman orang tuanya, kakinya terasa berat dan tak mampu melangkah.
Pernah ada masa ketika ia bersumpah tak akan pernah kembali ke rumah ini, kecuali bila ayahnya bersedia untuk kembali bersatu dengan ibunya. Hatinya bergemuruh, emosi bercampur antara penyesalan, marah, dan kecewa, karena ternyata alasan ayahnya memilih pisah, tak lain karena ibunya memiliki hubungan gelap dengan pria lain.
Namun, dengan berat hati, Adam menghela napas dan akhirnya melangkah maju. Ia tak menyangka akan terpuruk dan harus pulang pada saat yang tak diinginkannya. Setiap langkah mendekat ke rumah, sejuta kenangan lama datang menghujam, sungguh sejumput pahit yang harus ia telan saat ini.
"Apakah ini pilihan terbaik?" tanya hatinya kecil, lantas tersedu sambil berbicara pada langit.
"Apa yang harus kulakukan ?" Kini, Adam berdiri di depan pintu.
"Mas, kalau pun ini membuat mas berat, lebih baik kita mencari tempat tinggal yang lebih sederhana. Kita masih punya simpanan kok, sambil mencari pekerjaan kembali !" sahut Ayu sambil mengelus punggung Adam.
"Dek, kita di sini sementara aja, kalau misalnya mas udah dapat pekerjaan tetap, kita akan mencari kontrakan baru. " timpal Adam, lalu tangannya bergerak untuk menekan bel pintu.
Ting tong!
Tak lama kemudian pintu terbuka, dan muncullah sosok pria tua, namun tubuhnya masih tinggi tegap. Ayu sampai harus mengangkat pandangannya ketika ia mau memandang pria itu, ada perasaan heran, dan seolah tidak percaya kalau itu adalah keluarga suaminya.
"Adam ?" Ucap pria itu bergetar, dia terlihat bersedih ketika melihat anak bungsunya itu kembali ke rumah.
Nama pria itu adalah Abdul, ia adalah orang tua Adam dan saat ini umurnya sudah menginjak kepala enam, namun masih terlihat tegap, sehat dan bugar.
"Huhhh, Ayahh !" ucap Adam, lalu melangkah untuk memeluk ayahnya.
Seketika itu juga membuat Ayu ikut terharu, ia pun sebenarnya berharap mendapatkan pelukan itu, berhubung saat ini sudah sah berstatus sebatang kara, karena saat ini iapun tak tahu kemana semua keluarganya.
"Nak, ada apa denganmu ? Kenapa kamu terlihat begitu rapuh saat ini ? Terus siapa wanita yang ada di sampingmu ?"
"Hikssss, maaf yah, maaf atas semua kesalahan Adam. Wanita di sampingku, itu adalah istriku, kami baru menikah, " jawab Adam sembari merenggangkan pelukannya.
"Astagaaa, Adam kamu sudah menikah nak ?"
"Iya yah, kami sudah saling mencintai dan merasa cocok. Lagi pula, aku ngga mau membiarkan Ayu kelamaan merasa sendiri, karena dia sudah cukup lama kesepian!" jawab Adam.
"Gileeee, beruntung banget nih bocah, bisa dapetin bidadari secantik ini !" batin Abdul yang tidak bisa menyembunyikan kekagumannya ketika menatap lekat ke arah Ayu.
Di mata Abdul, Ayu begitu mirip dengan mantan istrinya ketika masih muda, dan hal itulah yang membuat Abdul seolah merasakan adanya benih cinta yang spontan timbul.
"Ayu, Ayah !" Ucap Ayu, lalu meraih tangan Abdul untuk mengajaknya salaman, dan tanpa ragu, Ayu mengecup punggung tangan Abdul.
------------------
Novel "Jebakan Nafsu Mertua Sampai Ipar"
Bab 2 . Fantasi Mertua
Setelah seminggu berlalu, Ayu merasa semakin nyaman hidup bersama di rumah mertuanya. Ia menikmati kebahagiaan menjadi bagian dari keluarga ini. Di saat yang sama, Adam berhasil mendapatkan pekerjaan, meskipun tak sesuai dengan skil yang ia miliki.
Namun, takdir sedang menantangnya, ayahnya diketahui menderita asam lambung yang sering kambuh. Kondisi ayahnya yang terus menurun memaksa Adam untuk mengambil keputusan berat. Ia harus memilih mendampingi sang ayah dalam menghadapi penyakitnya.
Rasa cinta dan tanggung jawab membuat Adam rela meninggalkan peluang yang ada demi kesejahteraan keluarganya. Seiring waktu, harum aroma ketulusan dan pengorbanan menebarkan kehangatan di rumah itu. Mereka saling bergantung dan merasakan kekuatan cinta keluarga, serta menyadari bahwa kebahagiaan sejati ada dalam pelukan satu sama lain, di rumah sederhana yang penuh kasih.
Dengan senyuman riang, Ayu mulai menikmati rutinitas paginya, yaitu memasakkan bubur untuk mertuanya dan membuatkan sarapan nasi goreng untuk dirinya dan suaminya.
"Mas, mau berangkat jam berapa ?" tanya Ayu.
"Ini udah mau berangkat yank, " ucap Adam.
"Mas, ini tinggal dikit lagi kok, sarapan dulu yah ?"
Adam yang tak mau mengecewakan Ayu, dengan nafas gusar bersabar menunggu masakan istrinya. Seteleh menyantap sarapan, Adam segera meninggalkan Ayu yang sebenarnya masih saja menyuap sarapannya.
"Mmasss, hatiii-mhati !" ucap Ayu yang kurang jelas, karena masih sementara mengunyah.
Setelah sarapan, Ayu menyempatkan untuk membawa sarapan bubur untuk Mertuanya, lalu Ayu memutuskan untuk segera mandi, berhubung ia merasakan tubunya begitu lengket.
Ayu sejenak menatap tubuhnya di depan cermin, ketika ia baru menyelesaikan mandinya.
Ayu kemudian memutuskan untuk memakai pakaiannya, iapun tak lupa memasang hijabnya untuk menutupi auratnya. Lanjut Ayu memutuskan untuk keluar dari kamarnya untuk sekedar melihat keramaian di luar.
"Pagi, " sapa lembut Abdul, yang seolah menyambut keluarnya Ayu dari kamarnya, dan sebenarnya Abdul telah mengintip Ayu sedari tadi.
"Astaghfirullah, Ayam, eh Ayah!" Ucap Ayu hingga membuat jantungnya hampir copot, namun pikirannya seketika berpikir keras, dan iapun heran kenapa bagian bawah mertuanya itu menyembul, seolah ada barang yang yang begitu besar dan keras sehingga membuat kolor itu menyembul.
"Heheh, maaf nak Ayu, kalau mengagetkan kamu, saya cuman mau tanya, ini simpan di mana mangkoknya? " ucap Abdul yang sebenarnya sudah bisa menguasai keadaan, hingga dia bisa menyembunyikan apa yang ia rasakan ketika bertatapan dengan Ayu.
"Ohh, sini aja Yah, ini mau lanjut cuci piring juga, kok !"
Untuk keseharian Abdul, dia lebih memilih untuk menikmati masa tuanya, dan Abdul tidak perlu lagi bekerja untuk menghasilkan uang, karena dia senantiasa mengharapkan uang pensiunannya.
Ayu sebenarnya masih malas- malasan untuk cuci piring pagi itu, tapi ia sudah terlanjur berucap seperti tadi kepada mertuanya, maka dari itu ia dengan terpaksa lanjut cuci piring.
Di saat Ayu di sibukkan di dapur, Abdul mulai melancarkan rencananya, dengan membuat segelas ramuan herbal, dengan berbagai bahan alami yang di buatnya, berhubung Abdul sudah berpengalaman tentang itu.
Ketika Ayu selesai cuci piring, iapun menyempatkan untuk duduk sejenak di ruang tamu, di saat itu pula Abdul muncul sambil membawakan minuman.
Tanpa ragu dan sungkan, Abdul menawarkan minuman itu, dengan mengatakan kalau itu adalah jamu kesehatan racikannya sendiri. Ayu yang memang sudah percaya dan tidak mau membuat mertuanya tersinggung, akhirnya ia menerimanya, bahkan langsung menghabiskannya seolah begitu menikmati rasa minuman itu.
"Seger ngga ?" tanya Abdul.
"Seger Yah, rasanya mantap juga Yah, bikin mata jrenggg !" ucap Ayu di sertai senyuman khasnya, membuat Abdul semakin terpesona, bahkan membuat nafsunya semakin memuncak.
"Nak Ayu, saya mau joging sebentar yah, udah lama banget ngga olahraga !"
"Iya Yah, jangan jauh-jauh jogingnya, nanti kalau capek malah ngga bisa pulang, hihihi !"
"Kan ada nak Ayu yang jemput, "
Seteleh Abdul pergi meninggalkan Ayu sendiri, tak lama Ayu mulai merasa kalau kepalanya seketika pusing.
"Huuuaammmm, kok aku masih ngantuk sih, Padahal aku baru saja mandi," keluh Ayu sambil memegang kepalanya.
Tak lama, Ayu merasa tak mampu menahan rasa kantuk yang menghampirinya. Tanpa sadar, tubuhnya ambruk di atas sofa panjang yang berada di ruang tamu, lalu terbaring dalam posisi miring. Di saat itu juga muncul Abdul dengan tersenyum miring saat melihat Ayu telah tertidur lelap, sesuai dengan rencana yang telah ia buat. Abdul lalu mendekat perlahan, memperhatikan tubuh Ayu dengan tatapan penuh maksud.
"Kok bisa sih kutu kupret itu dapat bini sesempurna ini, kamu cantik banget," bisik Abdul ketika dia sudah sangat dekat dengan Ayu.
"Astaga, empuk sekali!" ucap Abdul bergumam, ketika tangannya mulai merasakan kelembutan dada Ayu di balik pakaian yang menutup tubuh Ayu.
Di tengah aksinya itu, tiba-tiba Ayu mengeluarkan suara yang membuat Abdul berhenti sejenak, tapi tangannya tetap berada di dada Ayu, seolah tidak mau melepas benda kenyal dan empuk itu.
"Mas, kapan pulang ?" ucap Ayu setengah berteriak, namun ternyata Ayu hanya mengigau.
"Aku udah di sini sayang! " bisik Abdul begitu dekat di telinga Ayu yang masih terlapisi hijab.
"Ihhh, Massss, pelukkkk !" ucap Ayu seketika mengulurkan tangannya, dan seolah hendak untuk memeluk, namun kejadian itu tak lama, ketika Abdul tidak lagi merespon ngigaunya Ayu.
"Mumpung masih tidur, saatnya berfantasi dulu ah!" Ucap Abdul yang seolah baru merasakan sensasi yang lama terpendam.
Abdul memulainya dengan pelan, santai dan begitu intens, namun ia belum memutuskan untuk melakukan inti permainannya di saat itu.
Dengan hati-hati, Abdul menjamah lekuk tubuh Ayu sambil memainkan keperkasaannya. Nafsunya semakin memuncak, tangan kirinya meremas lembut dada Ayu, sementara tangan kanannya terus mengocok keperkasaannya hingga mencapai puncak kepuasan. Abdul menggumamkan kata-kata nakal yang semakin membangkitkan nafsu birahinya, membuat dirinya semakin bergairah. Tak lama kemudian, ia merasakan ledakan kenikmatan yang luar biasa, melepaskan cairan kental miliknya tepat mengenai wajah cantik Ayu.
"Sayang, maaf yah, lain kali kita lanjut ke permainan inti. Sorry yeeeee !" ucapnya, lalu meraih ponsel miliknya.
Abdul menyempatkan untuk pose bersama dengan Ayu.
Abdul memang memiliki kelainan nafsu yang terbilang tinggi, yang menjadi rahasia gelap yang ia sembunyikan dari orang-orang di sekitarnya. Dulu saat di tempat kerja, Abdul dikenal sebagai tenaga medis yang profesional dan disiplin, namun di balik itu, ia memiliki nafsu yang tak bisa ia kendalikan.
Ketika bertugas di rumah sakit, Abdul beberapa kali main dengan pasien yang kebetulan dirawat inap. Ia sangat piawai dalam memilih pasien yang rentan dan mengambil kesempatan tersebut untuk memuaskan hasratnya. Tak ada yang mengetahui perilaku buruknya ini, sehingga ia mampu menjaga reputasinya sebagai tenaga medis yang baik.
Dulunya Abdul juga memiliki asisten rumah tangga. Namun, tak ada yang bisa bertahan lama bekerja untuknya. Asisten rumah tangga yang bekerja padanya harus melayani majikannya hampir setiap saat, bahkan di saat-saat yang seharusnya menjadi waktu istirahat mereka. Abdul menuntut mereka untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, yang jelas melampaui batas kewajaran.
-------------------------
Novel "Jebakan Nafsu Mertua Sampai Ipar"
Bab 3. Ternyata Ipar
Setelah Ayu terbangun, ia merasa sesuatu yang tidak beres di tubuhnya. Ia melihat bekas ceceran cairan yang mengagetkan dan segera beranjak, meski tubuhnya masih terasa lemas. Dengan napas tersengal-sengal, Ayu berlari menuju pintu keluar, ia menoleh ke kiri dan ke kanan, memandang sejauh mata, namun tidak ada satu pun orang yang tampak di sana.
"Astaga, siapa yang tega melakukan ini? Aku tahu ini cairan milik seorang pria!"
gumamnya terguncang, perasaan pasrah menyelimuti hatinya, namun di satu sisi ia masih penasaran dan marah pada siapa yang berani melakukannya.
Tak lama, Ayu kembali memeriksa keadaan dalam rumahnya, sempat ia curiga pada mertuanya, namun setelah memastikan semuanya aman, ia pun menarik tuduhan itu. Ayu merasa cemas saat menyingkap daster yang dikenakannya.
"Alhamdulillah," ucapnya bersyukur, karena yakin orang yang melakukannya belum terlalu jauh.
Ting tong, Ting tong!
Ayu langsung menyadari bahwa bel rumah telah berbunyi. Dengan yakin, dia membayangkan bahwa itu pasti mertuanya. Ayu melangkah menuju pintu yang tak tertutup rapat dan segera melihat bahwa bukan mertuanya yang datang, melainkan seorang pria. Dia menatap pria itu curiga, bertanya-tanya apakah dialah yang menyemprotkan cairan aneh di wajahnya.
"Hei, kamu cari siapa?" Ayu menegur dengan nada dingin. Pria tinggi tegap itu menatap Ayu heran, perhatiannya tertuju pada bercak putih di wajah dan jilbab Ayu.
"Kamu siapa? Kamu pembantu baru di sini ya?" "Heh! Saya yang harusnya nanya, kamu siapa? Sejak kapan kamu di sini? Pernah gak masuk ke rumah ini sebelumnya dan lihat aku tidur?" Ayu balik bertanya.
"What?" Pria itu terkejut dan tampak bingung dengan pertanyaan Ayu yang tak terduga.
Sorot mata mereka begitu tajam, seolah-olah sinar api saling memercik di antara pandangan mereka. Rasa tegang mulai terasa di udara, namun mereka berdua sama-sama mencoba menahan amarah yang hampir meluap. Kedua bibir mereka saling bergetar, hendak mengeluarkan kata-kata penuh rasa tidak enak, tetapi mereka menahan diri, menunggu detik yang tepat untuk memulai pertengkaran yang tak terelakkan.
Tangan mereka berdua mengepal erat, persiapan untuk melontarkan kata-kata pedas yang sudah terpendam. Dada mereka berdua naik turun, pernapasan mulai terengah-engah karena emosi yang begitu kuat, tetapi mereka tetap diam, saling menatap tajam, seperti predator yang mengintai mangsanya.
Ayu berdiri tegap, wajahnya memerah karena malu dan kekesalan. Bercak putih di wajahnya seolah menjadi simbol penghinaan yang tak termaafkan.
"Aku tahu ini semua ulahmu, kan !" teriak Ayu dengan suara yang lantang.
"Kamu jangan sok bisa berbahasa Inggris deh, aku tahu kamu lah dalang di balik bercak putih di wajahku ini."
Adit terkejut mendengar tuduhan tersebut dan segera membela diri,
"Kamu salah paham. Aku tidak tahu apa-apa tentang hal itu."
Ayu melanjutkan,
"Di tempatku sebelumnya, sudah banyak kejadian serupa yang melibatkan pria-pria tidak bertanggung jawab, yang rela melakukan apa saja demi kepuasan mereka. Kamu juga pasti salah satu dari mereka!"
Adit mencoba menjelaskan,
"Woeee, aku sungguh-sungguh tidak tahu apa yang kamu bicarakan. Aku tidak pernah melakukan hal yang kamu tuduhkan padaku."
Namun, Ayu tidak mau mendengarkan penjelasan Adit. Emosinya terus memuncak,
"Kau jangan asal menuduh seperti itu! Apa kau kira aku ini siapa? Aku anak pertama pemilik rumah ini, lho! Kenapa kau seenaknya menuduhku sebagai pria yang kau sebut tadi? Dengar baik-baik, meskipun aku belum menikah, tapi aku belum pernah melakukan itu, karena aku sedang menunggu waktu yang tepat, bersama wanita yang tepat." balas Adit dengan keras, membela diri dari tuduhan yang menurutnya sangat menghina itu.
"Jangan pernah berpikir bahwa aku bisa semurah itu, amit-amit deh aku melakukan hal seperti itu padamu, dasar omes!" ucap Adit.
Keduanya terus berargumen, tak peduli pada lingkungan sekitar, saling menuduh dan membela diri. Hati mereka masing-masing pasti sedang terbakar oleh emosi dan kebencian yang tak terelakkan. Namun, di balik pertengkaran itu, tak seorang pun tahu apa yang sebenarnya ada dalam pikiran mereka, perasaan yang terpendam, dan hal yang memicu pertengkaran ini.
"Jadi, itu artinya kamu iparku. Eh, tunggu. Apa itu 'omes'?" tanya Ayu bingung dengan nada datar.
"Kamu istrinya siapa? Istri barunya ayahku? Atau siapa sih?" Adit balik bertanya.
"Oh, iya. 'Omes' itu otak mesum." lanjut Adit.
Ayu menghela napas,
"Kamu pernah menempuh pendidikan nggak sih? Namanya juga ipar, itu artinya aku menikah dengan salah satu saudaramu. Kalau nikah dengan ayahmu, berarti kamu anak tiri, dan aku jadi ibu tirimu."
Di satu sisi, Adit sedikit heran dengan Ayu. Selama ini, tak ada satu pun wanita yang berani menantang atau berdebat dengannya. Adit selama ini dipandang sempurna oleh kalangan wanita, dari segi fisik atletis dan wajah tampan.
"Kayaknya, nih cewek lebih pede dariku. Makanya, dia sama sekali nggak sadar kalau aku ini tampan dan menawan!" gumam batin Adit begitu percaya diri.
Di tengah perdebatan yang memanas, tiba-tiba muncul sosok pria yang tak lain adalah Abdul.
"Ayah!" seru Ayu dan Adit bersamaan, terkejut dengan kehadiran pria itu.
"Cieeee, barengan!" sahut Abdul sambil tersenyum nakal, seolah berlindung dari situasi yang sebenarnya.
"Yah, apakah benar dia anak Ayah juga?" tanya Ayu dengan wajah masih tegang. Abdul menghela napas panjang,
"Hmm... iya, Yu. Adit memang anak Ayah juga." Ia kemudian berusaha mengalihkan perhatian mereka dari konflik tersebut.
"Eh, kok di jilbab Ayu ada noda aneh gitu, ya? Kalian habis ngapain ?" Ayu sontak tersentak, merasa tersinggung dengan pertanyaan tersebut.
Hatinya terasa terluka, seakan-akan dituduh berbuat hal yang tidak senonoh bersama Adit. Adit, yang melihat keadaan Ayu, segera membela.
"Husst, Ayah!" tegurnya sambil memberikan isyarat kepada Ayu untuk pergi.
Ayu mengangguk, berusaha menutupi rasa malunya.
"Saya pamit ke dalam, Yah. Mas, saya minta maaf atas sikap saya tadi, dan terima kasih!" ucapnya lembut, sembari berbalik dan melangkah menuju kamar.
Di sepanjang langkah demi langkahnya menuju kamar, Ayu terus terbayang sikap kedewasaan yang dimiliki Adit. Wajahnya berangsur memerah, dan senyuman simpul malu tak bisa ia sembunyikan di balik jilbabnya.
Setelah Ayu pergi, Abdul tak lupa untuk menyambut anak sulungnya dengan pelukan hangatnya, seolah menggandakan dirinya sebagai ibu dan seorang Ayah.
"Yah, tadi itu istrinya Adam, kan?" tanya Adit penasaran.
"Iya Dit, seharusnya Adam tahu diri. Dia kan lebih muda darimu. Masa kakaknya dilangkahi gitu?"
"Hehe, santai aja Yah, aku sih masih suka masa lajang ini," sahut Adit sambil tertawa.
"Yah, boleh kan Adit tinggal sementara di sini? Mungkin tiga bulan? Soalnya Adit dipindah tugaskan ke kota ini." Ucap Adit dengan nada minta izin.
"Adit, Adit, kamu ini selalu bikin Ayah ga enakan. Kamu meraih cita-citamu sendiri dengan jerih payah, tapi pas ke sini, malah minta izin buat tinggal. Hahaha, kalau kamu minta izin, itu artinya kamu bukan anak Ayah lagi lho. Ingat ya, Dit."
Novel "Jebakan Nafsu Mertua Sampai Ipar"
Bab 4. Ternyata Tidak Sebaik Kupikirkan
Hari-hari berlalu, dan kehadiran Adit membuat keluarganya semakin lengkap. Sejak tinggal di rumahnya, Adit telah membantu mempermudah pekerjaan rumah dengan menyediakan beberapa fasilitas. Bahkan, Adit memutuskan untuk kembali merekrut asisten rumah tangga agar Ayu merasa lebih nyaman di rumah tersebut. Di akhir pekan, Adit lebih sering menghabiskan waktunya bersama Adam, berbagi pengalaman dan memotivasi anak muda itu. Semangat Adam terlihat kembali menyala, berkat dukungan Adit.
"Dam, sekarang fokuslah mengumpulkan gaji. Jangan boros dulu. Kamu udah punya istri, harus bisa ngatur keuangan. Kalau uangmu udah banyak, bisa aja pensiun dari pekerjaan lalu buka bisnis. Awalnya pasti susah dan menguji kesabaran, tapi ingat, resikonya bisa jadi kaya, " nasihat Adit sambil menepuk bahu Adam. Adam menatap Adit, kemudian bertanya,
"Kamu, kenapa memilih jadi abdi negara?"
Adit tersenyum dan mulai menjelaskan alasan di balik pilihan hidupnya. Semakin sore hari, obrolan mereka semakin menarik, seiring Adit membagikan kisah hidup dan pengalamannya sebagai abdi negara kepada Adam.
"Ini permintaan Ibu kita Dam, " jawab Adit seraya menundukkan kepalanya.
"Ibu, gimana yah sekarang?" tanya Adam yang semakin membuat mereka berdua hanyut dalam kesedihan.
"Mas!" seru Ayu, membuat mereka kompak menoleh ke arahnya.
"Akhirnya kopi datang nih," ujar Adam sambil menerima kopi panas yang disodorkan oleh Ayu.
"Eh, Mas, kenapa sih kalian?" tanya Ayu penasaran.
"Yaaa, namanya juga pria sejati. Kan, menangis itu pas mengingat sosok ibu kita," jawab Adit sambil mengelap air matanya.
"Lah, trus aku gimana dong, Mas? Selama ini aku udah pasrah dan ikhlas menerima kenyataan kalau aku sebatang kara," ujar Ayu lirih.
"Tapi sekarang kan, Dek Ayu udah punya suami, ipar, dan mertua. Jadi, lebih tepatnya kamu seorang yatim piatu, deh," terang Adit bijak.
"Eh, tapi, Mas, kan aku belum bisa memastikan kalau kedua orang tua aku udah nggak ada. Jadi, gimana dong?" tanya Ayu bingung.
"Ruwet, banget hidupmu, Neng!" timpal Adam sambil tertawa.
"Ihhh, kok ngomong gitu sih Mas? Bukannya kasih solusi, malah ngajak sedih!" Ayu mencibir dengan nada manja. Adit yang mendengarnya hanya bisa geli.
"Isyh, kalian bucin banget sih! Aku mau keluar ah, siapa tau dapet cewek bucin, jilbaber juga kek Neng Ayu, hihihi!" Ucap Adit, lantas beranjak dan tak lama setelahnya, Adit keluar dari kamarnya.
"Sstt! Damm, gasskaaann!" Adit memberikan kode pada Adam.
"Jogging atau futsal?" tanya Adam penasaran.
"Fitnes, yuk!" ajak Adit.
"Tunggu bentar, aku siap-siap dulu."
"Mas!" Ayu menahan Adam yang hendak beranjak.
"Bentar aja deh, sejam mungkin, " jawab Adam.
"Oke, deh !" Ayu pun akhirnya pasrah untuk setuju, Ayu sebenarnya merasa kecewa karena ada satu hal yang sangat ia inginkan, yaitu nafkah batin dari Adam.
Setelah kepergian Adam dan Adit, iapun memutuskan untuk mandi, dengan tujuan untuk membuang pikirannya yang berkaitan keinginannya untuk mendapatkan kepuasan dari Adam.
Setelah itu, Ayu memutuskan untuk istirahat. Namun, belum sempat ia menutup mata, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Ayu terkejut, menyadari bahwa yang membuka pintu itu tak lain adalah mertuanya. Dengan hati berdebar-debar, Ayu segera turun dari tempat tidurnya.
"Ayam, eh, maksudnya Ayah, ada apa, Yah? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Ayu dengan suara gemetar.
"Tentu Nak, apakah saya bisa mendapatkan kesempatan untuk... melampiaskan hasrat Ayah?" ujar Abdul dengan nada yang menakutkan dan menggetarkan jiwa.
Ayu merasa seperti jantungnya berada di ujung jalan, ia memicingkan matanya, berusaha keras meyakinkan diri bahwa itu bukanlah Abdul yang tega mengucapkan kata-kata menjijikkan itu. Ketika kebenaran mulai terbuka, Ayu merasa tak berdaya, kakinya gemetar, melangkah mundur tanpa daya, namun pandangannya tetap terpaku pada mertuanya dengan rasa ketakutan yang kian memuncak.
"Nafsu? Maksudnya apa?!" Teriak Ayu, panik dan ketakutan menderanya.
Abdul kemudian merogoh saku celananya dengan tangan gemetar, lalu dengan langkah gontai namun penuh percaya diri, ia mendekati Ayu. Di saat yang bersamaan, Ayu merasa terjepit, ia tak bisa pergi kemana pun, terhenti di tepi ranjang.
"Bagaimana jika kita melakukan kesepakatan, Nak? Kita akan saling bertukar foto ini sebagai jaminan. Kamu harus melayaniku saat ini, dan setelah itu, Ayah akan menghapus foto ini. Kita tak akan membahas ini lagi!" ujar Abdul dengan senyum sinis, sambil menunjukkan foto Ayu berdua dengan dirinya yang begitu mengejutkan hati Ayu.
"Aa-ayah... kenapa? Kenapa Ayah tega melakukan ini padaku?" isak Ayu, suaranya gemetar dan napasnya tersengal-sengal. Tanpa berpikir panjang, ia melangkah maju dengan cepat, berusaha merebut ponsel milik Abdul. Namun Abdul sudah siap, ia segera mengangkat ponsel itu lebih tinggi. Saat Ayu melompat dengan tubuh terbentur-bentur demi mendapatkan ponsel itu, tangan Abdul tiba-tiba menyambar leher Ayu, membuatnya merasa tidak berdaya, terjebak dalam keputusasaan yang mendalam.
"Nak Ayu, Ayah sudah cukup lama tidak merasakan ini!" ujar Abdul dengan nada merayu, lalu perlahan menurunkan tubuh Ayu yang tadinya terangkat olehnya. Dalam kepanikan, Ayu berjuang untuk melepaskan diri dari cengkraman Abdul.
"Uhukkkkk, lepaskan!" jerit Ayu ketika tangan Abdul masih mencekik lehernya.
"Sayang, mengapa kamu menolak Ayah?" ucap Abdul dengan suara lembut yang justru membuat Ayu merasa risih, sehingga dia menoleh ke kanan.
"Ayo, lihat Ayah sini!" ucap Abdul sambil mencengkram rahang Ayu, memaksa wajahnya menatap Abdul, dengan mata berbinar Ayu menatap Abdul, dan Abdul sejenak tersenyum penuh kemenangan.
Seketika itu juga, Abdul menyambar bibir Ayu , membuat Ayu meronta semakin kuat, berusaha membebaskan diri dari cengkeraman Abdul. Tubuh Ayu gemetar, seraya tangannya mencoba untuk melepaskan cekalan tangan Abdul yang terasa semakin menghimpit lehernya. Saat Ayu merasakan dunianya semakin gelap, tekadnya untuk melawan terus membara.
Dengan sekuat mungkin, tangan Abdul melayang ke arah perut Ayu, menumbukkan pukulan yang membuat perempuan itu terhuyung jatuh ke belakang. Kini, Ayu terkulai tak berdaya di atas kasur, tubuhnya terbujur dalam kesakitan. Ayu memeluk perutnya, seraya menahan sakit yang melanda.
"Akkk, sakit!" pekik Ayu.
"Saya akan lebih keras, kalau kamu tidak mau mengikuti keinginanku. Ingat, saya hanya mau sekali ini saja. Kalaupun kamu tidak mau, kemungkinan kamu akan menyesal. Karena foto ini akan sampai kepada suamimu, bahkan kamu akan rugi, karena mau kamu setuju atau tidak, saya akan tetap melakukannya!" Ujar Abdul dengan nada mengancam, namun cukup membuat Ayu semakin ketakutan.
Matanya yang seketika sembab menyembulkan ketakutan mendalam. Sudut hatinya menangis dan ia merasa tertindas, seakan dunia runtuh di hadapannya. Ayu berada dalam situasi yang penuh ketakberdayaan, terjebak dalam ancaman dan pilihan sulit yang terasa bagai memilah racun mematikan.
.
Novel "Jebakan Nafsu Mertua Sampai Ipar"
Bab 5. Pertahanan diri yang runtuh
Di tengah kekacauan perasaan Ayu yang semakin memuncak, Abdul justru tersenyum lebar penuh kemenangan. Senyuman itu seolah menyayat hati Ayu hingga jantungnya berdegup semakin kencang. Abdul dengan sangat berani dan penuh percaya diri mulai melepas satu persatu pakaian yang melekat pada tubuhnya, seolah ingin menunjukkan kekuasaannya atas situasi ini.
Ayu tak kuasa melihat aksi Abdul yang semakin nekat. Dengan segenap kekuatan yang ada, ia menutup matanya erat-erat, berusaha menghindar dari pandangan yang membuat hatinya semakin terluka. Namun, di balik kelopak matanya yang tertutup rapat, Ayu tetap merasakan ketakutan yang menyelimuti dirinya, semakin terpukul oleh perasaan tak berdaya menghadapi pria yang kini semakin menunjukkan dominasinya.
Ayu merasa gelisah, pikirannya terus menerawang pada sosok Abdul yang begitu mengejutkan dan menakutkan. Segala rasa malu yang ada di dalam dirinya hilang seketika saat Abdul menarik tubuhnya hingga berdiri. Dalam posisi tersebut, tubuh Ayu dibalikkan sehingga menghadap dinding yang telah menjadi saksi bisu berbagai kisah sunyi yang tersimpan di sudut ruangan itu.
Wajah Ayu tampak pucat, tangannya bergetar ketakutan. Matanya menatap nanar pada dinding tersebut, seolah mencari dukungan dari sana. Abdul yang melihat keadaan Ayu, tersenyum sinis dan menatap tajam ke arahnya.
"Jangan berpikir kamu bisa lari dari kenyataan ini, Ayu," ucap Abdul dengan nada mengancam.
Ayu menunduk, merasa tak berdaya di hadapan sosok menyeramkan itu. Namun, di dalam hatinya berkobar keinginan untuk melawan dan melepaskan diri dari situasi yang mencekiknya ini.
Ayu berdiri dengan tubuh gemetar, ketakutan dan panik melihat Abdul yang mulai melancarkan niat jahatnya. Dia merasakan pakaian bawahnya yang tiba-tiba ditarik ke bawah hingga mencapai lutut, membuatnya nyaris tak bisa bergerak. Kejadian itu berlangsung begitu cepat, sehingga Ayu merasa bingung dan kalut, tak tahu harus berbuat apa untuk menghentikan Abdul.
"S-stop, " teriak Ayu dengan suara yang tercekat oleh rasa takut.
Wajahnya memerah, mencerminkan kebingungan dan malu yang menyelimuti hatinya. Namun, Abdul tampak tidak bergeming dan justru tersenyum miring, menatap Ayu dengan penuh nafsu. Ayu merasa tubuhnya lemas, pikirannya berkecamuk mencari cara untuk melepaskan diri dari situasi yang mengerikan ini.
Namun, ketakutannya semakin memburuk saat Abdul mulai mendekat, menunjukkan bahwa dia tidak berniat menghentikan tindakannya. Dia berusaha mendorong tubuh Abdul yang kuat, tetapi upaya itu sia-sia.
"Ayah, jangan!" Ayu memohon dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya, berharap Abdul akan menyadari kesalahannya dan berhenti.
Namun, ternyata harapan itu hanyalah ilusi semata. Ketika Abdul terus berusaha mendekat, Ayu pun menutup matanya erat-erat, mencoba mengumpulkan keberanian untuk melawan dan meloloskan diri dari cengkeraman nafsu Abdul yang semakin memuncak.
"Sayang... Akhirnya waktunya pun tiba..." Abdul membisik mesra di telinga Ayu.
"Arrrghhhhhhhhhh, huaaaaaa!" teriak Ayu dengan lantang, namun tubuhnya seperti seketika lemas tak berdaya. Ia merasakan sakit, ketika Abdul langsung memulainya.
"Ohhg, rasanya benar-benar membuatku gila Nona !" gumam Abdul dengan suara pelan, penuh kehangatan dan ketulusan, saat ia mulai melahirkan kebahagiaan bersama yang baru dalam hidupnya.
Meski awalnya Ayu terkesan menolak dan enggan melakukannya, namun perlahan ia mulai merasakan makna kebahagiaan yang sesungguhnya dalam hidupnya.
Seolah-olah tiap momen baru yang tercipta adalah hadiah terindah yang pernah dia dapatkan.
"Ohhh, jadi seperti ini? Ternyata memang benar apa yang dikatakan Claudia, ukuran itu memang menjamin semuanya," gumam Ayu dalam hati, teringat pesan dari temannya. Kini, Ayu tahu mengapa temannya itu menegaskan hal tersebut padanya.
"Hentikan, berhentilah, plisssss.....Hentikan !" Pinta Ayu.
Dentuman demi dentuman, Abdul mulai menghantarkan ritme asmara yang dinamis, keduanya melenggok dengan gerakan berbeda, penolakan dan keinginan namun satu tujuan.
"Yesss. Saya tahu kamu menyukainya, benar kan?" ucap Abdul yang membuat Ayu terbakar amarah.
"Tidak mungkin! Mana mungkin aku menyukai ini, ugghhhhhh!" timpal Ayu penuh amarah.
Tapi tak lama kemudian, Ayu pasrah akan keadaan, iapun juga tak mampu memungkiri apa yang di rasakannya.
"Lakukanlah, tapi ini terakhir kalinya!" seru Ayu dengan suara parau, lalu dia pun memejamkan matanya dan melonggarkan tubuhnya yang tadinya tegang.
Abdul seolah mendapatkan lampu hijau untuk lebih bersemangat lagi, dan bisa segera melanjutkan gerakan sesuai keinginannya.
Entah karena nafsu birahinya yang sudah terlanjur tinggi atau terkena hipnotis lelaki tua itu, Ayu tiba-tiba mengangguk setuju. Iapun lalu melemaskan pertahanan tubuhnya.
"Naaah, gitu dong!" seru Abdul penuh semangat, lalu segera meraih tangan Ayu untuk membantunya berdiri.
Mereka berjalan menuju meja rias, dan Abdul memposisikan Ayu dengan posisi menungging. Abdul mulai menciumi tengkuk Ayu dengan nafas yang terasa penuh hasrat, sambil perlahan melepas satu persatu pakaian yang menutupi tubuh Ayu.
"Dadamu benar-benar indah, sekal, kenyal, dan lembut," puji Abdul terengah-engah.
Perlahan tangan Abdul menjelajahi tubuh Ayu, dari lembutnya dadanya, turun ke perut, hingga mencapai bagian inti Ayu dari belakang.
"Yah, pelan, ohhh!" desah Ayu.
Nafsu Abdul sudah memuncak, ia segera mendekatkan pinggulnya dan mulai menempatkan kepala keperkasaannya yang sudah berkedut pada lembah milik Ayu.
"Sesak banget, yah... Ssssakit…" Ayu mendesis lemah ketika ia merasakan kepala keperkasaan Abdul yang cukup besar mulai memasuki lembahnya.
Ayu menghela nafas panjang, merasa kesakitan akibat benda tumpul itu menyentuhnya. Ayu ingin menangis, namun sebuah perasaan yang datang dari bagian dalam dirinya memberinya dorongan untuk menerima hal tersebut.
Perlahan, Ayu merasakan sebuah perasaan yang tidak pernah ia alami sebelumnya menghampirinya, membuat setiap inci syarafnya merasa nikmat. Dalam kebingungan dan ketakutan, Ayu menahan rasa sakit sambil menggigit bibir bawahnya.
"Uuuuggghhh… Ayah… Sakit… Ssshh… Ampun!" desahnya.
Ayu merasa takjub, sambil terus mencoba menerima dan menikmati perasaan yang makin lama semakin kuat merasuk ke dalam tubuhnya.
"Sttt…. Udah-udah… Kamu diam dan nikmatin saja ya !" cetus Abdul yang kesulitan melesakkan miliknya.
Sementara Ayu begitu merasakan kepala milik Abdul mulai memaksa masuk kedalam miliknya, membuka lebar mulut celah kewanitaannya hingga batas terlebarnya.
Tak beberapa lama kemudian, batang Abdul berhasil amblas seluruhnya ke dalam liang kenikmatan Ayu.
"Ooooogggg, mentokkkkk, ouuuwhhhh, " kata Ayu sambil meredam rasa sakit yang ia rasakan.
Melihat tubuh Ayu yang masih tegang karena dimasuki benda miliknya, Abdul tak buru-buru langsung menggoyangkannya. Ia membiarkan Ayu untuk dapat menikmati kebesaran batangnya.
Setelah merasakan tubuh Ayu mulai rileks dan mau menerima benda asing yang baru saja melesak, Abdul mulai mempercepat gerakan pinggulnya, mendorong benda miliknya semakin dalam ke dalam lembah yang basah milik Ayu.
"Ahhh, legit banget Yu, ohhh, aaahh, nikmatnya," desahan Abdul menggema di kamar itu.
Ayu, yang awalnya merasa canggung dan ragu, kini mulai terbawa suasana. Ia mendesah pelan, mencoba menikmati setiap sentuhan dan gerakan Abdul yang semakin liar dan perkasa.
Novel "Jebakan Nafsu Mertua Sampai Ipar"
Bab 6 . Nikmati dari pada pura-pura
Lembah Ayu semakin basah, memudahkan Abdul untuk menjelajahinya lebih dalam lagi. Namun di balik kenikmatan yang mereka rasakan, Ayu tak bisa menyembunyikan perasaan suka yang mendalam terhadap benda milik Abdul. Ia mulai terbuai oleh semakin membara perasaan yang mengepung keduanya, membuat goyangan mereka semakin liar dan semakin lama semakin sulit untuk dikendalikan. Dalam keadaan yang semakin tak terkendali itu, Ayu dan Abdul akhirnya mencapai puncak kepuasan bersama.
Ayu duduk di tepi tempat tidur dengan wajah merona merah, tubuhnya gemetar, dan hatinya berdebar. Rasa malu, kebingungan, dan bersalah kepada suaminya, Adam, memenuhi pikirannya setelah melakukannya bersama Abdul.
Ayu merasa sangat bersalah dan khawatir tentang apa yang akan terjadi jika suaminya mengetahui perbuatan mereka. Sementara itu, Abdul yang seolah bisa membaca pikiran Ayu, berusaha menenangkan wanita yang baru saja menjadi kekasih gelapnya itu.
Dia berbicara dengan lembut dan menggenggam tangan Ayu erat, seolah ingin menunjukkan kesan baik dan membuat Ayu merasa aman bersamanya.
"Ayu, jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja," ujar Abdul dengan tatapan yang penuh pengertian.
Dia berusaha untuk menjaga jarak emosional dengan Ayu, namun sekaligus memberikan dukungan yang dia butuhkan. Ayu mencoba untuk tersenyum, namun senyuman itu penuh dengan keraguan dan kekhawatiran.
"Terima kasih," gumam Ayu lirih.
"Terimah kasih untuk apa nih ? Keenakan atau gimana ?" namun Abdul sejenak iseng hingga berani berkata demikian.
"Ehhmm, ngga, maksudnya terimakasih aja, " saking menjebaknya pertanyaan itu, membuat Ayu salah tingkah.
"Hmmm, " gumam Abdul.
"Tapi aku merasa bersalah kepada Adam. Apa yang sudah kita lakukan ini sangat salah."
Abdul mengangguk dengan bijaksana, lalu menyeka air mata yang mulai mengalir di pipi Ayu.
"Kita tidak bisa mengubah apa yang sudah terjadi, aku berjanji akan menjaga rahasia kita."
"Sudahlah, keluar dari kamar ini, biarkan aku sendiri, " timpal Ayu sinis.
Abdul berdiri, matanya yang tajam menatap Ayu dengan perasaan yang tak bisa diuraikan. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun,
Tiba-tiba, Abdul menarik lengan Ayu dengan kuat, membuat gadis itu terkejut dan terpaksa kembali berdiri.
Dalam sekejap, mulut Abdul mendekat dan bibirnya langsung menyatu dengan bibir Ayu yang mungil. Abdul menghisapnya dengan kekuatan yang cukup untuk membuat Ayu merasakan sensasi yang membangkitkan hasratnya kembali.
Tak hanya itu, tangan Abdul kembali menjelajah tubuh Ayu. Salah satu tangannya meremas dada gadis itu dengan gemas, sementara tangan yang lainnya kembali menggesekkan kejantanannya ke arah lubang milik Ayu yang terlihat memerah akibat ronde sebelumnya. Ayu, yang tak menyangka hal ini akan terjadi lagi, merasa gemetar namun tak mampu melepaskan diri dari cengkraman Abdul yang begitu kuat.
"Ayah, apakah mau lanjut lagi?" tanya Ayu dengan ragu, matanya menatap Abdul yang bersikap tegas dan dominan di depannya.
"Ayo kulumin!" perintah Abdul, sambil menekan pundak Ayu agar segera jongkok di hadapannya.
Wajah Ayu tampak merah, menahan amarah dan malu yang memenuhi hatinya. Ayu menggigit bibirnya, lalu dengan ragu memasukkan ujung batang Abdul ke dalam mulutnya. Ia mencoba untuk menenangkan diri, namun sungkan untuk melanjutkan aksi tersebut. Abdul, yang merasa tidak puas dengan reaksi Ayu, langsung mengambil alih kendali situasi. Dengan gerakan tangan yang tegas, Abdul memegang kepala Ayu dan memaksa gadis itu untuk menjalani permintaannya. Ayu merasa terpojok, tak tahu harus berbuat apa selain menuruti keinginan Abdul.
Abdul merasa semakin percaya diri saat melihat batang kejantanannya kembali tegang dan siap untuk melanjutkan aksi tak senonohnya. Dengan gerakan kasar, ia menarik lengan Ayu hingga gadis itu terpaksa kembali berdiri di depannya.
"Ayo, minta gaya apa lagi?" ucap Abdul dengan nada sinis, seolah ingin menekan semangat Ayu yang sudah porak-poranda.
"Terserah, yang penting cepat selesai," jawab Ayu dengan suara lirih, hatinya serasa teriris mendengar perlakuan kasar Abdul.
"Baiklah," sahut Abdul, tersenyum keji.
Ia lantas mendorong tubuh Ayu hingga gadis itu terjatuh telentang di atas ranjang, dengan kedua kakinya tergantung di tepi kasur. Dalam sekejap, Abdul mengangkat kedua kaki Ayu, membuat posisinya semakin rentan. Ia lalu menempatkan diri di antara kedua paha Ayu, siap untuk kembali melancarkan serangannya. Ayu merasa tak berdaya, hanya bisa menutup matanya dan berharap semuanya segera berakhir.
"Kalau kamu hamil, berarti aku masih subur," ucap Abdul seolah menjadikan tubuh Ayu sebagai bahan percobaannya.
Di situ Ayu menganggap remeh akan hal itu, dia pun tidak mempermasalahkan jika cairan milik Abdul kembali memberikan kehangatan di rahimnya, karena beranggapan kalau cairan nikmat Abdul sudah tidak berkualitas, dalam artian tak mampu menjadi benih.
"Cepetan yah, enak nih," ucap Ayu sengaja memberikan semangat, agar Abdul segera menuntaskan nafsunya.
Abdul tersenyum sinis dan melanjutkan aksinya, sementara Ayu menatap langit-langit kamar dengan ekspresi kosong, mencoba melarikan diri dari kenyataan yang sedang dihadapinya.
Gairah yang meluap-luap, mereka saling menggumuli di atas ranjang yang empuk, tanpa ada sekat di antara mereka. Keringat bercucuran, menciptakan aroma asmara yang menghanyutkan.
"Aahhh, Aahhh!" desah Ayu dengan suara parau, mengiringi irama persetubuhan mereka yang semakin cepat.
Jeritan nikmat Ayu membuat Abdul semakin terbakar dalam gairah, mendorong dirinya untuk memperdalam penetrasi yang mereka lakukan.
Mata Ayu membelalak, terpejam sejenak sebelum kembali terbuka, menatap langit-langit kamar. Kedua tangannya dengan refleks meremas dadanya yang kenyal, mencoba merasakan sensasi yang semakin dalam.
Melihat gerakan Ayu, Abdul merasa tertantang untuk mengambil alih kendali. Dengan gerakan sigap, ia menepis tangan Ayu dari dadanya, lalu menggantikannya dengan kedua tangannya yang besar.
Abdul meremas dada Ayu dengan gerakan liar, seolah-olah ia baru pertama kali menyentuh benda itu. Ayu merasakan sensasi baru dengan Abdul mengambil alih kendali. Hatinya berdebar kencang, seolah tak bisa menampung semua perasaan yang meluap-luap dalam dirinya.
Bersamaan dengan itu, gairah di antara mereka semakin memuncak, mencapai puncak kenikmatan bersama. Setelah melalui persetubuhan yang begitu menggebu-gebu, mereka akhirnya terbaring lemas di samping satu sama lain. Nafas mereka tersengal-sengal, mencoba menyerap kembali oksigen yang sempat hilang dalam permainan asmara tadi.
Setelah itu, Abdul segera berdiri dan mengenakan pakaian, tanpa menoleh atau mengucapkan sepatah kata pun pada Ayu.
Ayu hanya terdiam, merasakan kepedihan yang semakin menusuk hatinya. Air matanya mulai mengalir, menandakan keputusasaan dan rasa sakit yang mendalam. Ayu berusaha bangkit, meneguk air yang tersedia di meja samping tempat tidur. Pikirannya kalut, mencoba mencari jalan keluar dari permasalahan yang kini melilit hidupnya.
Apakah benar bahwa cairan Abdul sudah tak berkualitas? Atau mungkin, hanya takdir yang tengah mempermainkan nasibnya?
Ayu menatap punggung Abdul yang semakin menjauh, air matanya mengalir deras menyesali perbuatannya. Pintu terbanting keras, membuyarkan lamunan Ayu. Kesedihan yang melanda dirinya semakin menghujam, begitu pula rasa bersalah yang mendera hatinya. Tak kuasa menahan tangis, Ayu menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Apakah aku kabur saja?" gumam Ayu dalam hati.
Perasaannya berkecamuk, merasa tak sanggup menghadapi kenyataan bahwa ia mungkin tak akan pernah bisa memaafkan kejadian ini. Ayu takut jika suatu hari nanti mereka bertemu, akan ada hal yang sama terjadi atau bahkan lebih buruk dari sebelumnya.
Ayu merasa terjepit, tidak tahu harus berbuat apa. Namun, di balik rasa takut dan kekhawatiran tersebut, ada tekad yang mulai tumbuh di hati Ayu. Ia akan berusaha memperbaiki segala kesalahan yang telah ia perbuat, meskipun itu berarti harus menghadapi rasa sakit dan penderitaan yang mungkin akan menanti di depan.