Gairah Asmara Janda Cantik
Novel ”Gairah Asmara Janda
Cantik”
Part 1: JANDA SEBELAH
Tok! Tok! Tok!
Seseorang mengetuk pintu
rumah Keysa.
"Iya
sebentar," teriak wanita itu.
Keysa baru selesai
mandi. Karena mendengar ada orang bertamu di rumahnya ia pun segera menjatuhkan
handuk yang masih membalut tubuhnya. Kemudian tangannya menggapai baju daster
pendek yang berada di atas ranjang.
Keysa memakainya sambil
berjalan santai menuruni anak tangga, lalu melewati ruang demi ruang. Rumah
tampak lengang, sebab ia hanya tinggal sendirian. Statusnya seorang janda,
cantik dan s*ksi, oleh karena itu tidak jarang laki-laki datang ke rumahnya s*kadar
untuk mengapeli. Dan kini, hanya dengan mengenakan daster pendek saja Keysa
sangat percaya diri membukakan pintu untuk tamunya yang datang.
"Ada yang bisa aku
bantu?" tanya Keysa pada laki-laki yang memunggunginya.
"Selamat malam,
Sayang."
"Angga?" Keysa
langsung menarik laki-laki itu masuk ke dalam rumah, menoleh-noleh sebentar
keluar, lalu menutup pintu. Angga bersandar di pintu dan janda itu berada di
depannya dengan tubuh berdekatan. Dia tidak mau ada tetangga yang melihat Angga
datang ke rumahnya.
"Angga, kamu
ngapain ke sini malam-malam? Kalau istrimu tahu bagaimana?"
Angga hanya terdiam
sambil melihat tubuh Keysa yang s*ksi, berbalut daster kuning saja malam ini.
Kini tubuh mereka sangat dekat sampai tercium bau hMaya sabun mawar yang masuk
ke lubang hidungnya dan membuat pria itu ingin mencium janda itu.
"Istriku lagi kerja
ke luar kota dan seperti biasa malam ini dia tidak pulang." Angga
mendengus.
Laki-laki itu mencoba
menahan b1rahinya dengan memalingkan muka dan melihat vas bunga yang ada di
atas meja. Meski sejujurnya ia tidak tahan memendam hasrat terlalu lama. Apa
lagi tubuh Keysa sangatlah menggoda iman, membuat Angga rasanya pengen murtad.
"Ya ampun, Angga,
Sayang. Kenapa nasibmu malang s*kali?" tangan Keysa membelai pipi kiri
laki-laki itu dengan lembut.
Hal itu membuat Angga
kegirangan. Ia menatap wajah Keysa yang masih cantik meski usianya sudah
menginjak empat puluh tahun.
"Kamu benar. Maya
memang terlalu sibuk hingga lupa kalau ada suaminya yang selalu kesepian di
rumah."
Keysa mengangguk. Dia
memang bisa mendengar curahan hati Angga setiap kali laki-laki itu bercerita
tentang istrinya yang sering pergi ke luar kota.
"Aku paham s*kali
bagaimana perasaanmu. Ya sudah kamu duduk dulu biar aku buatkan kamu teh
panas."
Angga setuju. Dia memang
sangat membutuhkan perhatian. Mereka berdua pun saling melempar senyuman
hangat.
Keysa menggandeng Angga
dan menyuruhnya untuk duduk di sofa. Kemudian ia berjalan masuk dapur untuk
membuatkan minum.
Pandangan Angga buyar
saat melihat paha Keysa yang putih dan jenjang. Apalagi janda itu sengaja
melenggak-lenggokkan pinggulnya saat sedang berjalan.
'Shit!' batin Angga
menahan sesuatu yang hendak memberontak di balik celana.
Jujut saja Angga merasa
lebih betah berada di rumah Keysa ketimbang di rumahnya sendiri. Karena di sini
ia merasakan hangatnya perhatian yang diberikan oleh si janda s*ksi itu.
Tak lama, Keysa kembali
dengan membawa secangkir teh panas untuk Angga. Sambil berjalan dia memberikan
senyuman hangat dan membuat laki-laki itu terpesona dengan senyuman manis yang
berhasil menghipnotis.
"Ini minum dulu.
Kamu harus habiskan biar pikiranmu lebih tenang." Keysa membungkuk,
meletakkan tatakan cangkir hati-hati.
"Terima
kasih."
"Sama-sama."
Kemudian Keysa duduk berhadapan dengan laki-laki itu. Lalu sengaja ia melipat
kakinya, mempertontonkan kedua pahanya yang mulus.
Angga tertegun meneguk
air liur, pandangan matanya tertuju pada paha putih janda s*ksi itu. Apa lagi
daster pendek yang sedang dikenakan sedikit tersingkap, membuat bulu tipis yang
tumbuh di paha Keysa jadi terlihat menawan.
"Ehem!" Keysa
berdehem.
Angga langsung gelagapan
seperti maling tertangkap basah.
"Kok didiemin aja
sih tehnya? Nanti dingin lho," ucap Keysa manyun.
"E-e-iya, ini juga
mau di minum, kok."
Angga mengambil cangkir
itu. Tangannya gemetar hingga menimbulkan bunyi cangkir yang diangkat dari
lambar.
Keysa hanya tersenyum
sambil menggelengkan kepala melihat tingkah laki-laki di depannya.
"Aw," teriak Angga
saat tehnya menumpahi kemeja yang dia pakai. Sengaja ia melakukan itu.
"Ya ampun, kamu
nggak apa-apa?" tanya Keysa yang sontak mendekati Angga. Dia membantu
menaruh cangkir dan kemudian memastikan air teh panas itu tidak melukai bagian
dada Angga.
Jantung Angga berdegup
kencang. Bau hMaya sabun mawar pun tercium kembali. Pandangan Angga pun terpaku
pada tubuh janda yang s*ksi itu.
"Panas? Apa dadamu
sakit?" Keysa berusaha mengibas-ngibas kerah baju milik Angga, hingga
terlihat dada Angga yang bidang dan berbulu. Hingga kemudia yang terjadi
adalah...
CUP!
Angga langsung mencium
bibir Keysa tanpa permisi. Karena ia sudah tak tahan dan imannya telah
terguncang mendapati belahan dada Keysa yang menyembul dari balik daster itu.
Si janda pun tak bisa
menolaknya. Bak gayung bersambut ia malah merespon tindakan Angga dengan
membalas ciuman hingga membuat laki-laki itu lebih bersemangat.
Kaki Keysa naik ke atas
sofa. Tangannya merangkul leher Angga dan mereka saling beradu kehebatan dalam
berciuman.
"Mmmuah,
Sayang..."
"Yess!! Te-terus
cium aku!"
Tidak berhenti di situ
saja. Angga mendorong tubuh Keysa hingga terjatuh di sofa. Kemudian dia
meneruskan aksinya, melumat bibir tebal si janda s*ksi itu, dan tangannya ses*kali
mulai nakal mengelus paha Keysa yang sudah tersingkap dari dasternya.
"Stop!" ujar Keysa
tiba-tiba menghentikan aksi laki-laki yang kini berada di atas tubuhnya.
"Why?"
"Angga, kamu yakin
dengan apa yang akan kamu lakukan ini?"
"Lho, kenapa tidak?
Bukannya kamu juga menginginkannya?"
Keysa mendorong tubuh Angga.
Lalu dia duduk seraya membenarkan daster yang sedikit terbuka.
"Bukan begitu, kamu
kan masih punya istri. Aku hanya tidak mau kamu menyesal nantinya."
Angga mendengus. Padahal
tinggal selangkah lagi dia berhasil menguasai tubuh s*ksi milik Keysa.
"Hm, kamu kan tahu
sendiri istriku itu jarang di rumah. Bahkan aku sampai lupa kapan terakhir aku
bercinta dengannya."
Angga bersandar di sofa.
Dengan harapan ucapannya akan membuat Keysa merasa kasihan dengannya yang
selalu ditinggal Maya pergi ke luar kota untuk mengurus kerjaan kantor.
"Tapi, apa jadinya
kalau Maya tahu kamu ada di sini bersamaku? Dia pasti akan marah s*kali
denganmu, apa lagi kalau sampai kita terlalu jauh melakukan ini..."
"Sayang, nggak akan
terjadi apa pun selama hanya aku dan kamu yang tahu." Angga menyela,
mencoba meyakinkan Keysa. Kedatangannya ke rumah janda ini karena tadi siang,
dia melihat laki-laki dengan mobil mewah mendatangi rumah Keysa. Angga cemburu,
dan tidak mau kehilangan wanita itu. Karena dia yakin kalau Keysa mencintainya
bukan karena harta melainkan lebih karena kenyamanan.
"Kita jalani
hubungan ini dengan hati-hati, okay? Kamu merasa kesepian, kan? Aku juga
kesepian. Kamu butuh kehangatan, kan? Dan aku pun butuh kehangatan. Jadinya
pas. Kita memang sama-sama saling melengkapi dan membutuhkan. Lalu untuk apa
kita tidak melanjutkannya saja?" ucap Angga mengeluarkan jurus gombalnya.
Keysa menatap Angga
tanpa berkedip. Dia memang sudah terlanjur jatuh cinta dengan suami tetangganya
itu. Angga tampan, maskulin, dengan kulit kecoklatan dan tubuh yang bagus dan
pastinya, pria itu bertenaga serta hebat di atas ranjang. Keysa jadi
membayangkan jika sedang dihajar oleh Angga di atas ranjang, pastinya akan
sangat memuaskan.
Wanita itu langsung
memeluk Angga. Entah mengapa dari s*kian banyak laki-laki yang datang ke
rumahnya hanya laki-laki itu yang berhasil membuatnya nyaman.
"Gimana, kamu mau,
kan?" Angga ingin memastikan.
Keysa mengangguk. Meski
wajahnya menunduk malu-malu. Dia tidak bisa menolak lagi dengan alasan apa pun.
"Ya sudah tunggu
apa lagi?" Angga langsung menggendong tubuh Keysa dengan mudahnya. Dia
tidak sabar untuk meneruskan aksi bejatnya yang barusan terjeda.
"Sayang, kamu mau
bawa aku kemana?"
"Ke surga
dunia."
Keysa langsung tertawa
mendengar jawaban Angga. Dia pun merasa senang s*kali. Karena dia memang sudah
sangat lama menjanda dan butuh s*kali belaian.
Wanita itu dijatuhkan ke
atas ranjang. Keysa tersenyum melihat Angga membuka kancing kemejanya. Baju
putih itu langsung dibuang, hingga terlihat dada bidang laki-laki itu yang
berbulu dan semakin mengg4irahkan.
"Mau berapa
ronde?" tantang Angga tersenyum miring.
Selanjutnya…..
Part 1-30
https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html
Part 2: RANJANG PANAS
Keysa hanya tersenyum
saat Angga menantangnya. Tentu saja dia masih kuat melayani laki-laki itu
hingga puas meski umurnya sudah menginjak empat puluh tahun.
Wanita itu memosisikan
dirinya di atas ranjang sambil menunggu Angga melepas celananya. Keysa sengaja
membiarkan Angga memulai duluan. Dan tidak disangka laki-laki itu langsung
jatuh di atas tubuhnya dan tanpa aba-aba, ia mengecup lehernya perlahan hingga
membuat Keysa s*ketika melayang.
"Ugh, Angga."
Keysa mencoba mendorong
tubuh Angga tapi semakin dia mencoba melawan semakin dia tidak berdaya. Gerakan
Angga terlalu lincah dan kuat kalau sudah soal ranjang.
"Huh, kenapa malam
ini kamu terlihat sangat s*ksi, sih? Kamu sengaja ya godain aku?" ujar Angga
yang semakin tidak sabar menjamah seluruh bagian tubuh Keysa.
Wanita itu tidak bisa
berkata apa-apa lagi. Tangan Angga mulai membelai bagian demi bagian
sensitifnya hingga Keysa merasa dibuat kacau oleh kekasihnya itu.
Sudah lama s*kali dia
tidak melakukan hubungan badan dengan laki-laki mana pun. Meski banyak s*kali
pria yang datang ke rumahnya, tapi hanya Angga yang bisa 'menaklukkan' dirinya,
hingga Keysa rela memberikan semua tubuhnya untuk kekasih gelapnya itu.
Seperti yang terjadi di
atas ranjang malam ini, Angga berhasil membuka seluruh baju daster Keysa hingga
kini tubuh wanita itu terlihat semua. Laki-laki itu tidak mau melewatkan
waktunya meski hanya satu detik saja. Dia langsung beraksi dengan hebat dan
membuat Keysa sangat puas malam ini.
"B-Angga...
Sa-sayang... Ugh..."
Suara desahan yang
keluar dari mulut janda itu semakin membuat Angga bersemangat. Bahkan dia tidak
merasa kalau tubuh Keysa kini sudah berumur empat puluh tahun, rasanya seperti
masih gadis. Karena Keysa selalu merawat tubuhnya, membuat itu lebih menggoda
dari pada tubuh istrinya sendiri, Maya.
Malam yang dingin
berubah hangat s*ketika. Seperti layaknya pengantin baru, keduanya sama-sama
melepaskan hasrat yang terpendam.
Angga memompa si janda
cantik itu tanpa ampun. Menghajarnya. Mengehentak-hentaknya. Seperti kuda
jantan saat musim kawin tiba. Hingga tak terasa permainan mereka sudah
berlangsung satu jam, dan akhirnya tibalah mereka di puncak kenikmatan...
Ugh.
Ugh.
Ahh...
Tubuh Keysa mengejang,
dan sesaat kemudian rohnya seakan terlepas dari badan. Lega s*kali rasanya.
Begitupun dengan Angga,
yang kini tampak kelelahan merebahkan badannya di ranjang.
Keduanya sama-sama
berkeringat, dan mengakhiri semua kegilaan permainan malam ini dengan
berciuman.
"Aku cinta
kamu," ucap Keysa tersenyum.
"Aku juga cinta
kamu, Sayang," Angga membalasnya.
Hingga pada akhirnya
pria itu tak sanggup melakukan apa-apa lagi. Ia memejam matanya, dan tertidur
di kamar Keysa. Mereka masih sama-sama bert3lanjang dengan tubuh yang hanya
terbalut Keysamut putih saja.
***
Pagi hari.
Maya sengaja pulang
cepat agar pagi ini sudah sampai di rumah dan bertemu suaminya. Sebenarnya ia
selalu sedih tiap ada kerjaan di luar kota dan mengharuskan dia meninggalkan Angga
di rumah sendiri.
"Assalamu'alaikum,
Sayang. Aku sudah pulang," teriak Maya sambil menggeret koper masuk ke
dalam rumah.
Dia pulang diantar oleh
Rayhan. Namun, rekan kerjanya itu langsung pulang ke rumahnya sendiri karena
lelah setelah melewati perjalanan jauh.
Maya menaruh oleh-oleh
dan sarapan yang dia beli saat perjalanan pulang tadi. Tapi, sudah beberapa
menit dia di rumah tapi belum ada jawaban dari suaminya.
"Mas Angga kemana
sih? Apa dia belum bangun?"
Maya pun memutuskan
untuk pergi ke kamar yang berada di lantai dua. Pagi ini sudah pukul delapan
pagi dan biasanya Angga sudah bangun dari jam enam pagi.
"Mas, kamu belum
bangun? Ini sudah jam delapan lho," ucap Maya bergumam sendiri.
Tapi ketika sampai di
kamar ternyata dia tidak menemukan suaminya. Bahkan Keysamut pun masih tertata
rapi. Wanita itu menoleh-noleh mencari keberadaan suaminya.
"Mas... Mas... Mas Angga?"
Aneh.
Tidak seperti biasanya Angga
tidak berada di rumah saat dia pulang. Karena pekerjaan suaminya itu di rumah
sebagai digital marketer, dan Angga merupakan tipe laki-laki yang tidak terlalu
suka keluar rumah.
Maya menutup kembali
pintu kamar. Lalu dia mencoba menelpon Angga tapi tidak ada respon.
"Nomornya aktif,
tapi kenapa nggak diangkat? Apa Mas Angga lagi keluar beli makanan?"
Maya tetap berpikir
positif. Dia sadar diri kalau kepergiannya tentu akan membuat Angga melakukan
apa-apa sendiri. Dari mencari makan, beres-beres rumah dan pekerjaan lain yang
harusnya dikerjakan oleh wanita, Angga melakukannya sendiri.
Maya sempat menyarankan
untuk mencari pembantu rumah tangga yang bisa meringankan pekerjaan rumah. Tapi
Angga menolak dengan alasan dia tidak mau ada orang lain di rumahnya.
"Huh, ya sudahlah.
Aku mandi dulu aja," ucap Maya frustasi tak menemukan suaminya, lalu
memutuskan untuk mandi.
***
Sementara di kamar Keysa,
Angga masih tertidur pulas karena kelelahan semalam. Sedangkan Keysa baru saja
selesai mandi. Wanita itu melihat handphone kekasihnya yang menyala di atas
meja.
"Panggilan masuk
dari ... Maya?" lirih Keysa membaca beberapa tulisan yang tertera di
layar.
"Angga, Angga
Sayang, ayo bangun." Keysa menggoyang-goyangkan tubuh laki-laki itu yang
masih tertidur pulas. Tapi dasar Angga, ia malah menarik tubuh Keysa hingga
terjatuh di atas tubuhnya.
"Hm, kamu baru
mandi ya? Pengen main lagi?" ujar Angga tanpa membuka mata.
"Sayang, s*karang
bukan waktunya untuk itu. Kamu harus pulang."
"Halah, ngapain sih
pulang? Aku lebih betah di sini tahu sama kamu." Angga semakin mengeratkan
pelukan.
Tubuh Keysa memang
sedikit berisi. Dan semakin membuat laki-laki itu lebih nyaman dan betah saat
memeluk si janda itu.
"Iya, iya, aku
tahu. Tapi masalahnya kamu harus pulang ke rumah. Karena Maya sudah
pulang."
"Hah, apa? Maya
sudah pulang?"
Mata Angga langsung
terbuka sangat lebar saat tahu kalau istrinya sudah kembali dari luar kota.
Sedangkan dia masih berada di kamar Keysa dengan tubuh t3lanjang dan berbalut Keysamut.
"Kamu serius?"
"Iya, aku serius.
Dia menelponmu berkali-kali dan mengirim beberapa pesan singkat."
Angga langsung mengambil
handphonenya. Dan benar kalau Maya sudah menelponnya beberapa kali.
"Astaga, s*karang
aku harus bagaimana?"
Angga sangat panik. Dia
langsung beranjak dari ranjang dan mengambil pakaiannya yang berserakan di
lantai. Ini pertama kalinya dia tidak berada di rumah saat Maya pulang dari
luar kota.
"Sayang, maafin aku
ya. Aku tinggal dulu. Kamu paham kan keadaanku?"
"Iya, aku paham
kok. Ya sudah kamu pulang sana," ucap Keysa yang masih duduk di ranjang.
Angga merasa semakin
jatuh cinta dengan Keysa karena pengertiannya. Bahkan wanita itu tidak marah
saat dia hendak pulang ke rumah untuk menemui istrinya.
Tidak lupa sebelum pergi
dia meninggalkan kecupan hangat di kening Keysa dan sedikit mengacak-acak
rambut kekasihnya itu dengan lembut. Sebenarnya Angga masih belum ingin
mengakhiri kebersamaannya dengan Keysa. Apalagi melihat tubuh s3xy si Janda
yang hanya mengenakan handuk saja.
Angga keluar dari rumah
itu. Dia pun sangat berhati-hati karena rumahnya dengan si janda bersebelahan.
Bahkan hanya membutuhkan lima langkah saja untuk sampai di rumahnya.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsallam,
ya ampun, Mas Angga kamu dari mana?"
Maya sangat
mengkhawatirkan suaminya.
"A-aku habis keluar
jalan-jalan pagi. Kamu kan tahu sendiri kalau aku jarang olahraga."
"Oh, aku kira kamu
dari mana? Aku itu sengaja pulang pagi biar bisa ketemu kamu. Aku kangen banget
sama kamu, Mas."
Maya memeluk suaminya.
Dia benar-benar sangat merindukan Angga setelah dua hari meninggalkan Angga di
rumah. Meski ini bukan pertama kalinya dia keluar kota.
"Iya, Sayang. Aku
juga merindukanmu."
"Mas, kok baju kamu
bau parfum perempuan?" tanya Maya saat memeluk suaminya.
Selanjutnya…..
Part 1-30
https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html
Part 3: CURIGA
"Masa sih,
Sayang?"
Angga berpura-pura
mencium badannya sendiri. Dan memang benar yang dikatakan Maya kalau bajunya
bau parfum perempuan.
"Nggak ah. Nggak
bau apa-apa kok."
"Nggak Mas. Beneran
baju kamu bau parfum perempuan. Kayaknya aku nggak salah cium deh."
Maya mendekati suaminya
lalu menciumi baju Angga dan memang benar kalau bau tercium bau parfum
perempuan. Dia sangat yakin dengan penciumannya.
"Hm, masak sih?
Tapi aku tidak mencium apa pun. Sudah, Sayang. Dari pada kamu mengada-ngada
yang nggak penting mending kamu bikinin aku sarapan karena perutku keroncongan
nih."
Angga mencoba
mengalihkan kecurigaan Maya dia tidak mau istrinya semakin mempermasalahkan
soal bau parfum Keysa yang menempel di bajunya. Karena dia sendiri memang
mencium bau hMaya dari bajunya.
"Hm, tapi aku yakin
s*kali kalau bajumu bau parfum perempuan. Tapi ya sudah lah. Oiya, aku sudah
belikan sarapan buat kamu, Mas tadi waktu perjalanan pulang."
"Oiya, kamu beli
apa memangnya?"
"Aku beli bubur
ayam kesukaan kamu."
"Wah, kamu memang
pengertian s*kali. Tahu saja kalau aku sangat lapar."
Angga berjalan menuju
meja makan. Dia pun langsung membuka bingkisan yang berada di meja.
"sini aku
bukakan."
Dengan senang hati Maya
melayani suaminya. Meski sebenarnya dia merasa sangat lelah karena perjalanan
jauh yang dia tempuh semalam.
Melihat wajah Angga yang
terlihat sangat senang membuat rasa lelahnya sedikit berkurang. Maya pun duduk
dan mereka makan bubur ayam bersama.
"Oiya, Mas.
Memangnya kamu joging kemana? Kok aku nggak lihat kamu waktu pulang?"
"E-aku joging ke
arah Taman Sejahtera."
"Kok jauh banget,
Mas? Kenapa nggak di Taman Melati saja yang dekat dengan rumah?"
"Mmm, biar sedikit
jauh. Kan semakin jauh semakin baik."
Angga merasa seperti
sedang diintrogasi oleh istrinya sendiri. Kalau sampai dia salah menjawab Maya
pasti akan bertanya semakin banyak.
"Kamu memang perlu
rajin joging, Sayang. Lagi pula kerjaanmu kan di rumah jadi jarang gerak
kan?"
"Iya, Sayang. Aku
juga berpikir begitu."
Sambil mengunyah Maya
melihat bubur ayam suaminya yang masih banyak. Tidak biasanya Angga seperti
tidak nafsu makan, padahal itu adalah makanan kesukannya.
"Lho, Mas. Kamu
lagi nggak nafsu makan? Kok buburnya masih banyak?"
"E-iya, Sayang.
Tadi malam aku makan banyak jadi sampai s*karang belum lapar."
Maya mengangguk. Dia
memang selalu percaya dengan semua yang diucapkan oleh Angga. Bahkan sedikit
pun tidak ada rasa curiga dengan suaminya.
"Oiya, Mas. Aku
dengar-dengar dari orang-orang katanya Mbak Keysa yang tinggal disebelah rumah
kita itu sering didatangi laki-laki, lho."
Uhuk! Uhuk!
Angga terkejut s*kali
saat istrinya membahas soal Keysa, janda yang sedang dekat dengannya. Bahkan
semalam dia menghabiskan wantu dengan wanita yang dimaksud Maya.
"Masak sih,
Sayang?"
"Serius, Mas. Aku
dengar dari banyak orang waktu beli sayur kemarin di depan."
Angga menelan ludah.
Laki-laki itu menggapai gelas berisi air putih dan meminumnya. Tiba-tiba dia
merasa gerah.
"Sudah lah, Sayang.
Nggak usah mikirin omongan orang. Apalagi Mbak Keysa kan tetangga kita. Lebih
baik kita tidak tahu apa-apa."
"Iya juga sih, Mas.
Kemarin juga banyak ibu-ibu yang tanya soal itu sama aku."
Maya mengekas bekas
bubur ayam dan membuangnya ke tong sampah. Tidak lupa dia pun mencuci tangannya
di wastafel.
Tok! Tok! Tok!
Tiba-tiba ada seseorang
yang mengetuk rumah mereka.
"Biar aku saja yang
buka, Mas."
"Kamu yakin? Kamu
kan baru pulang pasti kamu lelah."
"Nggak, Sayang.
Kamu tenang saja."
Maya tersenyum pada
suaminya. Dia merasa kalau Angga sudah terlalu sabar menerima kesibukannya di
kantor yang jarang di rumah saat harus menjalankan bertugas di luar kota.
Dengan mengenakan baju
yang sama dia membukakan pintu untuk tamu yang datang ke rumah. Karena dia
belum sempat ganti baju sedari tadi.
"Mbak Keysa?"
Maya terkejut s*kali
saat melihat janda sebelah yang bertamu ke rumahnya. Meski mereka sudah lama
bertetangga Keysa baru dua kali ini berkunjung ke rumah saat dia berada di
rumah.
Dia tidak tahu kalau
janda itu kerap ke rumahnya saat dirinya tidak berada di rumah. Dengan memakai
rok diatas lutut membuat Keysa terlihat sangat s3xy dan menggoda.
"Selamat pagi, Maya."
"Iya, selamat pagi
juga, Mbak. Oiya, ada apa ya?"
"Oh, nggak. Ini aku
mau mengembalikan ponsel milik Angga."
"Ponsel milik Mas Angga?"
Maya terkejut s*kali
saat janda itu mengatakan ponsel suaminya ada di wanita itu. Dia melihat ponsel
yang sedang dipegang di tangan Keysa dan memang itu ponsel milik suaminya.
"Lho, kok ponsel
suami saya ada di Mbak Keysa?"
Janda itu tersenyum
sambil mengelus lembut rambut panjangnya. Keysa memang telihat sangat cantik.
Bahkan kulitnya putih bersih terawat dan tidak terlihat kalau usianya sudah
empat puluh tahun. .
"Sayang, siapa yang
datang?" teriak Angga dari dalam rumah.
Maya masih diam sambil
menunggu jawaban dari Keysa, mengapa ponsel suaminya ada di tangan wanita itu.
Dia tidak mau berpikir kalau suaminya ada main dengan janda yang kerap menjadi
perbincangan tetangga akhir-akhir ini.
"Sayang, siapa sih
yang dat-ang?"
Angga syok s*kali
melihat Keysa berada di rumahnya bersama Maya. Entah apa yang dia pikirkan saat
itu.
"Mas, ponsel kamu
kok bisa ada di Mbak Keysa?" Maya langsung menanyakan soal ponsel
suaminya.
Dan Angga baru ingat
kalau ponsel itu tertinggal di kamar Keysa. Karena dia tadi sangat buru-buru
waktu tahu Maya sudah pulang ke rumah sampai dia tidak kepikiran ponselnya.
Angga yang panik pun
merasa mulutnya terkunci saat hendak memberi alasan untuk menjawab pertanyaan
istrinya. Karena dia memang baru pertama kali ini berbohong pada Maya.
"I-itu,"
"Itu apa,
Mas?"
Maya jadi berpikir yang
tidak-tidak karena Angga seperti tidak bisa menjawab pertanyaannya. Bahkan
wajah suaminya itu pun berubah menjadi pucat s*ketika.
"Maya, kamu jangan
salah paham dulu. Aku menemukan ponsel suamimu di jalan depan rumahku. Karena
aku tahu ini ponsel Angga jadi aku ke sini untuk mengembalikannya," ujar Keysa.
Angga akhirnya bisa
bernapas lega. Dia takut s*kali kalau Maya tahu semalam dia tidur di rumah
janda sebelah.
Dan Keysa paham betul
kalau Angga belum pandai berbohong pada istrinya. Karena ini baru pertama kali
laki-laki itu menjalin hubungan gelap dengan wanita lain setelah menikah Maya.
"Oh, jadi ponsel
suamiku jatuh. Ya ampun, Mbak Keysa, maaf ya aku jadi berpikir yang
tidak-tidak."
"Iya nggak apa-apa,
kok."
Diam-diam Angga menatap Keysa.
Lagi-lagi pandangannya tertuju pada kulit mulus janda itu. Dia memang mengagumi
keindahan tubuh Keysa apalagi saat keadaan t3lanjang seperti semalam.
"Ini
ponselnya."
Keysa memberikan ponsel
itu.
"Iya, terima kasih,
Keysa. Eh, maksud aku Mbak Keysa."
Hampir saja Angga
keceplosan memanggil janda itu dengan embel-embel 'Mbak'. Tetapi Maya
sepertinya tidak terlalu memperhatikan kalimat yang keluar dari mulut suaminya.
"Oiya, Mbak Keysa
silakan masuk dulu," ujar Maya.
"Terima kasih untuk
tawarannya. Tapi sepertinya aku harus pergi soalnya mau ke belanja keperluan
rumah."
"Oh, gitu. Ya sudah
mungkin lain kali, Mbak Keysa bisa mampir."
"Kalau begitu aku
permisi dulu."
"S*kali lagi terima
kasih, Mbak."
Keysa pun membalikkan
badan dan pergi. Dan saat wanita itu pergi tercium bau hMaya parfum yang
tertinggal di sana.
'Lho, ini kok kayak bau
hMaya yang aku cium di baju Mas Angga?' batin Maya.
Selanjutnya…..
Part 1-30
https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html
Part 4: TETANGGA JULID
"Mas Angga,"
panggil Maya pada suaminya yang sudah masuk ke dalam rumah.
Dia pun mengejarnya.
"Iya, Maya. Ada
apa?"
"Mas, kok bau
parfum Mbak Keysa kayak bau wangi yang aku cium di bajumu tadi?"
Angga terkejut mendengar
pertanyaan dari istrinya mengenai parfum itu. Dia sendiri yakin kalau bau
parfum di bajunya itu adalah parfum milik Keysa. Dan entah bagaimana caranya
bau wangi itu menempel di bajunya.
"Ah, masak sih.
Penciuman kamu mungkin lagi bermasalah, Sayang."
Maya menggaruk-garuk
kepala. Dia yakin s*kali kalau penciumannya tidak ada masalah. Dan bau wangi
yang dia cium di baju suaminya sama persis dengan bau wangi Keysa saat dia
pergi dari rumahnya.
Angga menatap sang istri
yang masih mempermasalahkan soal bau wangi yang Maya cium. Dia berharap
istrinya akan berhenti membahas soal itu.
"Masak sih
penciumanku salah?"
"Sudah lah, Sayang.
Dari pada kamu bingung seperti itu mending kamu pergi mandi, ganti baju, nih
aku mencium aroma tidak sedap dari sini."
Maya mencium bau
badannya sendiri. Dia memang belum sempat membersihkan diri sedari tadi dia
pulang ke rumah.
"Ya ampun, maaf,
Sayang. Aku sampai lupa kalau belum mandi. Ya sudah aku mandi dulu ya."
"Iya."
Maya pergi ke kamar
untuk membersihkan diri. Sedangkan Angga dia memastikan kalau istrinya sudah
masuk ke kamar mandi. Dan tidak lama terdengar suara shower yang menyala.
"Huh, akhirnya Maya
percaya sama ucapanku. Jantungku terasa mau copot tadi," lirih Angga.
Siang hari.
Keysa baru saja pulang
membeli kebutuhan bulanan. Mobilnya berhenti di depan gerbang. Karena dia tidak
memiliki satpam jadi dia harus membuka pintu gerbang sendiri.
"Lagi nggak ada
tamu ya, Mbak Keysa, makanya bisa pergi keluar?" ujar Marmi yang sengaja
menyapa Keysa di depan gerbang rumah si janda itu.
Keysa hanya meringis
mendengar pertanyaan dari Marmi, tetangganya yang super julid. Dia berusaha
untuk tetap tenang dan santai.
"Tahu saja, Bu
Marmi ini tentang kesibukan tetangga. Suka ngintipin saya, ya?" ujar Keysa
sambil melipat tangan.
Marmi meremas kain lap
yang dia pegang. Dia memang selalu kalah kalau berdebat dengan si janda itu.
"Bu Marmi. Nggak
baik lho suka nyari informasi orang lain. Entar kena azab dalam kubur
tahu."
"Halah-halah, kayak
Mbak Keysa tahu aja soal azab. Kalau Mbak Keysa tahu azab kenapa rumahnya sering
didatangi laki-laki? Jangan-jangan Mbak Keysa open BO, ya?"
"Jaga ucapan anda,
ya?"
Kini Marmi merasa senang
karena bisa mengalahkan Keysa. Karena jarang s*kali dia bisa memojokkan janda
itu kalau sudah berdebat seperti ini.
Marmi dan suaminya
sering memergoki Keysa yang didatangi banyak laki-laki di rumahnya. Dan dia
juga yang menyebarkan isu-isu soal Keysa pada warga komplek hingga janda itu
mulai terkenal di sana.
Keysa baru saja pindah
ke rumah itu s*kitar tujuh bulan yang lalu. Dan kedatangannya di komplek itu
cukup meresahkan setelah Marmi memberi tahu orang-orang soal kehidupan Keysa
yang dikelilingi banyak laki-laki.
"Kalau saya benar
open BO kenapa? Bu Marmi takut suami Ibu ikut-ikutan ngantri di depan saya
bareng laki-laki yang lainnya?"
"Heh, kurang ajar
kamu! Laki-laki saya itu orangnya setia dan nggak gila janda kayak kamu."
"Bu Marmi yakin
suaminya nggak tergoda sama saya? Kenyataannya Ibu bisa lihat sendiri kalau
saya jauh lebih cantik, lebih s3xy dan lebih menggoda dari Ibu."
Marmi menatap seluruh
bagian tubuh Keysa yang memang sangat putih, mulus dan s3xy. Dia mengakui
keindahan tubuh janda itu sebagai seorang wanita.
Marmi pun membandingkan
tubuh Keysa dengan tubuhnya sendiri yang kurus dan tidak begitu cantik. Meski
umur mereka sama-sama empat puluh tahun tapi dia jauh terlihat lebih tua dari
si janda itu.
"Saya kasih tahu
ya, Bu Marmi. Biasanya laki-laki bakal suka dan tertarik karena sering melihat.
Dan kebetulan kan saya sama Ibu tetanggaan nih, saya jadi takut suami Bu Marmi
nggak tahan lihat tubuh saya yang s3xy ini."
Keysa memarkan bentuk
tubuhnya pada tetangganya itu. Sikapnya pun membuat Marmi merasa panas s*kali.
"Kurang ajar kamu!
Aku pastikan suamiku nggak akan terpincut sama janda murahan kayak kamu. Ya
memang tubuhku kurus nggak semontok kamu. Tapi suamiku itu cinta mati sama aku
dan nggak mungkin tergoda sama kamu."
Nada bicara Marmi sangat
keras hingga terdengar sampai ke rumahnya dan juga rumah Angga. Sampai-sampai
Parjo, suaminya keluar dari rumah karena mendengar suaranya yang sangat
lantang.
Parjo menghela napas
saat melihat istrinya sedang bersama dengan Keysa, janda yang meresahkan
komplek akhir-akhir ini. Dan bukan pertama kali Marmi bertengkar dengan Keysa.
"Sayang, kamu
ngapain sih teriak-teriak begitu. Suara kamu itu kedengaran sampai rumah."
"Bang Parjo, ini
nih gara-gara janda kegatelan. Masak dia bilang kamu ikut ngantri kayak
laki-laki bandot yang suka datang ke rumah dia. Ya aku nggak terima dong,"
ujar Marmi.
Keysa nampak masih
santai s*kali dengan kedua tangan yang masih terlipat. Meski sebenarnya dia
merasa sangat kesal dengan sikap Marmi yang menyebalkan.
"Sudah lah, Marmiku
Sayang. Jangan marah-marah seperti itu."
"Nggak bisa dong,
Bang Parjo. Janda ini juga bilang kalau tubuhku kurus sedangkan tubuhnya lebih s3xy
dan menggoda. Jelas saja aku nggak terima."
Parjo pun melihat tubuh Keysa
dari ujung kaki hingga ujung rambut. Dan pandangannya berhenti di paha mulus
janda itu yang terlihat karena Keysa memakai rok di atas lutut.
"Bang Parjo! Kamu
apa-apaan sih malah lihatin janda itu!" Marmi menepuk pundak suaminya.
"E-nggak, kok,
Marmiku Sayang. A-aku nggak lihatin dia."
"Bang Parjo, mataku
ini nggak sliwer jelas-jelas tadi kamu lihatin dia!"
Keysa terkekeh melihat
Marmi yang bertengkar dengan suaminya. Karena memang selama ini tetangga yang
satu ini suka mencari masalah dengannya.
"Tuh kan, Bu Marmi.
Suaminya aja langsung terpincut melihat kes3xyan tubuh saya. Jadi nggak saya
sarankan Bu Marmi harus lebih hati-hati."
Marmi melipat lengan
bajunya dan melototkan kedua bola matanya. Dia merasa sangat panas ancaman Keysa.
"Heh! Janda genit.
Dengarkan aku ya! Kalau kamu berani godain suamiku, aku bakal pastikan hidup
kamu jadi sengsara!"
"Ups! Ya ampun, Bu
Marmi. Saya takut s*kali dengan ancaman Bu Marmi." Keysa berlagak
ketakutan di depan tetangga julidnya.
"Hah! Inginku cekek
lehermu biar putus!"
Marmi mendekati Keysa
dan berniat untuk mewujudkan keinginannya. Melihat aksinya itu, Parjo
ketakutan.
Sedangkan Keysa dia
melangkah mundur untuk melindungi diri dari aksi kriminal Marmi. Tentu saja dia
belum ingin mati detik itu juga.
"Marmi, Sayang,
jangan!" Parjo berusaha mencegah aksi istrinya.
"Lepaskan aku,
Bang! Kamu jangan belain dia! Aku harus memberi pelajaran sama janda genit ini.
Biar nggak ada suami-suami orang yang tergoda sama dia!"
"Marmiku, Sayang.
Tindakan kamu ini terlalu berbahaya. Kamu bisa masuk polisi kalau dia sampai
mati."
Nasihat Parjo sedikit
membuat Marmi berpikir sedikit jernih. Dia tidak mau masuk penjara tapi dia
masih gemas s*kali dengan janda itu.
Suara pertengkaran
mereka yang sangat keras sampai mengundang Angga dan istrinya keluar. Mereka
penasaran apa yang sedang terjadi di luar sana.
"Ini ada apa ya?
Kenapa ramai s*kali?" tanya Maya.
Selanjutnya…..
Part 1-30
https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html
Part 5: DITINGGAL LAGI
"Nggak apa-apa,
Mbak Maya," ujar Parjo.
"Bang, kamu ini
apa-apaan sih? Nggak ada apa-apanya gimana? Jelas-jelas kita lagi beramtem sama
janda genit ini! Oh, kamu belain dia?"
Marmi menatap suaminya
marah dengan melipat kedua tangan. Dia tidak terima suaminya membela si janda
itu.
Sedangkan Keysa dia
masih bersikap santai meski kini Angga berada di sana. Dan laki-laki itu sedang
mencuri-curi pandang di balik istrinya.
"Marmiku, Sayang.
Aku nggak belain dia. Cuma aku nggak mau tambah ramai aja."
"Biarin, Bang.
Biarin semua tetangga, warga kalau perlu sampai masuk berita Tv biar semua
orang tahu kelakuan bejat janda ini yang suka buka open BO di rumahnya. Ini itu
cukup meresahkan!"
Parjo menghela napas
dalam-dalam. Dia tidak tahu lagi bagaimana cara merendakan amarah istrinya. Dia
pun tidak berani menatap Keysa dan melihat paha mulus si janda itu yang
benar-benar sangat menggoda iman.
"Mbak Marmi, sudah
ya jangan bertengkar lagi. Nggak enak dilihat sama tetangga yang lain. Apalagi
tuduhan Mbak kan belum ada bukti," ujar Maya memberi nasihat.
"Astaga, Maya. Aku
itu sudah sering s*kali lihat banyak lelaki yang mendatangi rumah dia. Bahkan
aku juga pernah melihat laki-laki yang postur tubuhnya mirip suami kamu."
Degg!!
Maya terkejut
mendengarnya. Apalagi bau parfum baju Angga yang mirip dengan parfum Keysa
masih saja belum hilang dari ingatannya.
Di belakang Maya. Angga
merasa jantungnya mau berhenti. Dia tidak mau hubungannya dengan Keysa
diketahui oleh istrinya.
Meski dia kini lebih
merasa nyaman dengan Keysa ketimbang dengan istrinya sendiri yang suka pergi ke
luar kota dan meninggalkannya sendiri di rumah.
Menurutnya suami itu
butuh belaian. Jadi tidak salah jika dia mencari belaian wanita lain untuk
kesenangan pribadi.
"Mbak Marmi jangan
semAnggangan ngomong ya! Karena ucapan Mbak itu istriku bisa jadi salah paham
nantinya. Lagi pula mana mungkin aku Keysangkuh sama janda itu." ujar Angga
melindungi diri.
Keysa menelan ludah
mendengar ucapan Angga. Dia sedikit tersinggung karena laki-laki Keysangkuhannya
itu juga ikut memojokkanya. Setelah apa yang mereka berdua lakukan semalam.
Maya menatap wajah Keysa.
Dia melihat kesedihan di wajah wanita itu dan merasa tidak tega. Meski dia
masih bertanya-tanya soal bau parfum yang tadi dia cium tapi itu belum cukup
kuat untuk mendukung perKeysangkuhan suaminya dengan si janda.
"Sudah-sudah,
kalian nggak usah debat lagi. Kasihan Mbak Keysa dituduh begitu. Mending kita
semua bubar saja."
Semua orang setuju
dengan usulan Maya dan terkecuali Marmi saja. Marmi masih ingin memaki-maki Keysa
hingga puas. Tapi suaminya, Parjo menghalangi aksinya.
Marmi yang tidak mau
suaminya tergoda pun akhirnya memilih mengalah dan menuruti suaminya untuk
masuk ke dalam rumah. Karena dia beberapa kali memergoki Parjo sedang melihat
paha Keysa yang terlihat karena memakai rok di atas lutut.
"Terima kasih, ya, Maya.
Karena kamu sudah belain saya."
"Iya sama-sama,
Mbak Keysa."
Janda itu kemudian masuk
ke rumah. Dan sebelum pergi dia menatap Angga dengan tatapan kesal.
"Yuk, masuk,
Mas," ajak Maya.
Angga berjalan dengan
rasa bersalah pada Keysa. Dia berpikir kalau Keysangkuhannya itu pasti marah
karena ucapannya tadi.
Maya berbalik badan dan
melihat suaminya yang berhenti dan melamun.
"Mas, kamu mikirin
apa sih?" tanyanya.
"E-nggak, kok. Aku
nggak mikirin apa-apa."
Maya berjalan mendekati
suaminya. Dan mencoba untuk bertanya lagi.
"Sayang, kalau ada
apa-apa kamu bisa cerita sama aku."
Mereka berdua saling
bertatap mata. Tapi entah mengapa Angga tidak merasakan getaran cinta saat Maya
berada di dekatnya. Bahkan dipikirannya hanya ada Keysa dan Keysa.
"E, nggak. A-aku
cuma ada masalah sedikit soal kerjaan."
"Kerjaan kamu lagi
ada masalah, Mas? Masalah apa?"
"Masalah sedikit
saja. Kamu nggak perlu khawatir, okay."
"Nggak apa-apa kamu
cerita saja sama aku, Mas. Siapa tahu aku bisa membantu."
Angga hanya mencari
alasan saja agar istrinya tidak curgia. Dan soal kerjaan sebenarnya tidak ada
masalah apa pun.
Sambil menatap Maya yang
berdiri di depannya. Dia merasa tidak ada perasaan cinta sedalam biasanya.
"Ya sudah, nggak
apa-apa kalau kamu nggak mau cerita. Tapi, Mas kamu harus janji sama aku kalau
ada masalah kamu cerita, ya."
Maya memeluk suaminya.
Dia sangat merindukan suaminya. Dan tiba-tiba...
Drrrtt...
Ponselnya berbunyi. Dia
pun langsung mengambil ponsel yang ada di saku celananya.
"Sebentar ya, Mas.
Aku angkat telepon dulu."
Maya berjalan sedikit
menjauh untuk mengangkat telepon dari Rayhan, rekan kerjanya.
Angga selalu cemburu
setiap kali istrinya mendapat telepon dari Rayhan. Meski dia tahu kalau mereka
berdua hanya sebatas patner kerja.
"Apa, Rayhan? Kita
harus ke Bandung hari ini juga?" ucap Maya.
Mendengar itu Angga
hanya menghela napas. Baru saja istrinya pulang sudah harus pergi ke luar kota
lagi. Dan ini bukan pertama kali dia ditinggal istrinya untuk beberapa hari
lamanya.
"Iya, Rayhan. Kalau
begitu aku bilang sama Mas Angga dulu ya," ujar Maya pada laki-laki yang
berada di sana.
Dia menutup telepon dan
menunduk sedih. Belum genap satu hari dia sudah harus pergi meninggalkan
suaminya.
"Sayang, Aku-"
"Ada kerjaan keluar
kota lagi, kan?"
Maya mengangguk.
"Sayang, ini
kerjaan sangat mendadak dan penting. Jadi mau nggak mau aku harus pergi."
Angga sebenarnya ingin
mencegah kepergian Maya. Tapi dia rasa hanya percuma saja.
"Ya sudah, kamu
pergi saja."
"Kamu serius,
Mas?"
"Iya aku
serius."
Maya memeluk suaminya.
Dia merasa sangat berat s*kali harus meninggalkan Angga. Padahal dia berniat
mengajak Angga dinner nanti malam.
"Terima kasih,
Sayang. Kamu sudah mau mengerti aku."
Angga hanya mengangguk.
Dia tidak sanggup menjawabnya. Dadanya terasa sangat sesak.
"Kalau begitu aku
siap-siap dulu."
"Okay."
Maya meninggalkan
kecupan di pipi kiri Angga. Lalu beranjak pergi ke kamar untuk menyiapkan Anggang-Anggang
yang perlu dibawa keluar kota.
Di rumah. Keysa sedang
makan salad di ruang makan. Dia termasuk wanita yang menjaga postur tubuhnya
agar terlihat ideal.
Tok! Tok! Tok!
Seseorang mengetuk pintu
Keysa.
Karena kejadian tadi
siang membuat dia malas s*kali bertemu siapa pun. Belum lagi perkataan Angga
yang menyinggung perasaannya.
Keysa menutup salad yang
sedang dia makan lalu melap mulutnya dengan tysu. Mau tidak mau dia harus
membukakan pintu rumah untuk tamu-tamu yang datang ke rumahnya.
"Angga?" Keysa
terkejut saat melihat Angga yang datang.
Dia menolah-noleh untuk
memastikan tidak ada yang lihat apalagi Marmi dan suaminya yang suka julid.
"Izinkan aku
masuk," ucap Angga yang menggunakan topi hitam untuk menutupi identitas
diri.
Keysa mengangguk. Dia
melihat raut wajah Angga yang tidak biasa-biasa saja. Seperti ada kesedihan
yang mendalam.
Angga duduk di sofa dan
melepas topi hitamnya. Lalu dia bersandar dan memejamkan mata.
"Kamu kenapa, Angga?"
"Apalagi kalau
bukan istriku yang pergi ke luar kota!"
"Bukanya Maya baru
pulang tadi pagi?"
Angga mengangguk.
"Aku seperti tidak
punya istri kalau begini caranya. Kamu tahu kan kalau aku kesepian di rumah
sendiri. Dan Maya selalu sibuk dan sibuk dengan pekerjaannya tanpa memikirkan
aku sedikit pun."
Keysa mengangguk. Meski
dia masih merasa kesal dengan Angga tadi tapi tidak dipungkiri kalau dia kini
telah jatuh cinta pada laki-laki yang lebih muda darinya bahkan sudah memiliki
istri.
Keysa beranjak dan duduk
di sebelah Angga. Sambil mengelus-elus pundak laki-laki itu.
"Kamu yang sabar
ya, Angga. Aku tahu bagaimana perasaanmu."
"Memang cuma kamu
yang mengerti perasaanku, Keysa."
Janda itu bersandar di
pundak Angga tanpa malu. Dia pun merasa nyaman berada di dekat laki-laki yang
sudah beristri itu.
Angga pun tidak
keberatan. Karena dengan kehadiran Keysa membuat dia merasa tidak kesepian
lagi.
"Oiya, aku punya
DVD baru. Apa kamu mau melihatnya?"
"Boleh."
"Ya sudah kalau
begitu kita ke kamarku saja ya. Karena DVDnya ada di kamar."
Angga terdiam saat
mendengar kata 'kamar'. Bayangannya pun melayang entah kemana dan pandangannya
tertuju pada dada Keysa yang sedikit terbuka.
"Angga, ayo,"
ucap Keysa.
Selanjutnya…..
Part 1-30
https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html
Part 6: MALAM DI RUMAH SEBELAH
Keysa menggenggam tangan
Angga dan mengajaknya masuk ke dalam kamar. Laki-laki itu seperti terhipnotis
kalau sudah dekat-dekat dengan wanita itu.
"Nah, ini DVD
barunya."
Keysa menunjukan DVD baru
miliknya. Lalu dia sengaja menyetel lagu romantis malam itu. Tiba-tiba saja Angga
ikut menyanyi saat musik mulai berirama.
"Lho, kamu
penggemar Eric Clapton ternyata?"
Angga mengangguk dan
tersenyum.
"Iya, bahkan aku
hafal beberapa lagu milik Eric Clapton."
Keysa tidak menyangka
kalau Angga menyukai penyanyi yang sama dengannya. Angga pun melanjutkan
liriknya dan suaranya cukup merdu hingga membuat Keysa terpesona.
"Gimana kalau kita
berdansa?" ujar Angga.
"Boleh."
Angga menarik tangan Keysa
dan berdansa di kamar itu. Dan dengan sangat mudah dia kini bisa melupakan
kekesalannya pada Maya yang lagi-lagi pergi ke luar kota.
Janda itu selalu
berhasil merubah suasana hatinya. Meski usia mereka terpaut lumayan jauh dan Keysa
terhitung lebih tua darinya.
Seperti biasa Keysa
mengenakan baju pendek yang selalu membuat g4irah bagi siapa pun yang
melihatnya. Body mulus dengan sedikit bulu halus pasti akan menggoda laki-laki
yang melihatnya. Begitu juga dengan Angga.
"Aku nggak nyangka
suaramu semerdu itu," ujar Keysa dengan tangan melingkar di leher
kekasihnya itu.
"Hm, begini-begini
dulu aku pernah jadi vokalis band di s*kolah. Bahkan aku sering mendapatkan
juara dalam beberapa ajang kopetisi."
"Oiya?"
Angga mengangguk.
Tangannya yang melinggar di pinggang Keysa pun merapatkan tubuhnya dengan janda
itu hingga terasa dua gunung besar yang mengganjal di bagian dadanya.
Laki-laki itu menelan
ludah sambil menatap ke bagian itu. Dan lagi-lagi hasratnya pun datang.
"Pasti dulu kamu
playboy. Iya kan?"
"Nggak dong, aku
itu tipe laki-laki yang setia."
"Oiya? Tapi
buktinya s*karang?"
"Sayang, kamu kan
tahu sendiri posisiku saat ini. Maya suka pergi meninggalkan aku. Bahkan aku
merasa seperti tidak punya istri. Dan kamu-"
"Aku? Aku
kenapa?"
"Kamu selalu
membuat hari-hariku lebih berwarna. Kamu lebih menghargai aku dan yang jelas
kamu selalu membuat aku puas di ranjang."
Keysa menggelengkan
kepala. Karena dia juga merasakan hal yang sama. Meski dia sendiri tidak tahu
sampai kapan hubungannya dengan Angga akan bertahan tanpa diketahui oleh siapa
pun.
Dari s*kian banyak
laki-laki yang datang ke rumah untuk mendekatinya hanya Angga yang mampu
menaklukan dirinya. Bahkan dia rela berhubungan sampai batas kewajaran.
"Jangan bohong, Angga.
Aku tahu kalau Maya tetaplah menjadi wanita yang kamu cintai."
"Keysa, kamu tidak
percaya dengan ucapanku?"
Keysa menghentikan dansa
mereka. Tiba-tiba dia menjauh dari kekasih gelapnya dan berjalan mendekat
jendela.
Angga masih berdiri di
sana dengan tatapan yang tertuju pada bokong besar milik Keysa. Rasanya dia
geram s*kali ingin menikmatinya.
"Tentu saja aku
tidak percaya, Angga. Bagaimana pun Maya itu kan istri sah kamu. Dan nggak
mungkin kamu tidak mencintainya."
Angga berjalan mendekati
Keysa dan memeluknya dari belakang. Tubuh janda itu memang sangat enak kalau
dipeluk. Berbeda s*kali dengan tubuh Maya yang kurus dan tidak berisi.
Keysa pun membiarkan Angga
yang memeluknya dari belakang. Dia sama s*kali tidak merasa keberatan dengan
tindakan kekasihnya itu.
"Sayang, ayo lah
percaya sama aku. Aku sama s*kali nggak bohong. S*karang aku lebih mencintai
kamu dan nyaman dengan kamu."
Angga menaruh dagunya di
atas pundak Keysa. Wanita itu pun tersenyum sambil mengelus-elus lembut pipi
kekasihnya.
"Tapi Angga, aku
ini hanya seorang janda. Bahkan banyak yang tidak suka denganku."
"Tapi aku suka.
Kamu nggak usah peduli sama ucapan orang-orang tentang kamu. Yang penting
dimata aku kamu adalah wanita yang sempurna."
Keysa tersenyum. Setelah
dia ditinggal suaminya meninggal tujuh tahun lalu. Dia memang hidup dengan
banyak dikelilingi lelaki hidung belang demi mencukupi kebutuhannya.
Dan hanya Angga yang
benar-benar bisa membuatnya jatuh cinta kembali setelah suaminya. Meski dia
mungkin tidak bisa berharap lebih dari seorang kekasih simpanan karena Angga
masih memiliki istri.
"Oiya, kamu pakai
sabun mandi apa sih?"
"Memangnya
kenapa?"
"Nggak apa-apa,
Cuma baunya bikin aku pingin dekat-dekat sama kamu."
Keysa menggelitiki Angga
gemas.
"Kamu ini,
ya."
"Ampun-ampun,
Sayang, aduh geli."
Angga berusaha untuk
membalas Keysa dengan menggelitiki janda itu. Dan dia berhasil membuat Keysa
geli dan giliran memohon ampun pada laki-laki itu.
"Aduh, Sayang,
geli. Sudah-sudah."
Angga yang tidak tega
pun akhirnya menghentikan aksinya. Sambil tertawa dengan tangan memegangi
perut.
Dia menatap wanita itu. Angga
merasa sangat senang ketika bersama dengan Keysa. Oleh karena itu dia lebih
betah berada di rumah janda sebelah ketimbang di rumahnya sendiri.
"Kamu kenapa sih
menatapku seperti itu?"
"Nggak, senang saja
lihat wajah kamu yang cantik."
"Hm, bisa saja ya
kamu."
Keysa duduk di kursi
riasnya sambil mendengarkan lagu yang masih berputar. Dia pun menyilangkan
kakinya hingga menarik pandangan Angga pada pahanya yang mulus.
Angga menelan ludah. Dia
tidak sabar ingin memeluk Keysa detik itu juga. Tapi dia menunggu waktu yang
tepat dan tidak terburu-buru dan membuat wanita itu akan berpikir negatif
tentangnya.
"Berapa hari Maya
pergi ke luar kota?"
"Entahlah. Dia
belum kasih tahu berapa lama dia pergi."
Keysa mengangguk. Dia
berharap kalau Maya akan lama di luar kota. Dengan begitu dia bisa berlama-lama
dengan suaminya.
Keysa merapikan rambut
panjangnya dan sedikit memanjakan roknya untuk memancing Angga.
"Malam ini kok
gerah banget, ya." Keysa mengipas-ipas tangannya.
Angga mencoba memalingkan
tatapannya yang tertuju pada paha janda itu yang terbuka dan nampak lebih
jelas. Tapi lagi-lagi dia tidak tahan.
"I-iya, aku juga
merasa gerah malam ini."
"Hm, kayaknya enak
sih kalah dibawa mandi aja."
"Mandi?" Angga
terkejut syok s*kali mendengar ucapan Keysa. Pikirannya langsung tertuju pada
kamar mandi dan bau hMaya sabun yang dipakai oleh janda itu.
"Iya mandi. Biar
gerahnya sedikit hilang. Memangnya kamu betah kalau gerah begitu?"
Keysa beranjak dari
tempat duduk dan menghempaskan rambutnya. Dia pun membuka dua kancing bajunya
untuk memancing g4irah Angga.
Saat melihat wajah
laki-laki itu pucat dia pun langsung melangkahkan kaki ke kamar mandi yang
berada di dalam kamar. Dan langkahnya berhenti di pintu lalu menoleh ke
belakang.
"Angga, aku mandi dulu
ya. Kamu tunggu saja di sini," ujar Keysa.
"I-iya, Keysa."
Tidak lama pintu kamar
mandi pun tertutup dan mulai terdengar suara percikan air dari dalam sana. Dia
semakin gelisah dibuatnya.
'Brengs*k! Kenapa kamu
selalu bikin aku nggak tahan begini, Keysa?' batin Angga.
Di rumah. Marmi sedang
mengintip rumah Keysa dan jendela kamarnya.
"Sayangku, malam
ini malam jum'at, lho," ujar Parjo yang baru saja masuk kamar.
Namun, Marmi masih fokus
dengan aksinya dan tidak mendengar ucapan Parjo. Padahal suaminya itu sudah
bersiap-siap untuk menyenangkan istrinya malam ini.
"Marmi, kamu lagi
ngapain sih, Sayang?"
Parjo yang penasaran pun
mendekati istrinya yang sedang berdiri di jendela. Padahal Marmi sudah
mengenakan baju piyama kuning yang biasa dia gunakan saat malam jum'at tiba.
"Sayang, kamu lagi
apa sih? Kenapa nggak jawab pertanyaanku?"
"Ya ampun, Pak.
Kamu ini bikin aku kaget aja," bentak Marmi.
"Hm, kok kamu marah
sih, Sayang?"
Marmi menghela napas.
"Sayang, aku itu
lagi mengamati rumah si janda genit itu."
"Lho, memangnya ada
apa lagi sama Keysa?"
Marmi sebenarnya tidak
suka kalau membahas Keysa dengan suaminya. Karena dia takut suaminya juga akan
terpincut dengan pesona si janda sebelah.
"Aku itu lihat
bayangan Keysa dengan laki-laki di kamarnya," ujar Keysa.
Selanjutnya…..
Part 1-30
https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html
Part 7: KEKHAWATIRAN MAYA
"Masak sih? Kamu
salah lihat kali, Marmi. Keysa itu kan nggak punya suami, mana mungkin ada
laki-laki di kamarnya?"
Marmi menghela napas.
"Pak, jelas-jelas
kamu kan tahu sendiri kalau Keysa itu janda genit yang suka Open BO. Ya bisa
aja kan yang ada di kamar Keysa itu tamunya malam ini."
Parjo melihat kamar Keysa
yang masih menyala lampunya. Dia tidak melihat bayangan apa pun di sana seperti
yang istrinya katakan.
"Tapi di depan
rumah nggak ada kendaraan yang terparkir, kok. Mungkin kamu salah lihat."
"Ya ampun, Parjoku,
Sayang. Mataku ini belum rabun. Aku benar-benar melihat bayangan wanita dan
perempuan yang sedang berpelukan di jendela kamar Keysa. Aku yakin kalau dia
sedang bersenang-senang dengan tamunya."
Parjo selama ini belum
melihat dengan mata kepalanya sendiri mengenai tuduhan-tuduhan istrinya pada
janda sebelah. Tapi dia mengenal betul siapa istrinya. Marmi merupakan wanita
yang jujur meski sangat cerewet.
Mereka sudah sangat lama
menikah namun tidak memiliki anak. Tapi rumah tangga mereka masih sangat
harmonis hingga saat ini. Usia mereka hampir sama dengan usia Keysa.
"Sudah lah, Marmi.
Ngapain sih ngurusin Keysa."
"Lho, kok kamu bisa
ngomong begitu? Nih, Pak. Sikap Keysa itu bisa mencemarkan nama baik di komplek
ini. Lagi pula Keysa itu kan baru saja pindah ke sini. Dan kita sebagai
penghuni lama harus mencegah hal-hal buruk di komplek ini dong."
Parjo hanya mengangguk.
Niat hati dia ingin bersenang-senang dengan istrinya. Tapi Marmi malah membuat
moodnya hilang s*ketika.
Dia pun sengaja hanya
mengenakan kaos dan celana pendek saja. Agar bisa lebih gampang melepasnya
nanti.
Tapi istrinya itu malah
sibuk mencari informasi soal janda sebelah untuk bahan gosip besok pagi dengan
tetangga-tetangga yang lain. Parjo sudah sangat hafal dengan istrinya itu.
"Tapi, Pak. Memang
aneh sih. Kenapa nggak ada kendaraan di s*kitar rumah Keysa. Masak iya
laki-laki itu datang pake taksi atau mungkin jalan kaki?"
Marmi masih memecahkan
teka-teki yang mengusik pikirannya. Dia harus bisa menebak rasa penasarannya
sendiri.
"Kan aku sudah
bilang tadi, Sayang," Parjo melipat kedua tangannya. Dia tidak peduli
dengan omongan Marmi yang menurutnya tidak penting.
"Pak,
jangan-jangan?"
"Jangan-jangan
apa?"
Marmi menatap tajam
suaminya. Sikapnya membuat Parjo merasa malas s*kali. Karena malam ini harusnya
dia melayani suaminya bukan mencari info penting soal Keysa.
"Jangan-jangan
laki-laki yang ada di sana itu Angga, suaminya Mbak Maya."
"Astaghfirulloh,
Marmi. Kamu jangan asal menuduh gitu. Nanti bisa jadi masalah besar kalau
kedengaran orang lain."
"Ya ampun, Pak. Aku
itu nggak asal nuduh. Tapi coba pikir saja kenapa nggak ada mobil atau motor di
s*kitar rumah Keysa. Lagi pula tadi sore aku lihat Maya pergi sama rekan
kerjanya. Dan pas aku tanya Maya itu mau keluar kota."
Parjo jadi sedikit
kepikiran dengan ucapan istrinya. Karena dia berpikir kalau suami pasti akan
merasa kesepian saat istrinya tidak ada di rumah. Itu yang dia rasakan kalau
Marmi sedang berpergian jauh dengan teman-temannya.
"Sayang, sudah
jangan suhudzon begitu. Nanti kalau Maya tahu kan jadi nggak enak sama dia kita
mencurigai suaminya."
Marmi kesal pada
suaminya yang tidak percaya dengan dugaan perKeysangkuhan antara Angga dengan Keysa.
Padahal dia yakin kalau Angga termasuk laki-laki yang memiliki hubungan serius
dengan janda sebelah itu.
"Kamu ini bikin aku
emosi saja. Ya sudah terserah kalau kamu nggak percaya."
Marmi pergi ke ranjang
menarik Keysamut dan bersiap-siap untuk tidur.
"Lho, Marmiku,
Sayang. Kok kamu malah narik Keysamut sih? S*karang kan malam jum'at."
Marmi tidak peduli. Dia
sudah terlanjur kesal dengan suaminya. Wanita itu pun merapatkan Keysamutnya
lalu memejamkan mata.
"Tidak ada jatah
untuk kamu malam ini, Pak. Salahnya sendiri kamu bikin aku marah."
"Lho, jangan begitu
dong, Marmi. Aku sudah mandi lama dan pakai wangi-wangian khusus buat malam
jum'at kita."
Parjo mendekati Marmi
dan mencoba membujuknya. Tapi istrinya itu malah berbalik badan
membelakanginya.
"Sayang ayo lah,
kamu mau membiarkan aku tidak bisa tidur malam ini?"
"Biarin! Biar jadi
pelajaran buat kamu kalau percaya sama istri itu wajib."
Parjo menunduk. Kini dia
harua berbesar hati tidak melakukan ritual wajib malam jum'at bersama istrinya.
Di kamar. Angga masih
menahan diri saat mendengar percikan air dari dalam kamar mandi Keysa. Sudah
hampir tiga puluh menit kekasihnya mandi tapi belum kunjung keluar dari sana.
Angga pun melangkahkan
kakinya mendekati kamar mandi dan membuka pintunya. Dan dia tertegun melihat Keysa
yang sedang mandi tanpa mengenakan sehelai kain di tubuhnya.
"Eh, Angga. Kamu
mau mandi juga, Sayang?" tanya Keysa tanpa malu.
Angga merasa mulutnya
terkunci. Tubuh janda itu memang sangatlah menggoda. Apalagi ditambah rambutnya
yang kini basah.
"Sini kalau mau
mandi. Biar aku siapkan airnya."
Keysa mengisi air di
Bathtub untuk mandi Angga.
"Sudah,
Sayang," ujar Keysa.
"I-iya."
Angga melepas
pakaiannya. Lalu malu-malu dia mendekati bak kamar mandi. Tiba-tiba tangannya
menarik Keysa dan mereka berdua tercebur ke dalam Bathtub bersama.
"Ah, Angga. Aku
sudah hampir selesai."
"Keysa, temani aku
mandi, okay."
"Tapi aku sudah
hampir selesai, Angga."
Laki-laki itu tidak
peduli. Dia malah mengeratkan pelukan pada kekasihnya itu. Lalu sedikit bermain
nakal dengan menyentuh bagian-bagiab sensitif milik Keysa hingga wanita itu
menggeliat.
"Oh, shit, Angga!"
teriak Keysa.
Mendengar desahan Keysa,
Angga semakin menunjukan kelincahannya soal bercinta. Dan malam itu mereka
melakukannya di kamar mandi. Janda itu pun tidak menolak. Dia malah ikut
menunjukan kelihaiannya dalam memuaskan pasangan.
Angga menarik Keysa ke
bawah shower dan menyalakannya. Mereka pun saling beradu kemampuan untuk saling
memuaskan. Angga yang memang sudah lama tidak berhubungan dengan Maya karena
sibuk bekerja. Keysa yang memang sudah lama menjada dan tidak pernah
berhubungan juga.
Di perjalanan. Maya
menatap keluar jendela melihat gemerlapnya malam di kota Bandung. Dia masih
kepikiran dengan suaminya yang harus ditinggalnya lagi keluar kota.
"Maya, are you
okay?" tanya Rayhan.
"Yes, i am
okay."
Rayhan menggangguk dan
kembali fokus menyetir. Dia selalu tahu Maya yang sedih saat harus ditugaskan
keluar kota. Dan dia berusaha mencari ide untuk memecahkan suasana hati
temannya itu.
"Kamu kepikiran
sama Angga ya?"
Maya mengangguk.
"Hm, aku paham s*kali
gimana perasaanmu. Pasti kamu sedih harus keluar kota lagi, iya kan?"
"Mas Angga sering
aku tinggal pergi dan dia sendirian di rumah. Aku nggak tega rasanya. Tapi mau
gimana lagi, ini pekerjaanku."
"Aku yakin kalau
suamimu bisa mengerti dengan keadaanmu s*karang. Jadi, kamu jangan sedih
begitu."
Entah apa yang dirasakan
Maya malam itu. Dia tetap saja kepikiran dengan suaminya di rumah.
"Kamu sih enak
tinggal pergi aja nggak punya beban."
Rayhan tertawa dengan
tutur kata Maya.
"Kata siapa aku nggak
punya beban? Delisa, pacarku. Dia juga suka marah kalau aku pergi keluar kota.
Bahkan marahnya itu sangat menakutkan."
"Ah, masak sih
Delisa begitu."
"Serius, Maya."
Rayhan menggelengkan
kepala dan meringis membayangkan saat Delisa sedang ngambek dengannya. Seperti
anak TK yang ditinggal orang tuanya pergi.
Selanjutnya…..
Part 1-30
https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html
Part 8: BAYANGAN MISTERIUS
Jam satu dini hari.
Rayhan dan Maya baru saja sampai disalah satu hotel di Bandung. Mereka sengaja
menginap di hotel dekat tempat meeteng besok.
"Okay, kita sudah
sampai," kata Rayhan.
Maya pun bersiap-siap
untuk keluar. Dari melepas sabuk pengaman dan tidak lupa dia melihat ponsel
untuk memastikan ada pesan atau tidak dari Angga.
"Sudah lah, Maya.
Lupakan kesedihanmu sejenak. Nanti kalau kamu terlalu berlarut-larut dalam kesedihan
hanya akan membuat pikiranmu tambah banyak."
"Nggak bisa,
Rayhan. Aku masih saja kepikiran suamiku di rumah."
"Iya, aku paham
kamu pasti merasa bersalah. Aku hanya mengingatkanmu kalau kamu juga punya
tanggung jawab soal kerjaan."
"Iya-iya aku tahu."
Rayhan mengangguk.
Sebagai teman dan rekan kerja yang baik dia hanya berusaha mengingatkan Maya
agar tidak terlalu banyak beban pikiran dan akan membuatnya jatuh sakit
nantinya.
Mereka masuk ke dalam
hotel sambil menarik koper. Rayhan pun membantu Maya untuk membawakan kopernya
juga.
"Selamat malam,
Pak. Kami mau menginap di sini dan kami sudah pesan secara online," ujar
Rayhan.
"Baik, Pak. Atas
nama siapa?"
"Rayhan Perwira dan
Maya Natasya."
Resepsionis hotel pun
langsung mengeceknya. Sedangkan Rayhan dan Maya mereka berdua masih berdiri dan
menunggu.
"Baik, Pak. Sudah
saya cek. Mari saya antarkan ke kamar."
"Iya, Pak."
Rayhan pun ikut
mengantar Maya ke kamarnya terlebih dahulu. Karena dia tidak tega jika harus
membiarkan sahabatnya menarik koper sendiri ke kamar.
"Ini,
kamarnya."
"Terima kasih,
Pak," ucap Rayhan.
"Sama-sama, Pak.
Kalau kamar bapak ada di sebelah sana."
Resepsionis itu menunjuk
kamar yang berada di sebrang kamar Maya.
"Ya sudah kalau
begitu berikan saja kuncinya. Nanti biar saya kesana sendiri saja."
"Baik, Pak. Kalau
ada apa-apa nanti bisa ke depan menemui saya."
Setelah menjalankan
tugas resepsionis itu pun pergi. Dan kini hanya ada Maya dan Rayhan saja di
depan kamar.
"Ya sudah, kamu
masuk gih ke kamar terus istirahat. Aku tahu kamu pasti lelah."
"Iya, Rayhan. Kamu
juga."
Laki-laki itu
mengangguk. Dia pun beranjak pergi dari sana untuk ke kamar yang berada di
sebrang kamar Maya. Tapi tiba-tiba langkahnya berhenti.
"Rayhan,
kenapa?"
"Good night."
Laki-laki itu tersenyum.
"Good night
to."
Setelah Rayhan pergi. Maya
pun masuk ke dalam kamar untuk beristirahat.
Di kamar. Keysa berlari
dari dalam kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk saja. Kemudian tidak lama
Angga pun keluar dari dalam sana juga dan mengejar wanita itu.
"Keysa, jangan lari
kamu!" teriak laki-laki itu.
"Ayo, Angga, kejar
aku kalau kamu bisa." Keysa tertawa sambil menghindar dari kejaran
pacarnya itu.
"Kamu menantangku,
hah?"
Angga pun langsung
berlari dan berusaha mendapatkan wanita itu. Suara tawa mereka berdua pun
memenuhi kamar Keysa.
"Ayo-ayo, kejar
aku, Angga."
Keysa pun naik ke
ranjang. Begitu juga dengan Angga. Mereka asik main kejar-kejaran setelah puas
bercinta di kamar mandi malam ini.
"Kena kamu,"
ucap Angga sambil memeluk wanita itu.
"Ah, kamu
curang."
"Nggak dong."
Keysa berbalik badan dan
memeluk Angga. Meski laki-laki itu sepuluh tahun lebih muda darinya tapi dia
merasa sangat nyaman. Dia tidak peduli lagi perihal umur atau soal Angga yang
masih berstatus suami orang.
"Sayang, apa kamu
benar-benar mencintaiku?"
"Hm, Keysa. Berapa
kali harus aku ulangi kalau aku sangat mencintaimu. Kenapa kamu masih ragu
padahal kita baru saja selesai bercinta. Apa itu kurang membuktikan
perasaanku?"
Keysa mengeratkan
pelukannya. Dan kini dia merasa takut kehilangan Angga.
"Tapi bisa saja kan
kamu hanya menjadikan aku hanya pemuas nafsumu saja karena kesepian ditinggal Maya.
Bagaimana kalau besok Maya tiba-tiba berhenti kerja. Kamu pasti akan
meninggalkan aku begitu saja."
Dan Angga tidak
kepikiran sampai kesitu. Dia bahkan tidak tahu apakah Maya akan selamanya
bekerja atau suatu hari nanti istrinya itu akan berubah pikiran untuk beralih
profesi sebagai ibu rumah tangga saja?
Selama ini yang dia tahu
menjadi wanita karir adalah cita-cita Maya sedari dulu. Dan dia berpikir kalau
istrinya tentu akan memperjuangkan cita-citanya yang sudah terwujud ini.
"Sayang, kok kamu
diam?"
"Keysa, Maya sangat
mencintai pekerjaannya ketimbang aku. Percaya lah kalau Maya pasti akan tetap
bekerja dan sering meninggalkan aku."
Tetap saja wanita itu belum
lega. Apalagi kalau Maya tahu suaminya berKeysangkuh dengannya. Pasti Maya akan
memilih untuk berhenti bekerja demi mempertahankan rumah tangganya.
Awalnya Keysa hanya
berniat untuk bersenang-senang saja dengan Angga untuk menghilangkan rasa
kesepian menjadi seorang janda. Tapi seiring berjalannya waktu dia malah
benar-benar jatuh hati pada Angga dan ingin menikah dengannya.
"Keysa, kamu harus
percaya sama aku. Aku nggak mau kehilangan kamu, Sayang."
"Begitu juga
denganku, Angga. Aku juga sangat mencintaimu."
Angga menatap Keysa dan
menyibak rambut wanita itu ke telinga. Lalu sebuah kecupan lembut pun mendarat
di kening janda itu.
Kalau sudah di rumah
janda sebelah Angga bahkan sedikit pun tidak mengingat istrinya. Bahkan dia
sampai lupa untuk mengirim pesan pada Maya s*kedar menanyakan kabar.
Dia sudah asyik dengan g4irah
janda itu. Dan ingin memeluknya setiap detik.
Pagi yang cerah. Maya
sedang bercermin memakai lipstiknya. Dia memang wanita yang rajin dalam
bekerja. Hal itu membuat atasanya sangat percaya dengannya soal
perkerjaan-pekerjaan besar.
Bukan hanya itu. Maya
juga memiliki banyak prestasi di kampus dan membuat dia mendapatkan beasiswa.
Jadi tidak heran kalau wanita itu terkenal sangat cerdas bagi orang-orang
terdekat.
Drrtt!
Ponselnya berdering. Dan
terlihat sebuah pesan dari Rayhan yang memeberi tahu kalau laki-laki itu sudah
menunggunya di lobby hotel. Maya pun segera kesana untuk menemui rekan
kerjanya.
Pandangan Rayhan terpaku
pada Maya yang sedang berjalan mendekatinya. Sampai dia tidak mengedipkan mata.
"Aduh, maaf-maaf
aku telat ya."
"No, kamu nggak
telat kok, Maya. Hanya saja-"
"Hanya saja
apa?"
"Kamu sangat cantik
pagi ini. Pantas saja banyak klien yang mau berkerja sama dengan kita."
Plak!
Maya memukul pundak
Rayhan. Rekan kerja yang kini sudah menjadi sahabatnya itu memang gemar
memujinya.
"Jangan mulai deh,
Rayhan."
"Lho, aku serius, Maya."
"Ya-ya, terserah
kamu saja. Mending kita cepat-cepat pergi biar nggak telat."
Maya berjalan
meninggalkan Rayhan. Dia memang tidak suka kalau dipuji akan kecantikannya.
Laki-laki itu
menggelengkan kepala sambil tersenyum heran. Baru kali ini dia melihat wanita
yang tidak suka dipuji cantik.
"Maya, tunggu
dong," teriak Rayhan mengejar Maya.
Di halaman rumah. Marmi
sedang asyik menyirami bunga-bunganya. Bahkan hampir setiap hari dia merawat
tanamannya dengan senang hati.
Tidak lupa dia pun
bernyanyi dengan riang. Pagi yang cerah semakin cerah dengan suasana hati
Marmi.
"Hm, bunga-bungaku
memang cantik-cantik kayak yang punya." Marmi meringis geli dengan
perkataannya sendiri.
Beberapa bunga pun
bermekaran dan ada tiga ekor kupu-kupu yang hinggap di bunganya. Hal itu
semakin membuat hati Marmi senang.
"Permisi."
Marmi menggeliat saat
mendengar suara orang bertamu. Dan di balik pagar rumahnya dia melihat seseorang
berdiri di depan rumah Maya.
"Permisi."
Marmi pun dengan sirgap
keluar dan menghampiri orang itu. Dia memang tipe orang yang ramah dengan siapa
pun terkecuali Keysa.
Kalau sudah urusan
dengan si janda itu Marmi merasa tangannya gatal s*kali. Dan ingin mencekik Keysa
agar tidak ada ancaman bagi suaminya terpincut dengan body mulus janda sebelah.
"Maaf, mau cari
siapa ya?" tanya Marmi pada orang itu.
Selanjutnya…..
Part 1-30
https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html
Part 9: KEDATANGAN MERTUAKU
"Saya mau cari Maya.
Tapi kok kayaknya nggak ada orang ya?" ujar ibu-ibu itu.
Marmi melihat ke arah
rumah Maya dan memang nampak sepi s*kali. Dia juga belum melihat ada
tanda-tanda kehidupan di rumah yang berada di sebrang rumahnya.
"Oh, mau cari Mbak Maya.
Mbak Mayanya lagi pergi keluar kota, Bu. Tapi setahu saya sih suaminya ada di
rumah. Memangnya ibu siapanya Mbak Maya?"
"Saya Sari mamanya Maya."
"Ya allah, ibunya Maya
ternyata? Kenalkan saya Marmi, Bu. Tetangga baiknya Mbak Maya. Maaf ya saya
nggak tahu kalau anda ibunya Maya."
"Iya, nggak
apa-apa, Mbak Marmi."
"Ya sudah kalau
begitu saya bantu panggil Mas Angga ya, Bu."
"Terima kasih
banyak, ya."
Sikap Marmi membuat Sari
senang karena anaknya memiliki tetangga yang baik seperti Marmi. Kesibukannya
menjadi seorang dokter membuat dia jarang s*kali berkunjung ke rumah anaknya.
Ting! Tung! Ting! Tung!
Keysa memencet bel rumah
Maya. Memang tidak seperti biasanya. Biasanya jam segini Angga sudah duduk di
depan teras membaca koran dan ditemani secangkir kopi panas.
"Mas Angga, Mas,
ini ada ibu mertuanya Mas Angga," teriak Marmi. Suaranya memang sangat
lantang dan seharusnya siapa pun yang berada di dalam rumah itu akan mendengar
suara Marmi.
Tapi kenyataannya tidak
ada jawaban dari dalam sana. Bahkan rumah Maya nampak begitu sepi seperti tidak
ada penghuni.
"Apa Angga ikut Maya
keluar kota, ya, Mbak Marmi."
"Waduh, kayaknya
nggak mungkin deh, Bu. Karena setahu saya Mas Angga itu kerjaannya di rumah dan
saya nggak pernah lihat Mas Angga keluar kota bareng Mbak Maya," ujar
Marmi.
Dia pun mengintip ke
kaca jendela dan terlihat di dalam rumah itu memang sangat sepi. Dia jadi
merasa heran kenapa Angga tidak ada di rumahnya.
"Hm, gimana kalau
Bu Sari telepon Mbak Maya saja. Anggangkali Mbak Maya tahu dimana
suaminya."
"Wah, kamu banar
juga. Kenapa saya nggak kepikiran dari tadi ya?"
Sari pun mengambil
ponsel di tas dan menelpon anaknya.
Di dalam mobil. Maya
masih menatap laptop, membaca bahan yang akan dia bawa untuk meteeng hari ini.
Tiba-tiba terdengar suara ponselnya.
"Mama?" ucap Maya.
"Hallo, Mama,"
sapa Maya pada ibunya yang berada di sebrang sana.
"Apa, Mama?"
Rayhan menoleh ke
samping saat mendengar suara Maya yang sepertinya sangat kaget. Dia penasaran
apa yang sedang terjadi dengan rekan kerjanya itu.
"Jadi Mama s*karang
dirumahku dan Mas Angga nggak ada di rumah? Masak sih, Mama? Mas Angga itu di
rumah dan nggak kemana-mana," ujarnya.
Saat ditanya oleh
mamanya dia pun bingung. Karena baru pertama kali dia tahu suaminya tidak
berada di rumah dan tidak memberi kabar padanya.
"Mungkin Mas Angga
masih tidur, Mama?"
Maya pun jadi merasa khawatir.
Memang dari semalam suaminya itu tidak memberi kabar apa pun dengannya. Tidak
seperti biasa.
"Ya sudah, Mama.
Kalau begitu biar aku telfon Mas Angga dulu. Assalamu'alaikum."
Maya menutup ponselnya
dengan pertanyaan yang sangat banyak. Dia bingung harus berbuat apa? Pikirannya
cemas s*kali dan takut ada sesuatu yang terjadi pada suaminya di rumah.
"Kenapa, Maya?"
tanya Rayhan yang masih menyetir.
"Ini mamaku ada di
rumah s*karang. Tapi Mas Angga nggak ada katanya. Aku jadi khawatir sesuatu
terjadi pada suamiku."
Rayhan mengangguk.
Karena hal itu wajah Maya pun terlihat tidak semangat. Padahal dia sangat
membutuhkan kesemangatan Maya untuk meeteng hari ini.
"Mungkin suamimu
masih tidur."
"Tapi nggak
mungkin, Rayhan. Aku kenal betul siapa suamiku. Mas Angga nggak mungkin nggak
di rumah. Dia itu orang yang nggak suka menyia-nyiakan waktu dan nggak suka
keluar."
Rayhan mengangguk.
Karena tidak tidak mengenal begitu dekat suami rekan kerjanya itu.
Maya mencari nomor
ponsel suaminya dan berniat ingin menelponnya. Dia penasaran apa benar suaminya
itu tidak di rumah.
"Hallo,
Assalamu'alaikum. Mas Angga ini aku Maya. Mas, apa benar kamu tidak ada di
rumah."
Tanpa basa-basi Maya
langsung bertanya keberadaan suaminya. Dia masih ingin memastikan kalau yang
dikatakan mamanya barusan tidak benar.
"Iya, Mas. Soalnya
mama ada di rumah kita s*karang. Dan katanya di rumah nggak ada orang,"
ucap Maya pada suaminya yang berada di sebrang sana.
Dan di kamar Keysa, Angga
masih t3lanjang dan hanya dibaluti Keysamut saja. Bahkan janda itu pun masih
memeluk tubuhnya dan memejamkan mata.
"Apa? Mama di rumah
kita?" Angga syok s*kali saat tahu mertuanya berkunjung ke rumah.
Sedangkan dia masih asyik di kamar janda sebelah.
Keysa terbangun saat
mendengar suara keras dari laki-laki yang tengah dipeluknya.
"I-iya, Sayang. Aku
ini lagi joging. Habis ini aku pulang, okay. Kamu bilang sama mama suruh dia
tunggu aku pulang."
"Iya, Sayang,"
sambunya.
Setelah selesai
bercakap-cakap Angga pun menutup teleponnya lalu menarik napas dalam-dalam. Dia
tidak bagaimana caranya dia keluar dari rumah Keysa yang berada tepat di
sebelah rumahnya.
"Sayang, ada
apa?" tanya Keysa penasaran.
"Mertuaku ada di
depan rumah s*karang."
"What? Kamu
serius?"
"Iya, aku serius,
Sayang."
Angga pun memakai celana
yang berada di lantai. Lalu dia berjalan mendekati jendela untuk melihat mama
mertuanya di depan rumah. Dan benar, mertuanya itu sedang bersama Marmi.
"Astaga, apa yang
harus aku lakukan s*karang?" Angga mengacak-acak rambutnya.
Keysa berjalan mendekati
Angga dan menutupi tubuhnya menggunakan Keysamut. Dari balik jendela dia
melihat wanita asing yang tengah bersama Marmi, tetangga yang super julid.
"Itu mertuamu, Angga?"
"Iya, Keysa. S*karang
aku harus bagaimana? Aku nggak mungkin keluar lewat pintu utama karena mertuaku
ada di depan."
Angga sangat panik.
Meski dia mencintai Keysa tapi dia masih takut kalau hubungannya dengan janda
sebelah diketahui oleh mereka.
"Kamu jangan panik
dong, Sayang."
"Gimana aku nggak
panik. Aku sudah terlanjur bilang sama Maya kalau aku sedang pergi
joging."
"Hm, kamu bisa
keluar lewat pintu belakang. Aku jamin kamu nggak akan ketahuan," ujar Keysa.
Dia berjalan mendekati
ranjang dan memakai pakaiannya. Meski dia belum ingin berpisah dengan Angga
tapi dia sadar kalau kekasihnya itu harus pergi untuk menemui mertuanya.
Keysa berusaha untuk
mengalah dan membiarkan laki-laki itu kembali menjalankan peran sebagai suami Maya.
Karena memang hubungan mereka hanyalah hubungan yang terjalin di balik pintu
saja.
"Ya ampun, Sayang.
Terima kasih ya. Kamu memang wanita super pengertian. Hm, coba saja Maya kayak
kamu."
Keysa hanya diam. Tentu
saja dia tidak mau disama-samakan dengan Maya. Karena menurutnya dia lebih
cantik dari istri Keysangkuhannya itu.
"Ya sudah, kalau
begitu kamu antar aku ke pintu belakang, ya. Biar aku cepat-cepat menemui
mertuaku."
Keysa mengangguk. Dia
pun menunjukan dimana pintu keluar yang bisa dilewati Angga.
Di depan rumah.
Pandangan Marmi tertuju pada kamar Keysa. Dia jadi teringat bayangan semalam
yang dia lihat. Menurutnya postur tubuh bayangan laki-laki itu mirip s*kali
dengan postur tubuh Angga.
Tapi dia tidak mau
suhudzon sebelum dia memastikan sendiri kalau bayangan semalam itu memang lah
suami Maya.
"Hm, kenapa Angga
lama s*kali ya?" Sari mengipas-ipas tangannya.
"Iya, Bu Sari. Saya
juga heran."
Marmi masih mengamati
rumah Keysa. Dia ingin mencari sesuatu yang dari rumah janda sebelah itu.
"Mama," sapa Angga
yang baru saja datang.
Selanjutnya…..
Part 1-30
https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html
Part 10: SEBUAH RENCANA
Marmi menatap sinis
kedatangan Angga. Entah mengapa karena kejadian semalam dia jadi curiga kalau
laki-laki yang kini berdiri di depannya termasuk laki-laki yang suka main
dengan Keysa.
"Angga, kamu dari
mana? Mama sudah lama lho nunggu di sini."
"I-iya, Mama. Maaf
aku habis joging. Kan mama tahu kerjaku freelance jadi harus banyak gerak biar
sehat."
Angga mencari alasan.
Dia tidak mau mertuanya curiga karena semalam dia tidak tidur di rumah.
"Baru joging kok
Mas Angga nggak keringatan?" tanya Marmi.
Pertanyaannya membuat Angga
tercengang. Susah payah dia berusaha mencari alasan dan tetangga yang super
julid itu dengan mudah memojokkannya di depan sang mertua.
"Iya, Angga. Kok
kamu nggak keringatan?" sambung Mama Sari.
Kini mertuanya pun ikut
memepertanyakan soal keringat yang sama s*kali tidak muncul. Dan memang Angga tidak
terlihat tanda-tanda habis joging.
"Mama, Mbak Marmi.
Kan orang itu beda-beda. Ada yang lari terus keluar keringat dan ada juga yang
nggak. Dan kebetulan aku memang dari dulu tipe orang yang nggak bisa keluar
keringat meski habis lari maraton s*kali pun."
Marmi nyengir mendengar
jawaban dari Angga. Dia curiga kalau itu hanya alasan laki-laki itu saja agar
mertuanya tidak curiga.
"Mama, ya sudah
kita masuk saya, yuk."
Angga berharap dengan
dia masuk ke dalam rumah dengan mertuanya akan terhindar dari Marmi yang super
teliti dengan permasalahan hidup orang lain. Pantas saja jika Keysa pun kesal
dengan tetangga super julid itu.
"Hm, sebenarnya
mama mau langsung pulang karena mama masih ada kerjaan hari ini. Tapi berhubung
kamu baru sampai sini ya sudah mama masuk sebentar. Ada yang ingin mama
bicarakan juga," ujar Mama Sari.
"Ya sudah kalau
begitu masuk saja, Mama."
"Mbak Marmi, ayo
mampir ke rumah anak saya, Mbak."
Mama Sari memang sangat
ramah. Bahkan kepribadiannya banyak ditiru oleh anak semata wayangnya, Maya.
Selain menjadi dokter, Mama Sari juga menggeluti beberapa usaha kecil seperti
makanan. Hal itu membuat dia kaya raya.
Belum lagi suaminya,
Ardianto, yang juga berprofesi sebagai dokter bedah. Namun, Maya lebih menyukai
bidang perkantoran ketimbang mengikuti jejak orang tuanya yang berprofesi
sebagai seorang dokter.
"Terima kasih, Bu
Sari. Mungkin lain waktu saja. Karena saya harus menyiram beberapa bunga yang
belum saya siram."
"Wah, Mbak Marmi
ini ternyata sangat rajin ya."
"Ah, Bu Marmi bisa
saja. Ya sudah kalau begitu saya pulang dulu ya, Bu."
"Iya."
Mama Sari menggelengkan
kepala. Setidaknya kini dia lega karena Angga sudah berada di rumah.
"Ayo, Mama."
Angga membukakan pintu
untuk mertuanya. Dia berusaha menyambut kedatangan Mama Sari dengan sehangat
mungkin.
Mama Sari menolah-noleh
mengamati rumah anaknya. Dan tidak ada yang berubah. Dia pun mengambil foto
pernikahan Maya.
"Mama mau minum
apa?"
"Terserah kamu
saja, Angga."
Laki-laki itu
mengangguk. Dia pun dengan sirgar pergi ke dapur untuk membuatkan minuman. Dan
hanya beberapa menit saja dia sudah kembali.
"Berapa hari Maya
keluar kota, Angga?"
"Mmm, aku belum
tahu berapa lama Maya keluar kota. Biasanya satu sampai tiga hari."
Mama Sari mengangguk
lalu meletakan foto yang dia pegang pada tempatnya. Kemudian dia berjalan ke
sofa sambil kembali mengamati dis*keliling ruang tamu.
"Jadi kamu sendiri
di rumah?"
"Iya, Mama."
"Sebenarnya ada
yang ingin mama bicarakan sama istrimu. Tapi sayang Maya tidak di rumah."
Tidak biasanya Mama Sari
datang ke rumah dan terlihag seserius itu. Karena Angga tahu kalau mertuanya
itu cukup sibuk sebagai seorang dokter.
Bahkan ini kedatangan
Mama Sari setelah tiga bulan lamanya.
"Memangnya mama mau
bicara apa sama Maya?"
Mama Sari mendengus.
Lalu mengambil gelas teh di meja dan menyeruputnya.
Sedangkan Angga masih
menunggu mertuanya berbicara. Dia jadi penasaran.
"Mama mau menyuruh Maya
untuk berhenti kerja dulu. Biar dia fokus sama rumah tangganya."
Uhuk! Uhuk!
Mendengar ucapan Mama
Sari membuat Angga terbatuk. Entah mengapa kabar itu justru membuatnya tidak
suka. Karena kalau sampai Maya tidak bekerja tentu hubungannya dengan Keysa
akan berantakan.
Angga memang sempata
berharap Maya berhenti bekerja. Tapi itu dulu sebelum dirinya menjalin hubungan
gelap dengan janda sebelah.
"Kamu kenapa, Angga?"
"E-nggak, kok,
Mama. Aku nggak apa-apa cuma kaget aja."
"Kaget? Memangnya
kamu nggak suka kalau istrimu berhenti bekerja?"
Angga terdiam. Untuk
saat ini dia berharap kalau istrinya tetap bekerja. Dengan begitu dia masih
bisa menjalani hubungan terlarang dengan Keysa.
"Angga,
pernikahanmu dengan Maya itu sudah cukup lama. Dan mama ingin kalian punya
anak. Kalau Maya saja masih sibuk dengan kerjaannya bagaimana kalian mau progam
punya anak?"
Mama Sari meletakan
cangkir ke atas meja lagi. Dia memang menyempatkan hari ini untuk berkunjung ke
rumah anaknya untuk membicarakan ini. Dengan harapan keluarga Maya akan lebih
lengkap jika nantinya ada seorang anak di rumah itu.
"Iya, Mama. Aku
tahu maksud mama. Tapi untuk saat ini Maya belum punya rencana untuk berhenti
kerja."
"Angga, oleh karena
itu tugas kita adalah membujuk Maya. Mama tahu siapa anak mama. Dia memang
keras kepala kalau sudah soal kerjaan. Karena ini memang sudah menjadi
cita-citanya sejak kecil. Tapi apa kamu mau istrimu terus bekerja di luar sana
dengan segala kesibukannya?"
Mama Sari bersikeras
membujuk Angga untuk mengikuti idenya. Dan dipikirannya saat ini hanya
bagaimana caranya dia bisa membuat mertuanya itu berubah pikiran.
Keysa, hanya janda itu
yang ada di otaknya saat ini. Bahkan dia merasa kalau dia sendiri sudah
terlanjur nyaman dengan hubungan gelapnya dan enggan untuk mengakhirinya
dekat-dekat ini.
Belum lagi soal
kelincahan Keysa di ranjang yang membuat dia ingin selalu menghabiskan waktu di
rumah sebelah.
"Mama sama papa itu
suka kepikiran sama rumah tangga kalian. Makanya mama mau minta bantuan dari
kamu."
"Bantuan apa,
Mama?"
"Bujuk Maya untuk
berhenti bekerja."
Mama Sari menatap Angga
dengan penuh harap. Sebagai seorang ibu tentu dia ingin yang terbaik untuk
anaknya. Dia tidak mau sesuatu yang buruk terjadi dalam rumah tangga anak
semata wayangnya.
"Kamu bisa kan
bantu mama?"
"Iya, Mama. Aku
akan usahakan."
Dan dengan terpaksa Angga
menyetujui ide dari mertuanya. Sambil dia berpikir untuk mencegah hal itu terjadi.
"Okay, kalau begitu
mama pulang dulu. Oiya, mama tunggu kabar baiknya dari kamu, ya. Kalau begitu
mama pulang dulu."
"Iya, Mama. Biar
aku antar sampai depan."
Mama Sari mengangguk.
Karena urusannya sudah selesai dia harus kembali ke rumah sakit untuk bekerja.
"Hati-hati,
Mama."
Angga melambaikan tangan
pada mertuanya yang sudah masuk ke dalam mobil. Mama Sari memang sudah terbiasa
menyetir mobil sendiri kemana-mana.
"Hah, sial! Kalau
begini aku harus bagaimana s*karang? Kalau sampai Maya berhenti kerja, terus
nasibku dan Keysa bagaimana?"
Angga merasa sangat
stres. Kedatangan Mama Sari pagi ini ke rumah sedikit membuat kacau pikirannya.
Selanjutnya…..
Part 1-30
https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html
Part 11: FIRASAT TAJAM MARMI
"Wah, sepertinya
saya tidak salah bekerja sama dengan perusahaan anda. Bu Maya selain cantik
juga sangat genius," puji salah satu klien.
"Ah, bapak terlalu
berlebihan memuji saya."
Rayhan pun mengakui
kalau Maya memang cukup berperan besar di perusahaan. Dia juga mengakui kalau
sahabatnya itu memang cantik dan hal itu juga menjadi daya tarik bagi klien
tersendiri.
Begitu juga dengannya.
Dia merasa sangat senang karena bisa menjadi rekan kerja Maya.
"Baik, karena
meteeng hari ini sudah selesai jadi kita akhiri rapatnya."
"Iya, Pak."
"Senang bekerja
sama dengan anda."
Klien berdiri dan berjabat
dengan Maya dan juga Rayhan. Tentunya dengan senyuman hangat dari mereka.
"Huh, kamu memang
pintar kalau soal mengambil hati klien, Maya. Aku yakin bos pasti akan memberi
kita bonus besar untuk tender ini," ucap Rayhan.
Laki-laki itu pun
menyeruput kopi dengan perasaan bahagia. Tapi dia melihat wajah Maya yang
terlihat murung.
"Hai, kenapa
wajahmu kusut begitu? Bukannya senang?"
Maya kembali duduk dan
bersandar dengan suasana hati yang entah mengapa sangat galau hari ini. Bahkan
dia tidak selera makan melihat pisang keju di meja, makanan kesukaannya.
"Rayhan, aku
benar-benar ingin cepat kembali ke Jakarta. Aku kepikiran dengan suamiku."
"Astaga, Maya.
Suamimu itu sudah dewasa dia pasti bisa jaga diri, kok."
Rayhan memasukkan
cemilan ke mulutnya. Dengan santai dan bahagia mengingat hasil baik dari
meteengnya hari ini.
"Hm, bukan itu
masalahnya."
"Terus apa
masalahnya?"
"Aku masih
kepikiran apa Mas Angga memang tidak ada di rumah?"
"Maya, kan tadi
suamimu sudah bilang kalau dia itu lagi joging. Terus apa yang bikin kamu
khawatir?"
Maya mendengus. Dia
tidak tahu kenapa tiba-tiba dia tidak percaya dengan ucapan suaminya. Wanita
itu masih teringat dengan kata-kata Marmi, tetangganya, yang mengatakan kalau
dia pernah melihat laki-laki mirip suaminya di rumah Keysa.
Rayhan menoleh ke
samping dan melihat Maya melamun. Padahal sahabatnya itu tidak seperti biasa
yang happy ketika pergi keluar kota.
"Hm, cerita saja
sama aku. Apa yang sebenarnya kamu pikirkan."
Maya menatap Rayhan.
Rasanya dia ingin s*kali bercerita dengan laki-laki itu. Tapi dia tidak mau
masalah rumah tangganya diketahui oleh orang lain meski itu sahabatnya sendiri.
"Nggak, nggak
apa-apa. Sudahlah lupakan saja."
Maya mengambil jus
alpukat dan menyeruputnya. Berharap dengan minum pikiran negatif tentang
suaminya akan hilang.
Marmi masih sibuk
menggunting tanaman yang sudah panjang. Dia memang sangat rajin kalau soal
merawat tanaman. Jadi tidak heran kalau rumahnya terlihat rapi dan indah
dipandang.
Tiba-tiba dia melihat Keysa
yang baru keluar dari rumahnya. Marmi langsung sirgap dan keluar dari halaman
rumah.
"Wah-wah, janda
genit mau kemana nih pagi-pagi?" ujar Marmi yang berpura-pura sedang
memotong tanaman.
Selu mendengus saat
melihat tetangganya yang super julid itu. Tapi dia berusaha untuk tetap santai.
"Semalam tamu dari
mana, Keysa? Kayaknya habis enak-enak nih semalam?"
"Bu Marmi! Jangan
asal ngomong kamu ya."
Marmi terkekeh. Dia kita
Keysa akan diam saja saat dirinya menyinggung soal apa yang dia lihat semalam.
"Lho, aku nggak
asal ngomong, kok. Orang semalam aku itu lihat."
Deg!
Keysa sedikit takut
kalau Marmi melihat Angga semalam ke rumahnya. Dia tidak mau hubungan gelapnya
dengan Angga diketahui oleh tetangga julid itu.
Sangat berbahaya jika
Marmi sampai mengetahuinya dan akan memberi tahu Maya. Sudah jelas dia akan
kalah karena statusnya hanyalah seorang wanita simpanan.
"Lho, kenapa pucat
begitu wajahmu. Kamu takut ya kalau aku bongkar rahasiamu. Agar semua orang
tahu betapa busuknya janda di komplek ini."
Keysa merasa terancam
kali ini. Biasanya dia sangat malas meladeni Marmi. Tapi dia harus mencari tahu
apa saja yang tetangga julidnya itu tahu tentang dirinya.
Mereka saling bertatap
mata. Seperti permusuhan antara tikus dan kucing saja.
"Heh, Keysa. Sudah
lah kamu cari rezeki yang halal. Jangan malah kamu godain suami orang."
"Maksud Bu Marmi
apa ya? Kenapa sih suka julid kalau sama saya?"
Marmi menyeringai sinis
mendengar jawaban Keysa.
"Halah, aku itu
lihat semalam apa yang kamu lakukan di rumahmu ini. Eh, bukan rumah maksudku
kamar."
Keysa tidak tahu
bagaimana Marmi bisa mengetahui dirinya dengan Angga semalam. Dia rasa Angga
sudah sangat hati-hati saat masuk ke rumah.
"Bu Marmi jangan
asal nuduh ya!"
"Lho, aku nggak
asal nuduh, kok."
"Kalau Bu Marmi
nggak asal nuduh memangnya Bu Marmi punya bukti apa?"
Marmi terdiam. Semalam
dia memang tidak sempat merekam bayangan di kamar Keysa. Dan dia hanya bisa
mengandalkan penglihatannya saja yang jelas tidak bisa membuktikan apa pun.
"Ya, aku memang
nggak ada bukti untuk saat ini tapi, mataku itu nggak mungkin salah."
Keysa sedikit lega
mendengar jawaban itu. Setidaknya Marmi tidak memiliki bukti yang kuat untuk
perKeysangkuhannya dengan Angga. Apalagi soal semalam.
Dia merasa kalau Marmi
cukup mengancam hubungannya dengan Angga. Dia benar-benar tidak mau kalau
hubungannya akan terbongkar gara-gara tetangga yang suka julid itu.
"Sudah lah,
terserah Bu Marmi saja. Aku itu sampai heran kenapa ya ada orang kayak Bu Marmi
yang suka nyari-nyari kesalahan orang lain. Bu, hati-hati lho nanti malah masuk
ke lubang galian sendiri!"
"Kamu mau
mengancamku? Aduh-aduh, nggak mempan, Keysa. Aku itu orangnya nggak takut sama
model ancaman murahan kayak kamu!"
Keysa menggelengkan
kepala. Baru kali ini dia bertemu dengan tetangga super julid seperti Marmi.
Niat hati dia pindah rumah untuk mencari ketenangan dan yang dia dapatkan malah
sebaliknya.
Angga mendengar
keributan di luar rumah. Dia pun keluar dari sana.
"Ada apa sih ini
kenapa ribut-ribut?"
"Ini lho, Angga.
Tetangga baru kita ini sepertinya nggak beres!"
Angga menoleh ke arah Keysa
yang sedang melipat kedua tangannya. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya sedang
terjadi.
"Nggak beres
gimana, Mbak Marmi?"
"Semalam aku itu
lihat Keysa sedang bersama laki-laki di kamarnya. Duh, ini sih benar-benar
meresahkan s*kali."
Deg!
Angga merasa jantungnya
mau copot. Dia tidak menyangka kalau Marmi tahu di rumah Keysa semalam ada
laki-laki dan itu dirinya.
Dia tidak mau sampai
ketahuan oleh Marmi. Dan Marmi akan memberi tahu pada Maya. Dengan begitu rumah
tangganya pasti tidak akan baik-baik saja.
"Bu Marmi jangan
asal nuduh ya! Orang Bu Marmi aja nggak punya bukti kok!"
"Keysa kan sudah
aku bilang kalau buktinya ada di mataku ini. Suamiku juga lihat kok kalau ada
bayangan orang sedang berpelukan di jendela kamar kamu."
Marmi dengan keras
berusaha memberi tahu mereka kalau penglihatannya tentu tidak salah. Meski dia
hanya melihat bayangannya saja dan tidak melihat siapa orang yang sedang
berpelukan di balik jendela kamar Keysa.
Tapi dia yakin s*kali
kalau itu Keysa yang melakukannya.
"Mbak Marmi,
mending Mbak jangan asal nuduh. Takutnya nanti jadi salah paham," ujar Angga.
"Huh, heran aku
tuh. Kenapa sih nggak ada satu pun yang percaya! Nih Angga aku kasih tahu.
Bayangan laki-laki semalam itu mirip banget sama postur tubuh kamu!"
Angga dan Keysa
tercengang mendengarnya. Mereka sama-sama khawatir kalau perKeysangkuhan mereka
akan diketahui oleh Marmi dan menyebar kemana-mana.
Selanjutnya…..
Part 1-30
https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html
Part 12: KEGELISAHAN ANGGA DAN KEYSA
"Mbak Marmi jangan
asal nuduh, ya," ujar Angga membela diri.
"Ya ampun, Angga.
Aku itu nggak nuduh kamu. Kan aku bilangnya mirip. Sensi banget sih jadi
orang."
Angga merasa tubuhnya
menjadi gerah. Marmi kini menjadi ancaman bagi hubungannya dengan Keysa.
Apalagi rumah Marmi memang bersebrangan dengan rumahnya dan rumah janda sebelah.
Keysa diam-diam menatap Angga.
Dia melihat wajah Angga yang terlihat sangat ketakutan.
"Marmiku, Sayang.
Yuhu, kamu ada dimana?" teriak Parjo di teras rumahnya.
"Aku di sini,
Sayang."
Marmi dengan cepat
menjawab panggilan Parjo. Dia dan suaminya memang termasuk keluarga yang cukup
harmonis.
"Ya sudah kalau
begitu aku masuk dulu. Suamiku nyariin."
"Iya sana pergi.
Kalau perlu yang jauh dan nggak usah kembali," ketus Keysa.
"Bilang saja kamu
takut kan sama aku?" Marmi mencolek dagu Keysa.
Lalu pulang ke rumah
karena dicari suaminya. Jalannya pun sengaja dilenggak-lenggokkan dan membuat Keysa
merasa jijik.
Setelah Marmi tidak
terlihag lagi. Keysa dan Angga kini bisa bernapas sedikit lega.
"Angga, aku mau
bicara sama kamu. Tapi kamu masuk lewat pintu belakang. Aku nggak mau si Marmi
sialan itu tahu kalau kamu ke rumahku."
"Iya, Sayang."
Keysa masuk ke rumah dan
Angga pun masuk lewat pintu belakang. Dia juga tidak mau Marmi tahu soal
hubungan gelapnya dengan janda sebelah.
Keysa menegus segelas
air putih. Menghadapi tetangga yang super julid memang cukup menguras emosi dan
tenaga.
"Sayang, kita
bagaimana s*karang?" Angga datang dan langsung panik. Hal itu membuat Keysa
jadi merasa geram dengan kekasihnya yang masih sangat polos soal perKeysangkuhan.
"Kok kamu malah
tanya sama aku sih, Angga? Harusnya kamu kasih solusi apa gitu? Bukannya malah
bikin orang tambah panik."
Keysa meletakan gelas di
atas meja lalu beranjak membuka kulkas. Entah mengapa setelah menghadapi Marmi
dia merasa sangat lapar. Dia pun mengambil makanan dari sana.
"Ya aku kan belum
punya pengalaman soal perKeysangkuhan. Jadi wajar dong kalau aku bingung."
Keysa hanya diam saja.
Dia masih cukup emosi dengan kejulidan Marmi. Padahal dia belum lama pindah ke
komplek itu dan sudah mendapat tetangga seperti Marmi.
"Ya sudah, begini
saja. Lebih baik kita jangan melakukannya di sini."
"Terus kalau nggak
di sini dimana? Masak di rumahku?"
Keysa mendengus. Angga
memang terlalu polos untuk soal perKeysangkuhan. Dan dia harus extra berjuang
jika dia ingin memperjuangkan hubungannya.
"Ya kita mungkin
bisa check in atau apalah. Yang jelas nggak di rumah ini."
"Itu artinya kita
akan sering keluar rumah?"
Keysa mengangguk.
"Aduh, Keysa. Aku
nggak mungkin keluar rumah. Kamu kan tahu sendiri kerjaanku freelance. Nanti
kalau Maya tanya aku mau kasih alasan apa?"
Wanita itu hanya
mendengus. Tidak ada cara lain selain harus check in. Kalau tidak mereka
lama-lama akan ketahuan oleh Marmi.
"Ya kamu cari
alasan apa kek. Mungkin meteeng dengan klien di luar. Atau apa pun terserah
kamu. Yang jelas di rumahku sudah tidak aman. Apalagi di rumahmu."
Angga benar-benar pusing
kali ini. Belum lagi masalah ide mertuanya yang akan membuatnya semakin sulit
menjalani hubungan ini dengan Keysa.
"Sebenarnya ada
masalah lain selain Marmi, Sayang."
Keysa menoleh ke arah
kekasihnya itu. Dia melihat wajah Angga yang terlihat sangat serius dan
sepertinya dia sedang tidak bercanda.
"Masalah apa, Angga?"
"Ini mengenai Maya."
"Maya? Ada apa
dengan istrimu?"
Angga terdiam dan
membuat Keysa semakin penasaran. Wajahnya pun terlihat sangat galau.
"Jadi begini,
mertuaku datang untuk meminta bantuanku membujuk Maya berhenti bekerja."
"Lho, bagus dong
kalau Maya berhenti. Jadi dia bisa sering di rumah."
Angga mengerutkan
kening. Dia bingung mendengar jawaban Keysa.
"Kok malah bagus
sih? Kalau Maya berhenti kerja. Itu artinya kita akan susah untuk bertemu, Keysa.
Aku nggak bisa keluar. Dan kamu juga tahu kalau kerjaku frelance jadi nggak ada
alasan buat aku keluar rumah."
Keysa termenenung.
"Hm, benar juga sih
kamu. Terus apa yang akan kamu lakukan?"
"Entah lah aku juga
bingung."
Mereka terdiam dan
saling berpikir mencari solusi. Hubungan mereka bukan hanya terancam oleh Marmi
saja tapi juga Maya.
Padahal pertemuan mereka
akan berjalan dengan lancar ketika Maya pergi keluar kota sampai berhari-hari.
"Apa itu artinya
hubungan kita terancam berakhir, Angga?"
"Kamu jangan begitu
dong, Sayang. Aku sama s*kali nggak mau hubungan kita berakhir. Aku sangat
mencintaimu."
Keysa menghela napas.
Dia juga sudah terlanjur jatuh cinta dengan suami tetangganya itu. Bahkan dia
tidak rela jika hubungannya akan berakhir.
Keysa berdiri dan
berjalan mendekati jendela. Sambil terus mencari ide yang sampai detik itu
belum ada.
"Tapi aku sadar
kalau kamu memang masih suami sah Maya."
Angga beranjak dan
langsung memeluk Keysa dari belakang. Dia sudah terlanjur nyaman dan enggan
berpisah dengan janda itu.
"Kamu jangan
ngomong begitu dong, Sayang. Aku pasti akan berusaha untuk mempertahankan
hubungan kita apa pun yang terjadi."
"Terus kalau Maya
beneran berhenti bekerja?"
"Aku akan pastikan
kalau Maya tetap kerja. Agar kita bisa menjalani hubungan kita kembali."
Keysa membalikkan badan.
Menatap laki-laki itu dengan penuh harap. Meski dia tahu kalau Angga bukan
laki-laki yang super kaya yang bisa dia kuras hartanya. Tapi kenyamanan yang
dia rasakan ketika dekat dengan Angga.
Biasanya Keysa mencari
laki-laki yang bisa memberinya uang. Tapi dia rasa untuk saat ini dia belum
butuh pemasokan lagi. Karena dari hasil uang kemarin dia kini memiliki beberapa
usaha seperti toko dan yang lainnya.
"Terima kasih, ya,
Sayang."
"Sama-sama."
Mereka pun saling
berpelukan. Tidak ada kenyaman selain saling memberi kasih dan sayang yang
mereka inginkan. Dan Angga kini tidak menemukannya di dalam diri istrinya yang
selalu sibuk bekerja.
Di taman. Rayhan menatap
Maya yang masih saja bermuka murung. Dia jadi bingung bagaimana membuat
sahabatnya itu bisa tersenyum hari ini.
"Maya, kenapa sih
wajah kamu mendung banget? Aku sampai heran tahu nggak lihat kamu masam
begitu."
"Rayhan, aku
benar-benar gelisah. Rasanya aku ingin segera pulang."
"Dan kamu mau
ninggalin aku? Come on, Maya. Semua klien itu sukanya sama kamu. Kalau Cuma aku
yang meteeng aku yakin seratus persen meraka akan mengurungkan niat untuk bekerja
sama dengan perusahaan kita."
"Ah, kamu ini
memang suka berlebihan kalau ngomong!"
Maya berhenti dan duduk
di kursi taman. Dia rasanya belum ingin kembali ke hotel karena dia butuh udara
sejuk untuk menenangkan hati dan pikirannya.
Dengan terpaksa Rayhan
pun ikut duduk dan menemani Maya. Dia tidak tega membiarkan wanita itu
sendirian di sana.
"Hm, sudah lah.
Mending kamu cerita saja denganku. Biar perasaanmu itu plong. Kalau kamu pendam
sendiri itu malah akan membuat kamu semakin banyak beban."
Maya menatap Rayhan. Dia
mempertimbangkan usulannya. Dan sepertinya dia memang butuh seseorang untuk
membantu memecahkan kegelisahannya.
"Sudah ngomong aja.
Apa yang sebenarnya mengganggu pikiran kamu?"
"Menurut kamu
mungkin nggak sih seorang laki-laki akan tergoda dengan wanita lain saat
laki-laki itu mulai jarang mendapat perhatian dari istrinya?"
Pertanyaan Maya sontak
membuat Rayhan bertanya-tanya.
Selanjutnya…..
Part 1-30
https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html
Part 13: TERJATUH
"Lho, kamu kok
tanya begitu?"
"Hm, katanya tadi
kamu nawarin aku buat cerita sama kamu? Gimana sih?"
Maya melipat kedua
tangannya.
"Iya-iya, sorry.
Cuma aku bingung aja kenapa kamu tanya begitu?"
Maya mendengus. Entah
mengapa ucapan Marmi kemarin membuat dia kepikiran dengan suaminya. Meski
terbilang tidak mungkin baginya kalau Angga Keysangkuh dengan Keysa.
"Ya mungkin aja
sih. Perhatian itu nomor satu kalau menurutku."
Maya sontak menoleh ke
arah Rayhan. Pikirannya pun langsung tertuju pada suaminya di rumah.
"Kenapa lihatin aku
begitu? Kamu minta jawaban dari aku kan? Ya itu jawaban versiku."
"Tapi, Rayhan,
nggak semua laki-laki begitu kan?"
"Mmm."
Rayhan terdiam untuk
berpikir sejenak. Pertanyaan Maya cukup membuatnya sedikit bingung.
"Nggak juga sih.
Aku kan tadi sudah bilang kalau itu jawaban versiku. Memangnya kenapa? Apa
suamimu tergoda dengan wanita lain?"
Plak!
Maya memukul pundak
Rayhan. Dia merasa kesal s*kali dengan sahabatnya itu yang suka ceplas-ceplos
kalau ngomong.
"Aw, sakit, Maya!"
"Ya habisnya kamu
kalau ngomong nggak dijaga sih!"
"Astaga, memangnya
salah aku tanya begitu?"
"Ya nggak juga
sih."
Maya menunduk. Dia
semakin cemas memikirkan suaminya. Dia sadar kalau kesibukannya dalam pekerjaan
membuatnya sering meninggalkan Angga sendirian di rumah.
Dan belum lama ini dia
mendengar isu-isu miring soal janda sebelah rumahnya yang suka Open BO,
katanya.
"Hallo, Maya. Malah
ngalamun!" bentak laki-laki itu.
"Rayhan, aku
sebenarnya lagi khawatir sama suamiku di rumah."
"Why?"
"Karena belum lama
ini kita punya tetangga baru."
"Terus?"
Maya kembali diam. Dia
bingung apa memang perlu untuk menceritakan masalah rumah tangganya dengan
Rayhan, atau tidak. Meski dia yakin s*kali kalau laki-laki itu bisa dipercaya.
"Tetangga baruku
itu seorang janda. Dan ada isu kalau wanita itu suka Open BO."
S*ketika Rayhan tertawa
terbahak-bahak mendengar cerita Maya yang terdengar lucu baginya. Bahkan dia
tertawa begitu lepas sampai membuat Maya kesal.
"Rayhan! Apanya sih
yang lucu sampai kamu tertawa s*kencang itu? Aku ini serius!"
"Ya-ya, sorry.
Lagian kamu itu mengkhawatirkan sesuatu yang mustahil. Nih, Maya. Aku memang
nggak kenal begitu dekat dengan suamimu. Tapi aku lihat wajah Angga bukan tipe
laki-laki yang suka jajan di luar."
Maya pun mengenal
suaminya orang yang seperti itu juga. Hanya saja ucapan Marmi sedikit
mempengaruhi otaknya.
"Tapi tetanggaku
bilang dia pernah melihat laki-laki yang postur tubuhnya mirip Mas Angga di
rumah janda sebelah. Makanya aku jadi kepikiran."
Rayhan menghela napas
dan membenarkan posisi duduknya yang mulai tidak nyaman. Dia tahu s*kali kalau Maya
merupakan wanita yang baik. Dan menurutnya rekan kerjanya itu mulai berpikir
kalau kepergiannya keluar kota sedikit menjadi masalah untuk rumah tangganya.
Karena bagaimana pun
Rayhan juga merasakan hubungannya begitu dengan Delisa yang suka marah kalau
dia pergi keluar kota. Dan dia sedikit bisa membayangkan Angga yang juga kesal
seperti pacarnya itu.
"Jangan kamu
terlalu percaya sama omongan orang lain. Kamu yang tahu siapa suamimu. Jangan
sampai kamu kemakan sama omongan orang lain dan rumah tangga kamu jadi ada
masalah."
"Hm, benar juga
sih. Sepertinya aku memang harus lebih percaya sama suamiku."
"Betul s*kali."
Suasana di taman begitu
sepi hari itu. Membuat mereka lebih nyaman ngobrol tanpa ada suara bising
kendaraan atau suara orang.
"Oiya, kamu sendiri
gimana sama Delisa?"
"Baik, nggak ada
masalah."
"Syukur lah. Aku
Cuma mau pesan aja sama kamu. Buruan gih halalin Delisa jangan buat dia
kelamaan nunggun."
Rayhan tiba-tiba merasa
gerah dengan pembahasan Maya mengenai hubungannya dengan Delisa. Mereka memang
sudah berpacaran kurang lebih empat tahun. Tapi entah mengapa laki-laki itu
belum merasa mantap untuk masuk ke jenjang yang lebih serius.
Sebenarnya Delisa sudah
berulang kali membahas soal pernikahan dengannya. Dan Rayhan selalu mengalihkan
pembicaraan setiap pacarnya minta dilamar.
"Gimana ya?"
"Gimana
apanya?"
"Ya aku belum
mantap saja untuk menikah dengan Delisa."
Maya mengerutkan
keningnya. Dia heran kenapa Rayhan ragu-ragu dengan pacarnya.
"Apa sih yang bikin
kamu belum mantap sama Delisa? Dia itu wanita yang cantik, pintar dan-"
"Stop! Itu yang
kamu lihat berbeda dengan cara pandangku terhadapnya."
Rayhan nampak serius s*kali
membahas wanitanya. Seperti ada suatu beban yang sangat berat untuk diputuskan.
Dan Maya baru kali ini
melihat respon Rayhan yang sepertinya tidak begitu suka dengan pembahasannya.
Tapi dia terlanjur penasaran.
"Memangnya apa yang
aku lihat salah?"
"Hm, kamu kan hanya
melihat sisi positifnya saja."
"Jadi menurutmu aku
nggak lihat sisi negatifnya?"
"Ya jelas,
dong."
Maya mengangguk. Memang
benar dia hanya melihat sisi positif dari Delisa dan tidak melihat sisi
negatifnya. Tapi menurutnya Delisa merupakan wanita yang cukup baik.
"Kalau boleh tahu,
apa yang bikin kamu ragu sama Delisa."
"Sebenarnya Delisa
juga sering marah kalau aku keluar kota. Belum lagi dia yang menuntut aku harus
begini harus begitu. Itu yang bikin aku belum mantap untuk maju ke jenjang yang
lebih serius."
"Masak sih Delisa
kayak gitu?"
Rayhan mendengus karena Maya
masih tidak percaya dengan ucapannya.
"Ya sudah kalau
kamu nggak percaya."
Maya mengerutkan kening.
Lalu tertawa terbahak-bahak hingga membuat Rayhan kebingungan.
"Kenapa kamu
tertawa begitu?"
"Nggak, lucu aja
lihat muka kamu yang ngambek gitu."
"Please, Maya. Aku
nggak ngambek."
"Halah, aku itu
tahu."
"His, apaan banget
sih. Sudah ah, yuk pulang! Aku pingin istirahat."
Rayhan beranjak dari
tempat duduk. Dia tidak terbiasa cerita soal masalah pribadinya dengan siapa
pun. Dan baru kali ini dia cerita soal Delisa pada Maya.
Dan hal itu cukup
membuatnya merasa malu. Meski wanita itu biasa saja.
"Rayhan, tungguin
aku!"
Maya berlari. Sepatu
yang tinggi membuat dia sedikit kesusahan untuk mengejar Rayhan. Karena salah
langkah saja dia bisa jatuh dan...
"Aw,"
teriaknya.
"Maya."
Rayhan terkejut saat
melihat Maya terjatuh di belakang sana. Dia pun langsung berbalik membantu
sahabatnya itu.
"Aduh, sakit banget
kakiku."
"Maya, kamu nggak
apa-apa?"
"Kayaknya kakiku
keseleo, deh. Beneran ini sakit banget."
"Sini biar aku
lihat."
Rayhan mencoba mengecek
pergelangan kaku Maya. Dan baru saja dia menyentuh wanita itu langsung menjerit
kesakitan.
"Aduh, Rayhan.
Pelan-pelan dong. Ini sakit banget."
"Ya ampun, Maya.
Ini aku sudah pelan-pelan banget."
"Tapi masih
sakit."
Mata Maya berkaca-kaca.
Dia merasa kakinya sangat sakit meski tidak digerakan. Bahkan tanpa sadar
tangannya meremas lengan Rayhan sangat kencang.
"Gimana apa kamu
bisa berdiri?"
"Jangan gila deh,
Rayhan. Ini nggak digerakin aja sakit banget."
"Duh, terus gimana
kamu ke kamarnya?"
Rayhan menggaruk-garuk
kepala. Karena masih s*kita sepuluh menit untuk sampai di kamar Maya.
"Ya ampun, Rayhan,
kamu kan cowok. Gendong aku dong ke kamar."
"What? Gendong
kamu? Maya kamu kan tahu badan kamu berat. Ogah, ah."
Maya menggelengkan
kepala. Padahal dia tahu kalau dia termasuk wanita yang memiliki tubuh kurus
dari wanita ideal mana pun. Dan baru kali ini dia mendengar seseorang
mengatainya berat.
"Kamu itu cowok!
Masak gendong aku aja nggak kuat?"
Rayhan menggaruk kepala.
Dia memang belum mencobanya tapi membayangkan jarak taman dengan Hotel dia
sudah merasa lelah.
"Aish, kamu ini
merepotkan aku saja!"
Rayhan pun akhirnya
dengan terpaksa menggendong Maya. Dan dia merasa wanita itu cukup berat untuk
digendong.
"Huh, mimpi apa aku
semalam, Tuhan," teriak Rayhan.
Selanjutnya…..
Part 1-30
https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html
Part 14: BURUNG KURANG AJAR
Akhirnya Rayhan sampai
di kamar Maya. Dia pun menggendongnya sampai ke dalam dan membantu wanita itu
duduk di kursi.
"Aw, pelan-pelan
dong, Rayhan."
"Astaga, Maya. Aku
sudah sangat pelan."
Tangan Maya
mengelus-elus kakinya yang mulai membengkak. Wanita itu pun menahan sakitnya
meski tidak bisa dibohongi kalau dia ingin s*kali menangis.
Terkadang memang mereka
suka bertengkar. Tapi melihat wajah sedih Maya, Rayhan pun tidak tega.
"Sudah, jangan
nangis. Nanti aku carikan tukang urut yang dekat dengan Hotel."
"Hm, tapi kamu harus
pastikan kalau tukang urut itu memang bisa nyembuhin kakiku."
"Astaga, Maya. Ya
jelas dong tukang urut dia pasti bisa ngurut?"
Rayhan menggelengkan
kepala.
"Ya kan siapa
tahu."
Laki-laki itu hanya
mendengus. Dia pun mengambil ponsel di dalam saku dan mencari di informasi
mengenai tukang urut yang dekat dengan Hotel.
"Nih, ada. Tukang
pijat Mak Enok."
Maya mengintip ponsel
Rayhan. Dia ingin memastikan sendiri kalau tukang urut yang dicari Rayhan
memang bisa diperjara.
"Hm, itu serius
bisa pijat?"
"Bisa, Maya. Ini
aja tulisannya 'S*kali pijat penyakit langsung minggat!' lho," ucap Rayhan
meyakinkan.
"Hm, iya-iya."
"Kalau begitu aku
suruh kesini saja, ya."
Maya mengangguk nurut.
Dia percaya kalau Rayhan akan melakukan yang terbaik untuknya.
Di rumah. Marmi sedang
mengaduk-aduk adonan kue sambil mencari ide untuk membuktikan kalau tebakannya
benar soal laki-laki yang dia lihat di kamar Keysa.
'Aku yakin s*kali kalau
laki-laki yang kerap aku lihat di rumah Janda genit itu memanglah, Angga!'
batinnya.
Parjo yang baru saja
datang ke dapur dengan membawa gelas kotor di tangannya pun mengamati istrinya
yang sedang melamun. Sampai Marmi tidak mendengar suara gelas yang bertabrakan.
"Marmi! Kamu lagi
mikirin apa sih?" tanya Parjo yang sedang mencuci tangan.
Tapi istrinya itu tidak
mendengar panggilannya. Marmi masih saja sibuk mengaduk adonan dan tidak sadar
kalau suaminya juga ada di sana.
"Marmi!"
teriak Parjo hingga membuat istrinya menggeliat.
"Apa-apaan sih,
Pak? Bikin kaget saja!" wanita itu menggerutkan wajah.
"Ya habisnya kamu
dipanggil diam saja."
Marmi meremas-remas
adonan karena kesal pada suaminya. Dia memang tidak suka dibuat kaget.
"Aku nggak dengar
kalau kamu manggil aku!"
"Lagian kamu lagi
melamunkan apa sampai suami datang saja tidak tahu?"
Marmi melirik pada
suaminya. Rasa penasarannya pada Keysa dan Angga membuat dia merasa kesal pada
Parjo yang tidak salah apa-apa.
"Memangnya kamu
sedang memikirkan apa?"
"Ini lho, Pak. Aku
itu lagi nyari ide buat buktiin kalau laki-laki yang kerap aku lihat di rumah Keysa
itu memang Angga."
"Astaga, Marmi.
Kamu masih saja ngurusin Keysa? Kayak nggak ada kerjaan lain saja."
Parjo kurang suka dengan
istrinya yang ikut campur urusan orang lain. Apalagi mencari tahu perihal
kesalahan orang.
Dia memang tahu niat
istrinya itu baik. Hanya saja dia khawatir kalau Marmi akan mendapat imbasnya.
"Pak, sebagai
tetangga yang baik kita harus menolong tetangga kita dong. Kasihan Maya kalau
benar Keysa telah berhasil membuat Angga terpincut sama dia. Belum lagi kita
juga menjaga nama baik komplek kita dari Janda genit macam Keysa itu."
"Iya-iya, aku tahu
niatmu baik. Hanya saja kamu nggak perlu sejauh itu."
"Bapak! Gimana sih?
Aku itu mau berbuat baik kok bapak malah nggak suka?"
Marmi semakin kesal
dengan suaminya. Sampai dia meremas semakin kuat adonan kue yang sedang dia
adon.
"Bukannya aku nggak
suka kamu mau berbuat baik. Hanya saja resikonya terlalu besar. Aku nggak mau
kamu nanti terkena masalah."
Marmi menghempaskan
rambut panjangnya. Kali ini dia sedang tidak sependapat dengan Parjo.
"Terserah kamu
saja, Pak. Aku tetap akan mencari tahu soal laki-laki yang kerap aku lihat. Aku
yakin s*kali kalau dia itu Angga."
Marmi kembali mengaduk
adonan kue. Tentunya dengan perasaan kasal. Tindakannya itu semata-mata juga
untuk melindnngi suaminya dari godaan janda sebelah.
"Marmiku, kamu
jangan marah dong."
"Aku marah, Pak.
Pokoknya aku kecewa sama kamu. Biasanya juga kamu selalu mendukung apa yang mau
aku lakukan. Oh, jangan-jangan?" Marmi berbalik badan dan menatap suami
misterius.
"Jangan-jangan
apa?"
"Jangan-jangan apa,
Marmi?"
"Jangan-jangan kamu
melarang aku biar janda itu tetap bisa Open BO. Terus kamu ikut-ikutan Open BO
di rumah Keysa. Iya kan?"
Parjo hanya menghela
napas mendengar tuduhan istrinya. Meski dia mengakui kes3xyan janda itu tapi
dia masih bisa menahan diri untuk saat ini.
Usianya dengan Keysa
tidak begitu jauh. Dan janda itu terlihat lebih menggoda ketimbang Marmi karena
perawatan yang selalu dilakukan rutin oleh Keysa.
"Astaghfirulloh,
Marmi! Kamu, kok, malah menuduhku yang tidak-tidak."
"Pak, aku itu kalau
ngomong pasti ada bukti. Nggak mungkin aku asal ceplas-ceplos. Begitu juga
dengan kataku barusan. Karena aku pernah memergoki kamu sedang melihat Keysa
yang duduk di teras menggunakan rok mini. Jadi, wajar dong kalau aku sebagai
istri curiga."
Deg!
Parjo ingat s*kali kalau
dia memang pernah mengamati paha mulus Keysa dari balik pagar rumahnya. Dan dia
sama s*kali tidak menyangka kalau Marmi tahu soal itu.
'Bajigur!' batin Parjo.
Kini dia sadari kalau istrinya memang sangat jeli dengan begituan.
"Ah, kamu salah
lihat kali. Aku saja nggak ingat kok." Parjo mengelak.
"Huh, aku itu nggak
mungkin salah. Pasti waktu itu kamb sedang mengintip Keysa kan? Pak sudah jujur
saja."
Parjo terdiam. Dia tidak
mungkin jujur dengan istrinya yang sudah pasti akan mengamuk ke rumah janda
sebelah dan membuat keributan lagi.
Akhirnya mau tidak mau
Parjo harus mencari alasan agar istrinya percaya.
"Hm, terserah kamu
saja lah, Marmi. Aku mau keluar ngurus si Betet."
Betet adalah nama burung
peliharaan Parjo yang sudah lama dirawat olehnya. Hampir setiap hari dia
mengurus peliharaannya dengan sepenuh hati. Bahkan dia sampai rela merogoh uang
jutaan rupiah hanya untuk membelikan kandang yang nyaman untuk burungnya.
"Pak, aku itu belum
selesai bicara!"
"Kasihan Betet
sudah kelaparan, Marmi."
"Burung saja yang
kamu urus setiap hari. Coba s*kali-kali kamu perhatikan aku, Pak. Apa perlu
Betet kulepas saja biar dia hilang atau aku potong lehernya!" teriak
Marmi.
Parjo kembali lagi
sambil memAngga sangkar burung. Dia ingin memastikan kalau ucapan istrinya itu
hanya sebuah gertakan saja.
"Betet itu separuh
hidupku, Marmi. Kalau kau potong dia bagaimana dengan kelangsungan
hidupku?"
"Jadi menurutmu
Betet lebih berarti ketimbang aku?"
"Nggak-nggak,
Marmiku. Kamu jangan salah paham begitu."
Marmi semakin marah
dengan suaminya. Bahkan dia pun langsung memalingkan muka dan kembali mengaduk
adonan yang sudah dia diamkan sedari tadi.
Parjo membiarkan
istrinya yang sedang marah dengannya. Dia keluar rumah untuk menjemur dan
memberi makan Betet.
Ses*kali laki-laki itu
bersiul dan mengajak main burung kesayangannya. Lalu menaruh sangkar burung di
depan teras rumah.
"Betet, kamu tunggu
di sini dulu. Aku mau buang air bekas minummu."
Parjo berjalan ke depan
untuk membuang bekas air minum Betet. Dan tiba-tiba dia melihat Keysa yang baru
saja keluar dari rumahnya dengan mengenakan rok di atas lutut seperti biasa.
Kes3xyannya tentu
membuat jika kelaki-lakian siapa saja yang melihat Keysa akan meronta-ronta.
Pahanya yang mulus dan dua gunung kembar yang sangat besar.
"Beh, kalau saja
Marmi kayak Keysa. Pasti aku rela Butet dipotong lehernya," lirih Parjo
sambil melihat Keysa diam-diam.
Selanjutnya…..
Part 1-30
https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html
Part 15: MELABRAK JANDA SEBELAH
"Sedang apa, Pak
Parjo?" sapa Keysa pada tetangganya.
Parjo diam membisu saat
mendengar sapaan dari janda sebelah. Mulutnya terasa sangat berat untuk
menjawabnya.
"I-ini, Se-Keysa.
Lagi buang air minumnya Betet."
Keysa mengangguk. Dia
hendak membuang sampah ke depan rumah. Jalannya berlenggak-lenggok hingga
membuat bokong besarnya bergoyang saat jalan.
Parjo menelah ludah
melihat pemandangan segar hari itu. Sampai tububnya terasa dingin semua.
'Astaga, pantas saja
kalau banyak laki-laki yang datang ke rumah Keysa. Bodynya memang sangat
aduhai," batin Parjo.
Keysa membuta tong
sampah besar dan memasukan sampah miliknya ke dalam sana. Tiba-tiba jepit
rambutnya terjatuh dan membuat dia harus membungkukkan badan untuk mengambil
jepit rambutnya yang jatuh.
Parjo semakin panas
dingin saat melihat rok wanita itu sedikit ke atas dan semakin menunjukkan paha
atasnya yang sangat putih dan sedikit ada bulu-bulu pendek di sana. Matanya
semakin terbuka lebar. Parjo tidak mau menyia-nyiakan kesempatan langka itu.
'Busyet, dah!'
Jiwa kelaki-lakian Parjo
semakin meronta-ronta. Rasanya dia dibuat melayang hanya dengan melihat
pemandangan itu saja. Dia sama s*kali tidak membayangkan kalau dia bisa
menikmatinya.
Keysa berjalan kembali
sambil membawa tong sampah yang sudah kosong. Berjalan melangkah ke rumah dan
ses*kali menghempaskan rambut panjangnya yang tergerai.
"Mari, Pak
Parjo," ujar Keysa.
"I-iya, Se-Keysa."
Parjo sampai merasa
sangat gugup hanya menjawab sapaan dari Keysa. Janda itu berhasil membuatnya
seperti hilang kesadaran.
Sampai-sampai dia tidak
sadar kalau Marmi sedang mengintaunya dari teras sambil berdiri dan melipat
kedua tangan. Matanya melotot seperti mau keluar dari wadahnya.
"Kalau begini
caranya aku bisa sering-sering jemur Butet biar s*kalian bisa cucui mata,"
ujar Parjo perlahan bersandar pintu gerbang sambil terus terbayang paha mulus
janda sebelah.
Marmi yang geram pun
langsung berjalan mendekati suaminya. Lalu menarik daun telinga Parjo dengan
sangat keras.
"Aduh-aduh,
sakit," teriak laki-laki itu.
"Bagus ya! Baru
saja aku ngomong tadi kamu sudah cari-cari kesempatan untuk melihat janda
itu!" Marmi menarik daun telinga suminya lebih keras lagi. Sampai membuat
Parjo berteriak kesakitan.
"Sayang, kamu
ngomong apa sih?"
"Nggak usah
mengelak, Pak. Aku itu lihat kelakuanmu sedari tadi! Kamu kira kamu bisa aman
begitu saja dariku, hah!"
Marmi murka dengan
suaminya. Apalagi ini ada kaitannya dengan Keysa, wanita yang sangat dia benci.
Parjo hanya bisa pasrah
saat daun telingannya harus mendapat hukuman dari sang istri. Bagaimana pun dia
memang mengakui kalau dirinya memang salah karena telah berpikir mesum pada Keysa.
Sebenarnya dia tidak
bermaksud seperti itu. Hanya saja pemandangan tadi memang susah untuk dibiarkan
begitu saja.
Parjo membenahkan
sarungnya yang hampir terlepas. Memang setiap hari dia lebih suka mengenakan
sarung saja di rumah.
"Jangan bohong,
Pak! Apa perlu aku labrak janda itu biar nggak godain kamu, iya!"
"Ja-jangan,
Marmiku, Sayang. Nanti malah akan jadi masalah besar."
"Biarkan saja, Pak.
Biar semua orang di komplek ini tahu kelakuan janda sebelah yang belum lama ini
jadi tetangga kita. Aku benar-benar tidak rela dia menggoda suamiku."
Marmi memang selalu
nekat dengan semua perkataannya. Hal itu membuat Parjo sedikit panik kalau
istrinya benar-benar melabrak Keysa di rumahnya.
"Sini biar aku
kasih pelajaran si janda genit itu!"
Marmi melipat lengan
bajunya. Dia bersiap-siap untuk melabrak tetangganya yang kini menjadi musuh
baginya.
"Marmi! Kamu jangan
aneh-aneh!"
Wanita itu melihat ember
kecil berisikan air kotor. Dia pun berniat mengambil ember itu dan membawanya
ke rumah janda sebelah.
S*ketika hal itu membuat
Parjo semakin panik. Bagaimana tidak, air itu sudah jelas akan dibuat untuk
menyiram Keysa.
"Marmi, sudah lah.
Kamu jangan terpancing emosi seperti itu. Malu dilihat tetangga nanti."
"Lepaskan aku, Pak!
Kamu mau mencegahku untuk melabrak janda genit itu!"
"Astaga, nggak
seperti itu."
Parjo menggaruk kepala
sambil memikirkan ide untuk mencegah aksi istrinya. Dan lagi-lagi dia
membenahkan sarung yang hampir melorot.
"Ya sudah, kalau
kamu memang nggak keberatan nggak usah kamu cegah aku. Biar aku kasih pelajaran
dia karena sudah ganggu suamiku!"
Marmi berjalan menuju
rumah janda sebelah. Dia sudah tidak sabar ingin melabrak wanita itu.
"Keysa! Keluar
kamu!" teriak Marmi.
Parjo mengejar istrinya.
Dia berusaha mencegah Marmi namun tidak bisa. Marmi sudah terlanjur marah
dengan apa yang dia lihat tadi.
"Keysa! Keluar
kamu! Jangan jadi wanita pengecut!"
Keysa yang baru saja
keluar dari kamar mandi pun terkejut saat mendengar seseorang teriak-teriak di
depan rumahnya. Dia juga tidak asing dengan suara itu.
"Siapa sih?"
Keysa yang penasaran
akhirnya keluar untuk melihat orang yang membuat keributan di rumahnya. Dan
saat dia membuka pintu tiba-tiba...
Byur!
Guyuran air membasahi
wajah dan sebagian tubuh Keysa. Dia sangat syok dengan kejadian itu.
"Hah, apa-apaan
ini?"
"Apa-apaan?
Apa-apaan? Harusnya aku yang bertanya seperti itu bukan kamu dasar janda
genit!"
Keysa tidak mengerti
mengapa Marmi memakinya seperti itu. Dia merasa hari ini tidak berbuat
kesalahan sama s*kali.
Parjo hanya berpasrah
diri melihat kejadian itu. Dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Amarah Marmi
sudaj terlanjur memuncak. Dan dia memilih untuk tetap berada di belakang
istrinya.
"Bu Marmi ini
maksudnya apa, ya? Kenapa ibu guyur saya pakai air kotor. Dan ini bau s*kali?"
Keysa mencium badannya yang tiba-tiba bau seperti air bekas cucian. Rasanya dia
ingin s*kali muntah detik itu juga.
"Itu buat pelajaran
wanita macam kamu."
Keysa menggelengkan
kepala. Dia masih tidak mengerti mengapa tetangga yang satu ini sangat julid
dengannya. Bahkan tanpa dia tahu apa sebabnya.
"Beneran saya nggak
paham maksud Bu Marmi apa? Tapi yang jelas tindakan Ibu ini sudah sangat kurang
ajar!"
"Kurang ajar kamu
bilang? Hah, nggak salah? Yang kurang ajar itu kamu!"
Suara Keysa dan Marmi
saling beradu. Bahkan suara keras mereka bisa didengar oleh para tetangga.
"Apaan sih, Bu
Marmi, ini?"
"Berani-beraninya
kamu godain suami saya?"
Keysa mengerutkan kening
mendengar tuduhan dari Marmi. Bagaimana tidak? Dia sama s*kali tidak merasa
menggoda Parjo.
"Godain suami Bu
Marmi? Astaga, kurang kerjaan banget sih saya godain suami Ibu? Lagian
laki-laki yang lebih tampan dan banyak duitnya di luar sana banyak, Bu."
"Halah, kamu pikir
suamiku ini tidak tampan dan banyak duit? Suamiku ini sudah jelas ketampanannya
dan banyak duitnya. Kamu jangan salah ya menilai Parjo!"
Keysa menggelengkan
kepala. Dia menatap wajah Parjo yang menurutnya sama s*kali tidak tampan
seperti yang istrinya katakan. Bahkan tidak ada bandingannya dengan ketampanan Angga.
"Marmi, sudah ya.
Kita pulang saja. Takut nanti tetangga sampai tahu dan pada kesini."
"Apaan sih kamu,
Pak. Aku ini belum selesai ngomong sama janda genit ini."
Keysa mendengus
mendengar julukan Marmi padanya. Bagaimana tidak? Marmi adalah satu-satunya
orang yang menjulukinya janda genit.
"Benar, Pak Parjo.
Mending bapak ajak istri anda ini pulang karena saya mau istirahat!" ujar Keysa.
"I-iya, Keysa."
"Pak, kamu ini
apa-apan sih?"
Parjo memberanikan diri
untuk menyeret istrinya pulang ke rumah. Sebelum akhirnya tetangga akan ke
rumah Keysa dan semakin ramai.
"Sudah-sudah, kita
selesaikan di rumah," ujar Parjo.
"Nggak bisa, Pak!
Aku harus selesaikan urusanku dulu sama dia!"
PArjo tetap menarik
Marmi pulang meski istrinya itu menolaknya.
"Lepaskan
aku!" teriak Marmi yang mencoba memberontak suaminya.
Selanjutnya…..
Part 1-30
https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html
Part 16: JURUS MUJARAB MAK ENOK
"Dasar wanita
siluman! Bisa-bisanya aku punya tetangga kayak dia?" ucap Keysa.
Matanya masih tertuju
pada Marmi yang sedang digeret suaminya masuk ke dalam rumah. Bahkan Parjo
harus mengerahkan tenaga untuk membawa istrinya.
"Bisa gila aku
lama-lama tetanggaan sama Bu Marmi!"
Di kamar Hotel. Maya
sedang duduk di sofa dengan meluruskan kakinya. Sambil menatap penasaran Mak
Enok yang sedang memijat kakinya.
"Rayhan, kamu beneran
percaya sama tukang pijat ini?" bisik Maya.
"Ya, kalau dilihat
dari informasi yang aku dapat si percaya."
Mak Enok tersenyum pada Maya
dan Rayhan. Sambil mengambil minyak urut yang dia bawa di tas kecil.
Maya menelan ludah.
Entah mengapa dia merasa ragu dengan Mak Enok. Tampilannya seperti orang
setengah waras. Dan usianya s*kitar sudah tujuh puluh tahunan.
Mak Enok mengenakan baju
kebaya dengan rambut digelung hingga membuatnya mirip dengan simbah-simbah.
"Aw," teriak Maya.
"Te-tenang, Neng.
Di ta-tahan dulu ya," ujar Mak Enok yang mulai mengurut kaki Maya yang
kesleo.
Maya tidak tahan dengan
rasa sakit di kakinya. Rasanya dia ingin s*kali menangis sampai kedua tangannya
meremas sofa sangat kuat.
"Pelan-pelan, Mak
Enok. Kaki saya sakit banget."
"I-iya, ini saya
sudah sangat pelan-pelan s*kali."
Maya menatap Rayhan. Dia
merasa sedikit ragu dengan Mak Enok. Tapi mau diapa lagi. Dia hanya bisa
berpasrah diri.
Mak Enok mengoleskan
minyak urut ke kaki Maya. Dan mulai memijatnya perlahan.
Maya pun kembali berteriak
dan kali ini dia sampai meremas tangan Rayhan hingga laki-laki itu ikut teriak
kesakitan.
"Maya, sakit,"
ujar Rayhan.
"Aduh-aduh,
kakiku."
Maya berteriak sampai
menangis tersedu-sedu. Kakinya seperti patah dan rasa sakit pun menjalar
kemana-mana.
Rayhan yang tidak tega
dengan Maya pun akhirnya memilih untuk menahan tangannya yang sakit akibat
remasan dari Maya.
Krek!
Suara tulang terdengar
sangat menakutkan. Sampai Rayhan nyengir dibuatnya.
"Ba-bagaimana?
A-apa sudah enakan?" tanya Mak Enok.
Perlahan Maya
menggerakan kakinya. Dan dia merasa sudah lebih baik bahkan kini kakinya sudah
bisa digerakan.
"Gimana, Maya?"
"Kakiku sudah bisa
digerakan, Rayhan."
"Alhamdulillah."
Maya langsung berdiri
dan mencoba berjalan perlahan. Dia ingin memastikan kalau kakinya sudah tidak
sakit lagi.
Sedangkan Mak Enok dia
tersenyum dan mengekas minyak urut ke dalam tas. Dia memang seorang tukang
pijat yang sudah berpuluh-puluh tahun. Jadi untuk mengatasi kaki kesleo tentu
hal yang mudah baginya.
"Akhirnya kamu
nggak menyusahkanku lagi," ujar Rayhan.
Maya langsung berhenti
dan menoleh ke arah temannya itu sambil melipat kedua tangan.
"Jadi aku
menyusahkanmu?"
"Ya nggak begitu, Maya."
"Jahat banget sih
kamu, Rayhan. Kakiku begini juga gara-gara kamu!"
Maya kembali duduk di sofa
dengan wajah murung karena kesal dengan teman laki-lakinya. Sedangkan Mak Enok
dia hanya bisa menggelengkan melihat permasalahan anak muda.
"Ya-ya sudah kalau
begitu sa-saya pergi dulu."
"Oh, iya, Mak Enok.
Terima kasih banyak. Berkat Mak Enok saya sudah bisa jalan lagi."
"I-iya, sama-sama,
Neng."
"Oiya, ini ada
sedikit uang untuk Mak Enok."
"Terima kasih,
Neng."
Mak Enok menerima uang
pemberian dari Maya.
"Biar saya antar
sampai depan, Mak."
Rayhan membantu Mak Enok
berjalan karena jalannya pun sudah membungkuk. Dia tidak tega membiarkan Mak
Enok berjalan sendiri.
Selang beberapa menit
laki-laki itu kembali ke kamar Maya untuk memastikan keadaannya. Dan terlihat
wanita itu sedang berlatih berjalan di kamar.
"Gimana?"
"Hm, lumayan sudah
nggak sakit. Jadi aku besok bisa kerja lagi."
"Ya ampun lagi
sakit aja masih sempat mikirin kerjaan?"
"Rayhan, kan kamu
sendiri yang bilang kalau klien itu sukanya sama aku. Aku kan jadi berpikir
kerjaan akan berantakan kalau kamu yang urus!"
Laki-laki itu hanya
menggaruk kepala. Dia mengakui kalau yang dikatakan Maya memang benar.
"Iya-iya, kamu
memang paling the best pokoknya."
Maya tersenyum lalu
mengangguk.
"Nah, gitu dong
akui kalau kamu memang nggak bisa tanpa aku."
"Duh, lama-lama
kamu besar kepala deh."
Rayhan mengambil buah
jeruk di meja lalu mengupasnya. Dan duduk di Sofa sambil menghadap ke arah
jendela. Kamar hotel Maya berada di lantai dua puluh, jadi mereka bisa melihat
pemandangan dari atas sana.
"Hm, ternyata kota
Bandung memang indah."
Maya menatap keluar lewat
jendela. Sudah hampir satu hari dia di sana tapi belum sempat melihat s*keliling
hotel karena kepikiran dengan Angga di rumah.
Dari kamar dia bisa
melihat pemandangan yang sangat indah. Bahkan kalau Rayhan tidak memberi
tahunya mungkin dia akan acuh dengan hal tersebut.
"Iya kamu benar,
Rayhan."
Maya kembali teringat
suaminya. Meski kota Bandung banyak tempat menarik dia sedikit pun tidak
tertarik untuk berkeliling. Rasanya dia ingin diganti dengan pulang ke Jakarta
saja.
"Oiya, aku dengar
di dekat hotel ada pasar malam. Gimana kalau nanti malam kita ke sana?"
"Ogah, ah. Aku mau
istirahat saja nanti malam. Toh, kita masih punya kerjaan yang harus kita
selesaikan besok."
Maya duduk di ranjang
sambil melihat ponselnya dan masih tidak ada pesan atau telepon dari Angga.
Padahal suaminya itu biasanya sudah mengirim banyak pesan kalau dia pergi ke
luar kota.
"Hallo, Maya
Natasya. Aku sudah bilang kamu jangan galau hati s*karang. Aku tahu kamu
khawatir dengan suamimu dan ingin pulang. Tapi kamu harus ingat kalau galaumu
ini hanya percuma saja. Karena apa? Karena kamu akan tetap di sini sampai
kerjaan kita selesai."
Maya menunduk. Karena
yang dikatakan Rayhan memang benar. Hanya sia-sia saja dia bermurung hati saat
ini karena tidak akan merubah keadaan apa pun.
"Bukanya kamu
pernah cerita sama aku kalau pekerjaan ini adalah impianmu. Iya kan?"
"Salah nggak sih
kalau aku punya mimpi begitu?"
"Hm, gimana
ya?"
Rayhan berdiri dan
memikirkan jawaban untuk Maya. Wanita itu pun memandang setiap gerak-geriknya.
"Ya, kalau
menurutku sedikit salah sih kalau kamu terlalu sibuk. Tapi ya gimana ya, nggak
tahu lah aku bingung."
"Dih, pake bingung
segala? Aku beneran nggak bisa menilai diriku sendiri."
"Stop! Dari pada
kita bahas ini dan semakin bikin mood kamu nggak baik, mending kamu ikut saja
aku nanti malam. Kita ke pasar malam untun bersenang-senang."
"Ogah, Rayhan. Aku
nggak mau kemana-mana."
"Ya sudah, kalau
begitu aku paksa kamu buat ikut atau aku culik kamu."
"His, apa-apaan
sih? Kayak penjahat kelas kakap saja."
"Biarin! Karena aku
itu nggak tega lihat muka kamu yang murung dan bikin pemandangan di dunia ini
makin jelek tahu!"
"Kurang ajar kamu,
Rayhan. Kamu bilang apa?"
Laki-laki itu menahan
tawanya. Dia memang suka s*kali menggoda Maya.
"Nggak-nggak, Bu Maya
yang baik dan cantik sedunia. Gini, nanti malam aku tetap jemput kamu habis
isya. Dan kamu siap-siap, okay. Tempatnya dekat kok dari sini."
Maya sebenarnya malas s*kali
keluar malam ini. Dia ingin di kamar saja. Tapi dia juga kasihan dengan Rayhan
kalau menolak ajakannya.
"Iya-iya, nanti aku
siap-siap."
"Nah, gitu dong
dari tadi. Kan aku nggak perlu ngoceh."
"Memang kerjaanmu
itu ngoceh mulu sampai bikin telingaku peling tahu!"
"Sudah ah, aku mau
ke kamar. Mau mandi biar wangi."
"Iya-iya, kamu
mending keluar dari kamuarku s*karang juga!"
Maya mendorong tubuh
Rayhan keluar. Rasanya dia ingin sendiri untuk hari ini.
Selanjutnya…..
Part 1-30
https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html
Part 17: GEMERLAP KOTA BANDUNG
Malam itu Maya rasanya
malas s*kali keluar kamar hotel untuk pergi nersama Rayhan ke pasar malam.
Karena sedari kemarin belum ada kabar dari Angga dan nomor suaminya tiba-tiba
tidak aktif.
Wanita itu duduk melamun
di depan jendela sambil melihat gemerlap lampu kota Bandung. Biasanya dia
selalu happy ketika berada di luar kota.
"Mas Angga, kamu
kenapa sih? Kok nggak seperti biasa yang sudah telfon berkali-kali?"
Gelisah dan tidak nyaman
rasanya malam itu. Maya ingin s*kali segera pulang ke Jakarta tapi masih ada
kerjaan yang harus dia urus di sana. Jadi mau tidak mau dia harus menahannya
sampai pekerjaannya selesai.
Drrt!
Ponselnya pun berbunyi.
Dia melihat pesan singkat dari Rayhan yang memberi tahu dirinya kalau sudah
menunggu di lobby.
"Rayhan! Kamu ini
memang nggak ngerti suasana hati orang! Aku itu lagi malas keluar!" Maya
menggerutu.
Tapi dia tidak mau
mengecewakan temannya itu. Bagaimana pun Rayhan sudah sangat baik dengannya.
Dengan mengenakan kaos dan celana panjang dengan rambut tergerai dia pergi ke
lobby untuk menemui rekan kerjanya itu.
Dan saat dia sampai di
sana. Laki-laki itu sedang duduk sambil melihat ponselnya. Dia melihat Rayhan
sedang melihat foto kekasihnya.
"Hm-hm, kangen ya
sama Delisa?"
Rayhan menoleh dan
langsung menutup ponselnya.
"Kamu semAnggangan
banget deh lihat-lihat privasi orang."
"Ya ampun, Rayhan.
Kebetulan aku lagi lewat dan lihat foto Delisa. Jadi nggak masalah dong."
Laki-laki itu mendengus.
Dia memang jarang terbuka soal hubungannya dengan siapa pun. Bahkan semua orang
kebanyakan mengira kalau hubungannya dengan Delisa sangat baik dan tidak pernah
ada masalah. Padahal dibalik semua itu hubungannya terancam retak.
Maya duduk di sofa dan
berhadapan dengan Rayhan. Wanita itu hanya menatap datar sambil menunggu
intruksi untuk berangkat.
"Gimana kakimu? Apa
sudah enakan?"
Maya menggerakan
kakinya.
"Ya, seperti yang
kamu lihat, aku sudah bisa berjalan seperti semula."
"Syukurlah. Kalau
begitu jadi kamu nggak merepotkan aku lagi."
"Ya-ya, sudah
berapa kali kamu bilang seperti itu."
"Stop! Aku nggak
mau berdebat malam ini. Nanti kalau kita berdebat malah nggak jadi pergi."
Maya mengangguk. Dia
setuju dengan pendapat rekan kerjanya itu. Bagaimana pun dia juga ingin mencari
ketenangan untuk melupakan Angga s*kejap.
Malam itu menunjukan
pukul setengah delapan. Jadi wajar kalau di lobby juga lumayan ramai.
"Yuk, kita pergi s*karang,"
ajak Rayhan.
Mereka berdua
meninggalkan hotel dan pergi ke pasar malam. Sudah lama mereka tidak pergi
jalan-jalan ke pasar malam setelah menjadi orang yang super sibuk dengan
pekerjaan.
Dan hanya membutuhkan
waktu tujuh menit untuk sampai ke lokasi. Maya yang awalnya tidak mood pun
akhirnya merasa sedikit semangat dengan suasana pasar malam.
"Gimana?"
"Ya lumayan
menghibur. Aku sudah lama s*kali nggak main ke pasar malam. Mungkin sudah s*kitar
lima tahun."
Maya menolah-noleh
melihat beberapa wahana dan jajanan yang menjadi ciri khas pasar malam.
"Yuk, kita coba
naik Bianglala."
Rayhan menarik tangan Maya
tanpa permisi. Dia mengajaknya untuk mencoba salah satu permaian yang ada di
sana.
Wanita itu tidak menolak
ajakan temannya. Karena dia merasa kalau dia juga butuh hiburan untuk menghilangkan
stres.
"Pak, kita mau
naik, ya," kata Rayhan.
"Wah, siap,
Bosku."
Bianglala yang tadinya
berputar pun s*ketika pergi. Rayhan membantu Maya untuk naik dan setelah pintu
tertutup Bianglala pun berputar kembali.
Maya tersenyum melihat
keindahan pasar malam dan gemerlap kota Bandung dari atas sana yang menurutnya
sangat indah.
"Gimana? Nggak
nyesel kan?"
"Okay, aku akui aku
nggak nyesel. Meski tadi aku malas banget mau keluar."
"Ya, aku tahu.
Makanya aku paksa kamu biar mau ke sini."
Maya hanya terkekeh. Dia
pun memasukan ponselnya ke dalam saku. Berharap kalau malam ini dia tidak
mengingat Angga yang entah kenapa tidak memberi kabar apa pun setelah dia pergi
ke luar kota.
Rayhan pun mengajak
ngobrol Maya dan ses*kali dia membuat wanita itu tertawa terbahak-bahak di
sana. Meski laki-laki itu kadang menyebalkan tapi dia juga memiliki bakat untuk
melawak.
Maya sampai
terpingkal-pingkal hingga perutnya terasa kaku. Senyumnya mengukir dua lesung
pipi uang membuatnya semakin terlihat sangat cantik.
Pandangan Rayhan tertuju
pada kecantikan wanita itu. Meski mereka sudah sering pergi bersama tapi baru
kali ini dia melihat Maya sangat cantik.
Sampai dia tidak sadar
kalau Bianglala sudah berhenti dan mengharuskan mereka keluar.
"Rayhan, ayo
keluar."
Laki-laki itu masih diam
melamun. Sampai membuat Maya kebingungan.
"Hai, kamu nggak
kesambet jin Bianglala kan?"
"Ah, nggak. Ada-ada
saja kamu ini. Ya sudah ayo keluar."
Rayhan keluar terlebih
dahulu dan meninggalkan Maya di dalam sana. Dia tidak mau wanita itu tahu kalau
tadi dia melamunkan kecantikan Maya.
"Dih, emang nggak
jelas dia." Maya menggelengkan kepala. Lalu dia keluar dari sana dan
mengejar Rayhan yang sudah lebih dulu pergi.
Banyak s*kali permainan
di sana sampai membuat mereka berdua kebingungan untuk memilih.
"Kita coba naik
komedi putar, yuk."
"Apa nggak malu
kita naik komedi putar, Rayhan? Tuh lihat yang naik itu mayoritas
anak-anak."
Rayhan menoleh lalu
menatap Maya.
"Ngapain malu sih?
Memangnya ada larangan orang dewasa nggak boleh naik komedi putar?"
"Ya nggak ada. Cuma
kan-"
"Hus! Kamu diam
saja. Ayo."
Lagi-lagi Rayhan menarik
Maya menuju tempat pembelian tiket untuk naik komedi putar. Komedi putar pun
berhenti dan mereka menaikinya. Mereka duduk bersebelahan.
"Hihi, Kakak-Kakak
itu lucu ya naik kuda," ujar anak berusia s*kitar tujuh tahun yang duduk
di belakang mereka.
Maya menelan ludah.
Tentu saja dia merasa malu setelah mendengar ucapan anak kecil itu.
"Tuh, kan,
Rayhan?"
"Wah, Adik pasti
belum pernah main seru-seruan main Komedi Putar sama orang dewasa," ujar
Rayhan pada anak kecil itu.
"Memangnya
kenapa?"
"Kita
balapan."
"Ayo siapa
takut!"
Maya tertawa sambil
menggelengkan kepala dengan tingkah Rayhan. Setidaknya tindakan sahabatnya itu
menghilangkan rasa malunya.
Tidak lama Komedi putar
pun kembali beroperasi. Dan Rayhan nampak asyik s*kali bermain dengan si anak
kecil yang dia tantang. Maya hanya tertawa sambil menikmati permainan.
Di kamar. Marmi keluar
dari kamar mandi lalu berjalan dan menaiki ranjang. Bahkan dia tidak menyapa
Parjo yang sedari tadi berada di sana.
"Marmi, kok kamu
menghadap ke situ sih?"
Wanita itu diam dan
tidak peduli. Dia tetep berbaring dan membelakangi suaminya.
"Sayang,"
panggil Parjo.
Marmi malah merapatkan Keysamutnya.
Dia sama s*kali tidak ingin bercakap apa pun dengan suaminya.
"Sayang, sini
dong."
"Lepaskan,
Pak."
"Kamu ini
kenapa?"
Marmi diam lagi. Dia
berusaha untuk memejamkan mata meski sebenarnya dia belum mengantuk. Biasanya
dia selalu bermesra-mesraan terlebih dahulu sebelum tidur.
Namun, Marmi masih
mengingat kejadian tadi siang. Saat suaminya mengamati bokong s3xy Keysa secara
diam-diam. Dia merasa sangat khawatir kalau Parjo juga akan tergoda dengan
pesona janda sebelah.
"Sayang, ini malam
jum'at, lho. Kamu nggak mau enak-enak?"
Parjo sengaja memancing
istrinya. Dia tahu kalau Marmi biasanya sangat bersemangat saat malam jum'at
tiba.
"Nggak ada
enak-enak malam ini!" teriak Marmi.
Selanjutnya…..
Part 1-30
https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html
Part 18: BERTANYA-TANYA
Parjo menghela napas
dalam-dalam. Kali ini istrinya benar-benar marah dengannya. Akhirnya dia
memilih keluar kamar.
"Huh, apa
istimewanya malam ini kalau Marmi saja tidak mau melayaniku!" Parjo
membenarkan sarungnya.
Karena kecewa dia pun
pergi ke ruang TV untuk menonton pertandingan bola. Dia berpikir kalau bola
lebih membuatnya senang malam ini.
Di kamar Marmi merasa
semakin kesal karena suaminya malah pergi keluar kamar. Padahal dia berharap
Parjo akan meminta maaf soal kejadian tadi siang. Marmi bangun dari tidurnya.
"Hih! Bang Parjo
ini apa-apaan? Kenapa malah keluar?"
Dan tiba-tiba dia
mendengar suara televisi yang menyala. Marmi pun meremas Keysamut karena Parjo
lebih memilih menonton pertandingan sepak bola ketimbang melakukan sunah rasul.
"Benar-benar
nyebelin!"
Marmi kembali berbaring
dan kali ini s*kujur tubuhnya ditutupi oleh Keysamut. Dengan harapan dia tidak
akan mendengar suara televisi yang terdengar sampai kamar.
Tapi ternyata tidak.
Meski Marmi sudah berusaha untuk tidak mendengar suara apa pun ternyata dia
masih mendengar suara televisi yang sengaja suaminya keraskan.
Marmi kembali terbangun.
Karena geram dia pergi ke ruang TV untuk menegur suaminya.
Brak!
Marmi membanting pintu
hingga membuat Parjo kaget.
"Marmi! Kenapa kamu
membanting pintu? Bagaimana kalau pintunya nanti rusak?"
"Biarin! Suruh
siapa kamu mengeraskan suara TV sedangkan kamu tahu, Pak, kalau aku mau
tidur."
"Lho, aku kan tidak
tahu kalau suaranya terdengar sampai kamar?"
Marmi berkacak pinggang
dengan muka yang memerah. Rasanya dia ingin s*kali marah dengan suaminya karena
membuatnya kesal hari ini.
"Ya sudah, ini aku
kecilkan suaranya biar kamu bisa tidur."
Parjo mengecilkan suara
televisi. Lalu dia kembali menonton dan mengabaikan istrinya yang masih berdiri
di sana.
Bukannya reda Marmi
malah semakin merasa marah karena suaminya tidak mendekatinya untuk meminta
maaf. Akhirnya dia berjalan mendekati suaminya dan mengambil remote lalu
mematikan televisi itu.
"Marmi! Kenapa
TVnya dimatiin?"
Kini gantian Parjo yang
kesal dan tidak mengerti apa yang diinginkan istrinya. Dia menatap wajah Marmi
yang terlihat sangat marah.
"Pak! Ini itu malam
jum'at, kenapa kamu malah nonton pertandingan sepak bola?"
"Huh, kan kamu
sendiri yang bilang tidak ada enak-enak malam ini. Ya sudah jadi aku nggak
salah dong kalau aku pergi nonton bola?"
Bugh!
Marmi melempar bantal
sofa ke muka Parjo.
"Dasar laki-laki
nggak peka!"
Parjo mengerutkan
keningnya. Dia tidak tahu mengapa istrinya bersikap sangat aneh menurutnya.
Bahkan dia sama s*kali tidak mengerti apa yang Marmi inginkan.
"Nggak peka gimana
sih, Marmiku, Sayang?"
"Aku bersikap
begitu itu cuma mau kamu peka. Minta maaf atau gimana gitu. Kamu sadar nggak
sih, Pak kalau kamu itu bikin aku kesal tadi."
"Huh, lagi pula
kenapa sih pake marah segala? Aku itu cuma mencintai kamu, Marmiku,
Sayang."
Wanita itu memalingkan
muka. Dia masih kesal dengan Parjo meski sedikit luluh setelah mendengar kata
cinta yang diungkapkan suaminya.
Parjo berdiri lalu
memeluk istrinya. Dia tahu kalau pelukannya akan berhasil meluluhkan hati Marmi
yang sedang marah dengannya.
"Kalau kamu suka
marah nanti wajahmu jadi gampang kerutan tahu?"
"Lho, Pak. Kamu
doain aku biar kerutan dan cepat tua? Dengan begitu kamu bisa lebih leluasa
godain janda sebelah itu? Iya kan?"
Parjo kembali mendengus
lagi. Padahal dia sudah berniat untuk meredakan amarah Marmi tapi malam
istrinya itu kembali marah karena dia salah berucap.
"Astaga, Sayang.
Kenapa kamu terus suhudzon denganku? Aku tidak mungkin begitu, kamu tahu
sendiri kalau aku sangat mencintaimu."
"Terus kenapa kamu
bilang aku kerutan?"
"Hm, aku hanya
bercanda saja. Sudah ah, ayo kita ke kamar saja."
Parjo menggendong
istrinya tanpa permisi.
"Pak, kamu mau bawa
aku kemana?"
"Ke kamar dong, ayo
kita melakukan ritual malam ini."
Marmi meringis senang
akhirnya mereka tidak jadi pending melakukan ritual malam jum'at yang tidak
pernah terlewatkan oleh mereka. Dia pun tidak menolaknya sama s*kali.
Brak!
Parjo menutup pintu
kamar. Tidak lupa dia pun menyalakan lagu romantis untuk mengiringi percintaan
mereka malam ini.
Di jalan. Maya dan
Rayhan berjalan bersama menuju hotel yang tidak jauh dari tempat pasar malam
berada. Mereka memang sengaja jalan kaki agar bisa menikmati keindahan kota
Bandung.
Maya menggigit gulali
besar yang dipegangnya semenjak keluar dari pasar malam. Seperti anak kecil
yang tidak memiliki beban sama s*kali.
Rayhan terkekeh lalu menggelengkan
kepala melihat tingkah lucu Maya. Dan malam ini dia merasa kalau wanita itu
lebih cantik saat tidak marah-marah dengannya seperti waktu sedang bekerja.
"Kenapa kamu
tertawa?" tanya Maya.
"Nggak, nggak
apa-apa."
Maya berhenti berjalan
lalu menatap laki-laki itu. Dia paling tidak suka kalau dibuat penasaran.
"Jangan bohong!
Pasti kamu menertawakanku, bukan?"
Rayhan menggaruk-garuk
kepala. Baru saja dia memuji Maya di dalam hati wanita itu sudah mau
mengajaknya berdebat lagi.
"Nggak, Maya. Huh,
astaga, kapan sih kamu nggak suhudzon sama aku?"
Maya menggigit gulalinya
lalu berjalan lagi.
"Aku juga heran
kenapa kalau sama kamu itu bawaannya suhudzon mulu."
"Kalau begitu kamu
perlu rajin minta maaf sama aku biar dosa kamu nggak kebanyakan."
Maya tertawa.
Membayangkan seberapa banyak dosanya pada Rayhan selama mereka kenal. Karena
hampir setiap hari mereka bedua selalu berdebat hal-hal sepele.
"Sumpah, aku jadi
takut sama kamu. Kamu itu kadang baik kadang nyebelin juga sampai bikin aku
gemas!"
"Hm, sebentar biar
aku cek dulu."
Maya kembali berhenti
dan kali ini dia menatap wajah Rayhan dengan sangat dekat. Sampai membuat
jantung laki-laki itu berdegup sangat kencang.
Maya menatap mata Rayhan
tanpa berkedip.
"Ngapain sih, Maya?"
Rayhan memalingkan muka."
"Hih! Hadap
sini!"
Tangan Maya memutar
wajah Rayhan agar mentapnya kembali. Dan sentuhan tangannya membuat jantung
laki-laki itu berdegub sangat kencang tiga kali lipat.
"Sudah."
Maya kembali berjalan
lagi. Dan Rayhan masih berdiri di sana dengan bertanya-tanya atas sikap Maya
barusan.
"Heh, Maya!
Benar-benar sudah gila kamu ya?" teriak Rayhan yang merasa sudah dikerjain
oleh sahabatnya itu.
Maya masih terus
berjalan sambil menghabiskan gulalinya.
'Tapi ngomong-ngomong
kenapa jantungku berdegup sangat kencang?' batin Rayhan dengan tangan yang
memegang dadanya sendiri.
Dia merasa kalau ini
tidak normal. Karena dia tidak pernah merasakan jantungnya berdegup sangat
kencang bahkan dengan kekasihnya sendiri, Delisa.
Kebersamaannya dengan Maya
tanpa di sadari menimbulkan rasa nyaman di antara mereka. Hanya saja mereka
berdua selalu membantahnya.
Maya berhenti lalu
menoleh. Dia melihat laki-laki itu yang masih dibelakang sana.
"Rayhan, ayo
pulang!" teriak Maya.
"I-iya."
Rayhan berlari mengejar Maya
yang sudah berada di sana. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan sampai ke
hotel.
Dan saat Maya hendak
masuk ke kamar tiba-tiba dia mendapat telepon.
"Mama?" ujar Maya.