Gairah Asmara Janda Cantik

Novel ”Gairah Asmara Janda Cantik”


Part 1: JANDA SEBELAH

Tok! Tok! Tok!

Seseorang mengetuk pintu rumah Keysa.

"Iya sebentar," teriak wanita itu.

Keysa baru selesai mandi. Karena mendengar ada orang bertamu di rumahnya ia pun segera menjatuhkan handuk yang masih membalut tubuhnya. Kemudian tangannya menggapai baju daster pendek yang berada di atas ranjang.

Keysa memakainya sambil berjalan santai menuruni anak tangga, lalu melewati ruang demi ruang. Rumah tampak lengang, sebab ia hanya tinggal sendirian. Statusnya seorang janda, cantik dan s*ksi, oleh karena itu tidak jarang laki-laki datang ke rumahnya s*kadar untuk mengapeli. Dan kini, hanya dengan mengenakan daster pendek saja Keysa sangat percaya diri membukakan pintu untuk tamunya yang datang.

"Ada yang bisa aku bantu?" tanya Keysa pada laki-laki yang memunggunginya.

"Selamat malam, Sayang."

"Angga?" Keysa langsung menarik laki-laki itu masuk ke dalam rumah, menoleh-noleh sebentar keluar, lalu menutup pintu. Angga bersandar di pintu dan janda itu berada di depannya dengan tubuh berdekatan. Dia tidak mau ada tetangga yang melihat Angga datang ke rumahnya.

"Angga, kamu ngapain ke sini malam-malam? Kalau istrimu tahu bagaimana?"

Angga hanya terdiam sambil melihat tubuh Keysa yang s*ksi, berbalut daster kuning saja malam ini. Kini tubuh mereka sangat dekat sampai tercium bau hMaya sabun mawar yang masuk ke lubang hidungnya dan membuat pria itu ingin mencium janda itu.

"Istriku lagi kerja ke luar kota dan seperti biasa malam ini dia tidak pulang." Angga mendengus.

Laki-laki itu mencoba menahan b1rahinya dengan memalingkan muka dan melihat vas bunga yang ada di atas meja. Meski sejujurnya ia tidak tahan memendam hasrat terlalu lama. Apa lagi tubuh Keysa sangatlah menggoda iman, membuat Angga rasanya pengen murtad.

"Ya ampun, Angga, Sayang. Kenapa nasibmu malang s*kali?" tangan Keysa membelai pipi kiri laki-laki itu dengan lembut.

Hal itu membuat Angga kegirangan. Ia menatap wajah Keysa yang masih cantik meski usianya sudah menginjak empat puluh tahun.

"Kamu benar. Maya memang terlalu sibuk hingga lupa kalau ada suaminya yang selalu kesepian di rumah."

Keysa mengangguk. Dia memang bisa mendengar curahan hati Angga setiap kali laki-laki itu bercerita tentang istrinya yang sering pergi ke luar kota.

"Aku paham s*kali bagaimana perasaanmu. Ya sudah kamu duduk dulu biar aku buatkan kamu teh panas."

Angga setuju. Dia memang sangat membutuhkan perhatian. Mereka berdua pun saling melempar senyuman hangat.

Keysa menggandeng Angga dan menyuruhnya untuk duduk di sofa. Kemudian ia berjalan masuk dapur untuk membuatkan minum.

Pandangan Angga buyar saat melihat paha Keysa yang putih dan jenjang. Apalagi janda itu sengaja melenggak-lenggokkan pinggulnya saat sedang berjalan.

'Shit!' batin Angga menahan sesuatu yang hendak memberontak di balik celana.

Jujut saja Angga merasa lebih betah berada di rumah Keysa ketimbang di rumahnya sendiri. Karena di sini ia merasakan hangatnya perhatian yang diberikan oleh si janda s*ksi itu.

Tak lama, Keysa kembali dengan membawa secangkir teh panas untuk Angga. Sambil berjalan dia memberikan senyuman hangat dan membuat laki-laki itu terpesona dengan senyuman manis yang berhasil menghipnotis.

"Ini minum dulu. Kamu harus habiskan biar pikiranmu lebih tenang." Keysa membungkuk, meletakkan tatakan cangkir hati-hati.

"Terima kasih."

"Sama-sama." Kemudian Keysa duduk berhadapan dengan laki-laki itu. Lalu sengaja ia melipat kakinya, mempertontonkan kedua pahanya yang mulus.

Angga tertegun meneguk air liur, pandangan matanya tertuju pada paha putih janda s*ksi itu. Apa lagi daster pendek yang sedang dikenakan sedikit tersingkap, membuat bulu tipis yang tumbuh di paha Keysa jadi terlihat menawan.

"Ehem!" Keysa berdehem.

Angga langsung gelagapan seperti maling tertangkap basah.

"Kok didiemin aja sih tehnya? Nanti dingin lho," ucap Keysa manyun.

"E-e-iya, ini juga mau di minum, kok."

Angga mengambil cangkir itu. Tangannya gemetar hingga menimbulkan bunyi cangkir yang diangkat dari lambar.

Keysa hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala melihat tingkah laki-laki di depannya.

"Aw," teriak Angga saat tehnya menumpahi kemeja yang dia pakai. Sengaja ia melakukan itu.

"Ya ampun, kamu nggak apa-apa?" tanya Keysa yang sontak mendekati Angga. Dia membantu menaruh cangkir dan kemudian memastikan air teh panas itu tidak melukai bagian dada Angga.

Jantung Angga berdegup kencang. Bau hMaya sabun mawar pun tercium kembali. Pandangan Angga pun terpaku pada tubuh janda yang s*ksi itu.

"Panas? Apa dadamu sakit?" Keysa berusaha mengibas-ngibas kerah baju milik Angga, hingga terlihat dada Angga yang bidang dan berbulu. Hingga kemudia yang terjadi adalah...

CUP!

Angga langsung mencium bibir Keysa tanpa permisi. Karena ia sudah tak tahan dan imannya telah terguncang mendapati belahan dada Keysa yang menyembul dari balik daster itu.

Si janda pun tak bisa menolaknya. Bak gayung bersambut ia malah merespon tindakan Angga dengan membalas ciuman hingga membuat laki-laki itu lebih bersemangat.

Kaki Keysa naik ke atas sofa. Tangannya merangkul leher Angga dan mereka saling beradu kehebatan dalam berciuman.

"Mmmuah, Sayang..."

"Yess!! Te-terus cium aku!"

Tidak berhenti di situ saja. Angga mendorong tubuh Keysa hingga terjatuh di sofa. Kemudian dia meneruskan aksinya, melumat bibir tebal si janda s*ksi itu, dan tangannya ses*kali mulai nakal mengelus paha Keysa yang sudah tersingkap dari dasternya.

"Stop!" ujar Keysa tiba-tiba menghentikan aksi laki-laki yang kini berada di atas tubuhnya.

"Why?"

"Angga, kamu yakin dengan apa yang akan kamu lakukan ini?"

"Lho, kenapa tidak? Bukannya kamu juga menginginkannya?"

Keysa mendorong tubuh Angga. Lalu dia duduk seraya membenarkan daster yang sedikit terbuka.

"Bukan begitu, kamu kan masih punya istri. Aku hanya tidak mau kamu menyesal nantinya."

Angga mendengus. Padahal tinggal selangkah lagi dia berhasil menguasai tubuh s*ksi milik Keysa.

"Hm, kamu kan tahu sendiri istriku itu jarang di rumah. Bahkan aku sampai lupa kapan terakhir aku bercinta dengannya."

Angga bersandar di sofa. Dengan harapan ucapannya akan membuat Keysa merasa kasihan dengannya yang selalu ditinggal Maya pergi ke luar kota untuk mengurus kerjaan kantor.

"Tapi, apa jadinya kalau Maya tahu kamu ada di sini bersamaku? Dia pasti akan marah s*kali denganmu, apa lagi kalau sampai kita terlalu jauh melakukan ini..."

"Sayang, nggak akan terjadi apa pun selama hanya aku dan kamu yang tahu." Angga menyela, mencoba meyakinkan Keysa. Kedatangannya ke rumah janda ini karena tadi siang, dia melihat laki-laki dengan mobil mewah mendatangi rumah Keysa. Angga cemburu, dan tidak mau kehilangan wanita itu. Karena dia yakin kalau Keysa mencintainya bukan karena harta melainkan lebih karena kenyamanan.

"Kita jalani hubungan ini dengan hati-hati, okay? Kamu merasa kesepian, kan? Aku juga kesepian. Kamu butuh kehangatan, kan? Dan aku pun butuh kehangatan. Jadinya pas. Kita memang sama-sama saling melengkapi dan membutuhkan. Lalu untuk apa kita tidak melanjutkannya saja?" ucap Angga mengeluarkan jurus gombalnya.

Keysa menatap Angga tanpa berkedip. Dia memang sudah terlanjur jatuh cinta dengan suami tetangganya itu. Angga tampan, maskulin, dengan kulit kecoklatan dan tubuh yang bagus dan pastinya, pria itu bertenaga serta hebat di atas ranjang. Keysa jadi membayangkan jika sedang dihajar oleh Angga di atas ranjang, pastinya akan sangat memuaskan.

Wanita itu langsung memeluk Angga. Entah mengapa dari s*kian banyak laki-laki yang datang ke rumahnya hanya laki-laki itu yang berhasil membuatnya nyaman.

"Gimana, kamu mau, kan?" Angga ingin memastikan.

Keysa mengangguk. Meski wajahnya menunduk malu-malu. Dia tidak bisa menolak lagi dengan alasan apa pun.

"Ya sudah tunggu apa lagi?" Angga langsung menggendong tubuh Keysa dengan mudahnya. Dia tidak sabar untuk meneruskan aksi bejatnya yang barusan terjeda.

"Sayang, kamu mau bawa aku kemana?"

"Ke surga dunia."

Keysa langsung tertawa mendengar jawaban Angga. Dia pun merasa senang s*kali. Karena dia memang sudah sangat lama menjanda dan butuh s*kali belaian.

Wanita itu dijatuhkan ke atas ranjang. Keysa tersenyum melihat Angga membuka kancing kemejanya. Baju putih itu langsung dibuang, hingga terlihat dada bidang laki-laki itu yang berbulu dan semakin mengg4irahkan.

"Mau berapa ronde?" tantang Angga tersenyum miring.

 

 

Selanjutnya…..

Part 1-30

https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html

Part 2: RANJANG PANAS

Keysa hanya tersenyum saat Angga menantangnya. Tentu saja dia masih kuat melayani laki-laki itu hingga puas meski umurnya sudah menginjak empat puluh tahun.

Wanita itu memosisikan dirinya di atas ranjang sambil menunggu Angga melepas celananya. Keysa sengaja membiarkan Angga memulai duluan. Dan tidak disangka laki-laki itu langsung jatuh di atas tubuhnya dan tanpa aba-aba, ia mengecup lehernya perlahan hingga membuat Keysa s*ketika melayang.

"Ugh, Angga."

Keysa mencoba mendorong tubuh Angga tapi semakin dia mencoba melawan semakin dia tidak berdaya. Gerakan Angga terlalu lincah dan kuat kalau sudah soal ranjang.

"Huh, kenapa malam ini kamu terlihat sangat s*ksi, sih? Kamu sengaja ya godain aku?" ujar Angga yang semakin tidak sabar menjamah seluruh bagian tubuh Keysa.

Wanita itu tidak bisa berkata apa-apa lagi. Tangan Angga mulai membelai bagian demi bagian sensitifnya hingga Keysa merasa dibuat kacau oleh kekasihnya itu.

Sudah lama s*kali dia tidak melakukan hubungan badan dengan laki-laki mana pun. Meski banyak s*kali pria yang datang ke rumahnya, tapi hanya Angga yang bisa 'menaklukkan' dirinya, hingga Keysa rela memberikan semua tubuhnya untuk kekasih gelapnya itu.

Seperti yang terjadi di atas ranjang malam ini, Angga berhasil membuka seluruh baju daster Keysa hingga kini tubuh wanita itu terlihat semua. Laki-laki itu tidak mau melewatkan waktunya meski hanya satu detik saja. Dia langsung beraksi dengan hebat dan membuat Keysa sangat puas malam ini.

"B-Angga... Sa-sayang... Ugh..."

Suara desahan yang keluar dari mulut janda itu semakin membuat Angga bersemangat. Bahkan dia tidak merasa kalau tubuh Keysa kini sudah berumur empat puluh tahun, rasanya seperti masih gadis. Karena Keysa selalu merawat tubuhnya, membuat itu lebih menggoda dari pada tubuh istrinya sendiri, Maya.

Malam yang dingin berubah hangat s*ketika. Seperti layaknya pengantin baru, keduanya sama-sama melepaskan hasrat yang terpendam.

Angga memompa si janda cantik itu tanpa ampun. Menghajarnya. Mengehentak-hentaknya. Seperti kuda jantan saat musim kawin tiba. Hingga tak terasa permainan mereka sudah berlangsung satu jam, dan akhirnya tibalah mereka di puncak kenikmatan...

Ugh.

Ugh.

Ahh...

Tubuh Keysa mengejang, dan sesaat kemudian rohnya seakan terlepas dari badan. Lega s*kali rasanya.

Begitupun dengan Angga, yang kini tampak kelelahan merebahkan badannya di ranjang.

Keduanya sama-sama berkeringat, dan mengakhiri semua kegilaan permainan malam ini dengan berciuman.

"Aku cinta kamu," ucap Keysa tersenyum.

"Aku juga cinta kamu, Sayang," Angga membalasnya.

Hingga pada akhirnya pria itu tak sanggup melakukan apa-apa lagi. Ia memejam matanya, dan tertidur di kamar Keysa. Mereka masih sama-sama bert3lanjang dengan tubuh yang hanya terbalut Keysamut putih saja.

***

Pagi hari.

Maya sengaja pulang cepat agar pagi ini sudah sampai di rumah dan bertemu suaminya. Sebenarnya ia selalu sedih tiap ada kerjaan di luar kota dan mengharuskan dia meninggalkan Angga di rumah sendiri.

"Assalamu'alaikum, Sayang. Aku sudah pulang," teriak Maya sambil menggeret koper masuk ke dalam rumah.

Dia pulang diantar oleh Rayhan. Namun, rekan kerjanya itu langsung pulang ke rumahnya sendiri karena lelah setelah melewati perjalanan jauh.

Maya menaruh oleh-oleh dan sarapan yang dia beli saat perjalanan pulang tadi. Tapi, sudah beberapa menit dia di rumah tapi belum ada jawaban dari suaminya.

"Mas Angga kemana sih? Apa dia belum bangun?"

Maya pun memutuskan untuk pergi ke kamar yang berada di lantai dua. Pagi ini sudah pukul delapan pagi dan biasanya Angga sudah bangun dari jam enam pagi.

"Mas, kamu belum bangun? Ini sudah jam delapan lho," ucap Maya bergumam sendiri.

Tapi ketika sampai di kamar ternyata dia tidak menemukan suaminya. Bahkan Keysamut pun masih tertata rapi. Wanita itu menoleh-noleh mencari keberadaan suaminya.

"Mas... Mas... Mas Angga?"

Aneh.

Tidak seperti biasanya Angga tidak berada di rumah saat dia pulang. Karena pekerjaan suaminya itu di rumah sebagai digital marketer, dan Angga merupakan tipe laki-laki yang tidak terlalu suka keluar rumah.

Maya menutup kembali pintu kamar. Lalu dia mencoba menelpon Angga tapi tidak ada respon.

"Nomornya aktif, tapi kenapa nggak diangkat? Apa Mas Angga lagi keluar beli makanan?"

Maya tetap berpikir positif. Dia sadar diri kalau kepergiannya tentu akan membuat Angga melakukan apa-apa sendiri. Dari mencari makan, beres-beres rumah dan pekerjaan lain yang harusnya dikerjakan oleh wanita, Angga melakukannya sendiri.

Maya sempat menyarankan untuk mencari pembantu rumah tangga yang bisa meringankan pekerjaan rumah. Tapi Angga menolak dengan alasan dia tidak mau ada orang lain di rumahnya.

"Huh, ya sudahlah. Aku mandi dulu aja," ucap Maya frustasi tak menemukan suaminya, lalu memutuskan untuk mandi.

***

Sementara di kamar Keysa, Angga masih tertidur pulas karena kelelahan semalam. Sedangkan Keysa baru saja selesai mandi. Wanita itu melihat handphone kekasihnya yang menyala di atas meja.

"Panggilan masuk dari ... Maya?" lirih Keysa membaca beberapa tulisan yang tertera di layar.

"Angga, Angga Sayang, ayo bangun." Keysa menggoyang-goyangkan tubuh laki-laki itu yang masih tertidur pulas. Tapi dasar Angga, ia malah menarik tubuh Keysa hingga terjatuh di atas tubuhnya.

"Hm, kamu baru mandi ya? Pengen main lagi?" ujar Angga tanpa membuka mata.

"Sayang, s*karang bukan waktunya untuk itu. Kamu harus pulang."

"Halah, ngapain sih pulang? Aku lebih betah di sini tahu sama kamu." Angga semakin mengeratkan pelukan.

Tubuh Keysa memang sedikit berisi. Dan semakin membuat laki-laki itu lebih nyaman dan betah saat memeluk si janda itu.

"Iya, iya, aku tahu. Tapi masalahnya kamu harus pulang ke rumah. Karena Maya sudah pulang."

"Hah, apa? Maya sudah pulang?"

Mata Angga langsung terbuka sangat lebar saat tahu kalau istrinya sudah kembali dari luar kota. Sedangkan dia masih berada di kamar Keysa dengan tubuh t3lanjang dan berbalut Keysamut.

"Kamu serius?"

"Iya, aku serius. Dia menelponmu berkali-kali dan mengirim beberapa pesan singkat."

Angga langsung mengambil handphonenya. Dan benar kalau Maya sudah menelponnya beberapa kali.

"Astaga, s*karang aku harus bagaimana?"

Angga sangat panik. Dia langsung beranjak dari ranjang dan mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai. Ini pertama kalinya dia tidak berada di rumah saat Maya pulang dari luar kota.

"Sayang, maafin aku ya. Aku tinggal dulu. Kamu paham kan keadaanku?"

"Iya, aku paham kok. Ya sudah kamu pulang sana," ucap Keysa yang masih duduk di ranjang.

Angga merasa semakin jatuh cinta dengan Keysa karena pengertiannya. Bahkan wanita itu tidak marah saat dia hendak pulang ke rumah untuk menemui istrinya.

Tidak lupa sebelum pergi dia meninggalkan kecupan hangat di kening Keysa dan sedikit mengacak-acak rambut kekasihnya itu dengan lembut. Sebenarnya Angga masih belum ingin mengakhiri kebersamaannya dengan Keysa. Apalagi melihat tubuh s3xy si Janda yang hanya mengenakan handuk saja.

Angga keluar dari rumah itu. Dia pun sangat berhati-hati karena rumahnya dengan si janda bersebelahan. Bahkan hanya membutuhkan lima langkah saja untuk sampai di rumahnya.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsallam, ya ampun, Mas Angga kamu dari mana?"

Maya sangat mengkhawatirkan suaminya.

"A-aku habis keluar jalan-jalan pagi. Kamu kan tahu sendiri kalau aku jarang olahraga."

"Oh, aku kira kamu dari mana? Aku itu sengaja pulang pagi biar bisa ketemu kamu. Aku kangen banget sama kamu, Mas."

Maya memeluk suaminya. Dia benar-benar sangat merindukan Angga setelah dua hari meninggalkan Angga di rumah. Meski ini bukan pertama kalinya dia keluar kota.

"Iya, Sayang. Aku juga merindukanmu."

"Mas, kok baju kamu bau parfum perempuan?" tanya Maya saat memeluk suaminya.

Selanjutnya…..

Part 1-30

https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html

Part 3: CURIGA

"Masa sih, Sayang?"

Angga berpura-pura mencium badannya sendiri. Dan memang benar yang dikatakan Maya kalau bajunya bau parfum perempuan.

"Nggak ah. Nggak bau apa-apa kok."

"Nggak Mas. Beneran baju kamu bau parfum perempuan. Kayaknya aku nggak salah cium deh."

Maya mendekati suaminya lalu menciumi baju Angga dan memang benar kalau bau tercium bau parfum perempuan. Dia sangat yakin dengan penciumannya.

"Hm, masak sih? Tapi aku tidak mencium apa pun. Sudah, Sayang. Dari pada kamu mengada-ngada yang nggak penting mending kamu bikinin aku sarapan karena perutku keroncongan nih."

Angga mencoba mengalihkan kecurigaan Maya dia tidak mau istrinya semakin mempermasalahkan soal bau parfum Keysa yang menempel di bajunya. Karena dia sendiri memang mencium bau hMaya dari bajunya.

"Hm, tapi aku yakin s*kali kalau bajumu bau parfum perempuan. Tapi ya sudah lah. Oiya, aku sudah belikan sarapan buat kamu, Mas tadi waktu perjalanan pulang."

"Oiya, kamu beli apa memangnya?"

"Aku beli bubur ayam kesukaan kamu."

"Wah, kamu memang pengertian s*kali. Tahu saja kalau aku sangat lapar."

Angga berjalan menuju meja makan. Dia pun langsung membuka bingkisan yang berada di meja.

"sini aku bukakan."

Dengan senang hati Maya melayani suaminya. Meski sebenarnya dia merasa sangat lelah karena perjalanan jauh yang dia tempuh semalam.

Melihat wajah Angga yang terlihat sangat senang membuat rasa lelahnya sedikit berkurang. Maya pun duduk dan mereka makan bubur ayam bersama.

"Oiya, Mas. Memangnya kamu joging kemana? Kok aku nggak lihat kamu waktu pulang?"

"E-aku joging ke arah Taman Sejahtera."

"Kok jauh banget, Mas? Kenapa nggak di Taman Melati saja yang dekat dengan rumah?"

"Mmm, biar sedikit jauh. Kan semakin jauh semakin baik."

Angga merasa seperti sedang diintrogasi oleh istrinya sendiri. Kalau sampai dia salah menjawab Maya pasti akan bertanya semakin banyak.

"Kamu memang perlu rajin joging, Sayang. Lagi pula kerjaanmu kan di rumah jadi jarang gerak kan?"

"Iya, Sayang. Aku juga berpikir begitu."

Sambil mengunyah Maya melihat bubur ayam suaminya yang masih banyak. Tidak biasanya Angga seperti tidak nafsu makan, padahal itu adalah makanan kesukannya.

"Lho, Mas. Kamu lagi nggak nafsu makan? Kok buburnya masih banyak?"

"E-iya, Sayang. Tadi malam aku makan banyak jadi sampai s*karang belum lapar."

Maya mengangguk. Dia memang selalu percaya dengan semua yang diucapkan oleh Angga. Bahkan sedikit pun tidak ada rasa curiga dengan suaminya.

"Oiya, Mas. Aku dengar-dengar dari orang-orang katanya Mbak Keysa yang tinggal disebelah rumah kita itu sering didatangi laki-laki, lho."

Uhuk! Uhuk!

Angga terkejut s*kali saat istrinya membahas soal Keysa, janda yang sedang dekat dengannya. Bahkan semalam dia menghabiskan wantu dengan wanita yang dimaksud Maya.

"Masak sih, Sayang?"

"Serius, Mas. Aku dengar dari banyak orang waktu beli sayur kemarin di depan."

Angga menelan ludah. Laki-laki itu menggapai gelas berisi air putih dan meminumnya. Tiba-tiba dia merasa gerah.

"Sudah lah, Sayang. Nggak usah mikirin omongan orang. Apalagi Mbak Keysa kan tetangga kita. Lebih baik kita tidak tahu apa-apa."

"Iya juga sih, Mas. Kemarin juga banyak ibu-ibu yang tanya soal itu sama aku."

Maya mengekas bekas bubur ayam dan membuangnya ke tong sampah. Tidak lupa dia pun mencuci tangannya di wastafel.

Tok! Tok! Tok!

Tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk rumah mereka.

"Biar aku saja yang buka, Mas."

"Kamu yakin? Kamu kan baru pulang pasti kamu lelah."

"Nggak, Sayang. Kamu tenang saja."

Maya tersenyum pada suaminya. Dia merasa kalau Angga sudah terlalu sabar menerima kesibukannya di kantor yang jarang di rumah saat harus menjalankan bertugas di luar kota.

Dengan mengenakan baju yang sama dia membukakan pintu untuk tamu yang datang ke rumah. Karena dia belum sempat ganti baju sedari tadi.

"Mbak Keysa?"

Maya terkejut s*kali saat melihat janda sebelah yang bertamu ke rumahnya. Meski mereka sudah lama bertetangga Keysa baru dua kali ini berkunjung ke rumah saat dia berada di rumah.

Dia tidak tahu kalau janda itu kerap ke rumahnya saat dirinya tidak berada di rumah. Dengan memakai rok diatas lutut membuat Keysa terlihat sangat s3xy dan menggoda.

"Selamat pagi, Maya."

"Iya, selamat pagi juga, Mbak. Oiya, ada apa ya?"

"Oh, nggak. Ini aku mau mengembalikan ponsel milik Angga."

"Ponsel milik Mas Angga?"

Maya terkejut s*kali saat janda itu mengatakan ponsel suaminya ada di wanita itu. Dia melihat ponsel yang sedang dipegang di tangan Keysa dan memang itu ponsel milik suaminya.

"Lho, kok ponsel suami saya ada di Mbak Keysa?"

Janda itu tersenyum sambil mengelus lembut rambut panjangnya. Keysa memang telihat sangat cantik. Bahkan kulitnya putih bersih terawat dan tidak terlihat kalau usianya sudah empat puluh tahun. .

"Sayang, siapa yang datang?" teriak Angga dari dalam rumah.

Maya masih diam sambil menunggu jawaban dari Keysa, mengapa ponsel suaminya ada di tangan wanita itu. Dia tidak mau berpikir kalau suaminya ada main dengan janda yang kerap menjadi perbincangan tetangga akhir-akhir ini.

"Sayang, siapa sih yang dat-ang?"

Angga syok s*kali melihat Keysa berada di rumahnya bersama Maya. Entah apa yang dia pikirkan saat itu.

"Mas, ponsel kamu kok bisa ada di Mbak Keysa?" Maya langsung menanyakan soal ponsel suaminya.

Dan Angga baru ingat kalau ponsel itu tertinggal di kamar Keysa. Karena dia tadi sangat buru-buru waktu tahu Maya sudah pulang ke rumah sampai dia tidak kepikiran ponselnya.

Angga yang panik pun merasa mulutnya terkunci saat hendak memberi alasan untuk menjawab pertanyaan istrinya. Karena dia memang baru pertama kali ini berbohong pada Maya.

"I-itu,"

"Itu apa, Mas?"

Maya jadi berpikir yang tidak-tidak karena Angga seperti tidak bisa menjawab pertanyaannya. Bahkan wajah suaminya itu pun berubah menjadi pucat s*ketika.

"Maya, kamu jangan salah paham dulu. Aku menemukan ponsel suamimu di jalan depan rumahku. Karena aku tahu ini ponsel Angga jadi aku ke sini untuk mengembalikannya," ujar Keysa.

Angga akhirnya bisa bernapas lega. Dia takut s*kali kalau Maya tahu semalam dia tidur di rumah janda sebelah.

Dan Keysa paham betul kalau Angga belum pandai berbohong pada istrinya. Karena ini baru pertama kali laki-laki itu menjalin hubungan gelap dengan wanita lain setelah menikah Maya.

"Oh, jadi ponsel suamiku jatuh. Ya ampun, Mbak Keysa, maaf ya aku jadi berpikir yang tidak-tidak."

"Iya nggak apa-apa, kok."

Diam-diam Angga menatap Keysa. Lagi-lagi pandangannya tertuju pada kulit mulus janda itu. Dia memang mengagumi keindahan tubuh Keysa apalagi saat keadaan t3lanjang seperti semalam.

"Ini ponselnya."

Keysa memberikan ponsel itu.

"Iya, terima kasih, Keysa. Eh, maksud aku Mbak Keysa."

Hampir saja Angga keceplosan memanggil janda itu dengan embel-embel 'Mbak'. Tetapi Maya sepertinya tidak terlalu memperhatikan kalimat yang keluar dari mulut suaminya.

"Oiya, Mbak Keysa silakan masuk dulu," ujar Maya.

"Terima kasih untuk tawarannya. Tapi sepertinya aku harus pergi soalnya mau ke belanja keperluan rumah."

"Oh, gitu. Ya sudah mungkin lain kali, Mbak Keysa bisa mampir."

"Kalau begitu aku permisi dulu."

"S*kali lagi terima kasih, Mbak."

Keysa pun membalikkan badan dan pergi. Dan saat wanita itu pergi tercium bau hMaya parfum yang tertinggal di sana.

'Lho, ini kok kayak bau hMaya yang aku cium di baju Mas Angga?' batin Maya.

Selanjutnya…..

Part 1-30

https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html

Part 4: TETANGGA JULID

"Mas Angga," panggil Maya pada suaminya yang sudah masuk ke dalam rumah.

Dia pun mengejarnya.

"Iya, Maya. Ada apa?"

"Mas, kok bau parfum Mbak Keysa kayak bau wangi yang aku cium di bajumu tadi?"

Angga terkejut mendengar pertanyaan dari istrinya mengenai parfum itu. Dia sendiri yakin kalau bau parfum di bajunya itu adalah parfum milik Keysa. Dan entah bagaimana caranya bau wangi itu menempel di bajunya.

"Ah, masak sih. Penciuman kamu mungkin lagi bermasalah, Sayang."

Maya menggaruk-garuk kepala. Dia yakin s*kali kalau penciumannya tidak ada masalah. Dan bau wangi yang dia cium di baju suaminya sama persis dengan bau wangi Keysa saat dia pergi dari rumahnya.

Angga menatap sang istri yang masih mempermasalahkan soal bau wangi yang Maya cium. Dia berharap istrinya akan berhenti membahas soal itu.

"Masak sih penciumanku salah?"

"Sudah lah, Sayang. Dari pada kamu bingung seperti itu mending kamu pergi mandi, ganti baju, nih aku mencium aroma tidak sedap dari sini."

Maya mencium bau badannya sendiri. Dia memang belum sempat membersihkan diri sedari tadi dia pulang ke rumah.

"Ya ampun, maaf, Sayang. Aku sampai lupa kalau belum mandi. Ya sudah aku mandi dulu ya."

"Iya."

Maya pergi ke kamar untuk membersihkan diri. Sedangkan Angga dia memastikan kalau istrinya sudah masuk ke kamar mandi. Dan tidak lama terdengar suara shower yang menyala.

"Huh, akhirnya Maya percaya sama ucapanku. Jantungku terasa mau copot tadi," lirih Angga.

Siang hari.

Keysa baru saja pulang membeli kebutuhan bulanan. Mobilnya berhenti di depan gerbang. Karena dia tidak memiliki satpam jadi dia harus membuka pintu gerbang sendiri.

"Lagi nggak ada tamu ya, Mbak Keysa, makanya bisa pergi keluar?" ujar Marmi yang sengaja menyapa Keysa di depan gerbang rumah si janda itu.

Keysa hanya meringis mendengar pertanyaan dari Marmi, tetangganya yang super julid. Dia berusaha untuk tetap tenang dan santai.

"Tahu saja, Bu Marmi ini tentang kesibukan tetangga. Suka ngintipin saya, ya?" ujar Keysa sambil melipat tangan.

Marmi meremas kain lap yang dia pegang. Dia memang selalu kalah kalau berdebat dengan si janda itu.

"Bu Marmi. Nggak baik lho suka nyari informasi orang lain. Entar kena azab dalam kubur tahu."

"Halah-halah, kayak Mbak Keysa tahu aja soal azab. Kalau Mbak Keysa tahu azab kenapa rumahnya sering didatangi laki-laki? Jangan-jangan Mbak Keysa open BO, ya?"

"Jaga ucapan anda, ya?"

Kini Marmi merasa senang karena bisa mengalahkan Keysa. Karena jarang s*kali dia bisa memojokkan janda itu kalau sudah berdebat seperti ini.

Marmi dan suaminya sering memergoki Keysa yang didatangi banyak laki-laki di rumahnya. Dan dia juga yang menyebarkan isu-isu soal Keysa pada warga komplek hingga janda itu mulai terkenal di sana.

Keysa baru saja pindah ke rumah itu s*kitar tujuh bulan yang lalu. Dan kedatangannya di komplek itu cukup meresahkan setelah Marmi memberi tahu orang-orang soal kehidupan Keysa yang dikelilingi banyak laki-laki.

"Kalau saya benar open BO kenapa? Bu Marmi takut suami Ibu ikut-ikutan ngantri di depan saya bareng laki-laki yang lainnya?"

"Heh, kurang ajar kamu! Laki-laki saya itu orangnya setia dan nggak gila janda kayak kamu."

"Bu Marmi yakin suaminya nggak tergoda sama saya? Kenyataannya Ibu bisa lihat sendiri kalau saya jauh lebih cantik, lebih s3xy dan lebih menggoda dari Ibu."

Marmi menatap seluruh bagian tubuh Keysa yang memang sangat putih, mulus dan s3xy. Dia mengakui keindahan tubuh janda itu sebagai seorang wanita.

Marmi pun membandingkan tubuh Keysa dengan tubuhnya sendiri yang kurus dan tidak begitu cantik. Meski umur mereka sama-sama empat puluh tahun tapi dia jauh terlihat lebih tua dari si janda itu.

"Saya kasih tahu ya, Bu Marmi. Biasanya laki-laki bakal suka dan tertarik karena sering melihat. Dan kebetulan kan saya sama Ibu tetanggaan nih, saya jadi takut suami Bu Marmi nggak tahan lihat tubuh saya yang s3xy ini."

Keysa memarkan bentuk tubuhnya pada tetangganya itu. Sikapnya pun membuat Marmi merasa panas s*kali.

"Kurang ajar kamu! Aku pastikan suamiku nggak akan terpincut sama janda murahan kayak kamu. Ya memang tubuhku kurus nggak semontok kamu. Tapi suamiku itu cinta mati sama aku dan nggak mungkin tergoda sama kamu."

Nada bicara Marmi sangat keras hingga terdengar sampai ke rumahnya dan juga rumah Angga. Sampai-sampai Parjo, suaminya keluar dari rumah karena mendengar suaranya yang sangat lantang.

Parjo menghela napas saat melihat istrinya sedang bersama dengan Keysa, janda yang meresahkan komplek akhir-akhir ini. Dan bukan pertama kali Marmi bertengkar dengan Keysa.

"Sayang, kamu ngapain sih teriak-teriak begitu. Suara kamu itu kedengaran sampai rumah."

"Bang Parjo, ini nih gara-gara janda kegatelan. Masak dia bilang kamu ikut ngantri kayak laki-laki bandot yang suka datang ke rumah dia. Ya aku nggak terima dong," ujar Marmi.

Keysa nampak masih santai s*kali dengan kedua tangan yang masih terlipat. Meski sebenarnya dia merasa sangat kesal dengan sikap Marmi yang menyebalkan.

"Sudah lah, Marmiku Sayang. Jangan marah-marah seperti itu."

"Nggak bisa dong, Bang Parjo. Janda ini juga bilang kalau tubuhku kurus sedangkan tubuhnya lebih s3xy dan menggoda. Jelas saja aku nggak terima."

Parjo pun melihat tubuh Keysa dari ujung kaki hingga ujung rambut. Dan pandangannya berhenti di paha mulus janda itu yang terlihat karena Keysa memakai rok di atas lutut.

"Bang Parjo! Kamu apa-apaan sih malah lihatin janda itu!" Marmi menepuk pundak suaminya.

"E-nggak, kok, Marmiku Sayang. A-aku nggak lihatin dia."

"Bang Parjo, mataku ini nggak sliwer jelas-jelas tadi kamu lihatin dia!"

Keysa terkekeh melihat Marmi yang bertengkar dengan suaminya. Karena memang selama ini tetangga yang satu ini suka mencari masalah dengannya.

"Tuh kan, Bu Marmi. Suaminya aja langsung terpincut melihat kes3xyan tubuh saya. Jadi nggak saya sarankan Bu Marmi harus lebih hati-hati."

Marmi melipat lengan bajunya dan melototkan kedua bola matanya. Dia merasa sangat panas ancaman Keysa.

"Heh! Janda genit. Dengarkan aku ya! Kalau kamu berani godain suamiku, aku bakal pastikan hidup kamu jadi sengsara!"

"Ups! Ya ampun, Bu Marmi. Saya takut s*kali dengan ancaman Bu Marmi." Keysa berlagak ketakutan di depan tetangga julidnya.

"Hah! Inginku cekek lehermu biar putus!"

Marmi mendekati Keysa dan berniat untuk mewujudkan keinginannya. Melihat aksinya itu, Parjo ketakutan.

Sedangkan Keysa dia melangkah mundur untuk melindungi diri dari aksi kriminal Marmi. Tentu saja dia belum ingin mati detik itu juga.

"Marmi, Sayang, jangan!" Parjo berusaha mencegah aksi istrinya.

"Lepaskan aku, Bang! Kamu jangan belain dia! Aku harus memberi pelajaran sama janda genit ini. Biar nggak ada suami-suami orang yang tergoda sama dia!"

"Marmiku, Sayang. Tindakan kamu ini terlalu berbahaya. Kamu bisa masuk polisi kalau dia sampai mati."

Nasihat Parjo sedikit membuat Marmi berpikir sedikit jernih. Dia tidak mau masuk penjara tapi dia masih gemas s*kali dengan janda itu.

Suara pertengkaran mereka yang sangat keras sampai mengundang Angga dan istrinya keluar. Mereka penasaran apa yang sedang terjadi di luar sana.

"Ini ada apa ya? Kenapa ramai s*kali?" tanya Maya.

Selanjutnya…..

Part 1-30

https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html

Part 5: DITINGGAL LAGI

"Nggak apa-apa, Mbak Maya," ujar Parjo.

"Bang, kamu ini apa-apaan sih? Nggak ada apa-apanya gimana? Jelas-jelas kita lagi beramtem sama janda genit ini! Oh, kamu belain dia?"

Marmi menatap suaminya marah dengan melipat kedua tangan. Dia tidak terima suaminya membela si janda itu.

Sedangkan Keysa dia masih bersikap santai meski kini Angga berada di sana. Dan laki-laki itu sedang mencuri-curi pandang di balik istrinya.

"Marmiku, Sayang. Aku nggak belain dia. Cuma aku nggak mau tambah ramai aja."

"Biarin, Bang. Biarin semua tetangga, warga kalau perlu sampai masuk berita Tv biar semua orang tahu kelakuan bejat janda ini yang suka buka open BO di rumahnya. Ini itu cukup meresahkan!"

Parjo menghela napas dalam-dalam. Dia tidak tahu lagi bagaimana cara merendakan amarah istrinya. Dia pun tidak berani menatap Keysa dan melihat paha mulus si janda itu yang benar-benar sangat menggoda iman.

"Mbak Marmi, sudah ya jangan bertengkar lagi. Nggak enak dilihat sama tetangga yang lain. Apalagi tuduhan Mbak kan belum ada bukti," ujar Maya memberi nasihat.

"Astaga, Maya. Aku itu sudah sering s*kali lihat banyak lelaki yang mendatangi rumah dia. Bahkan aku juga pernah melihat laki-laki yang postur tubuhnya mirip suami kamu."

Degg!!

Maya terkejut mendengarnya. Apalagi bau parfum baju Angga yang mirip dengan parfum Keysa masih saja belum hilang dari ingatannya.

Di belakang Maya. Angga merasa jantungnya mau berhenti. Dia tidak mau hubungannya dengan Keysa diketahui oleh istrinya.

Meski dia kini lebih merasa nyaman dengan Keysa ketimbang dengan istrinya sendiri yang suka pergi ke luar kota dan meninggalkannya sendiri di rumah.

Menurutnya suami itu butuh belaian. Jadi tidak salah jika dia mencari belaian wanita lain untuk kesenangan pribadi.

"Mbak Marmi jangan semAnggangan ngomong ya! Karena ucapan Mbak itu istriku bisa jadi salah paham nantinya. Lagi pula mana mungkin aku Keysangkuh sama janda itu." ujar Angga melindungi diri.

Keysa menelan ludah mendengar ucapan Angga. Dia sedikit tersinggung karena laki-laki Keysangkuhannya itu juga ikut memojokkanya. Setelah apa yang mereka berdua lakukan semalam.

Maya menatap wajah Keysa. Dia melihat kesedihan di wajah wanita itu dan merasa tidak tega. Meski dia masih bertanya-tanya soal bau parfum yang tadi dia cium tapi itu belum cukup kuat untuk mendukung perKeysangkuhan suaminya dengan si janda.

"Sudah-sudah, kalian nggak usah debat lagi. Kasihan Mbak Keysa dituduh begitu. Mending kita semua bubar saja."

Semua orang setuju dengan usulan Maya dan terkecuali Marmi saja. Marmi masih ingin memaki-maki Keysa hingga puas. Tapi suaminya, Parjo menghalangi aksinya.

Marmi yang tidak mau suaminya tergoda pun akhirnya memilih mengalah dan menuruti suaminya untuk masuk ke dalam rumah. Karena dia beberapa kali memergoki Parjo sedang melihat paha Keysa yang terlihat karena memakai rok di atas lutut.

"Terima kasih, ya, Maya. Karena kamu sudah belain saya."

"Iya sama-sama, Mbak Keysa."

Janda itu kemudian masuk ke rumah. Dan sebelum pergi dia menatap Angga dengan tatapan kesal.

"Yuk, masuk, Mas," ajak Maya.

Angga berjalan dengan rasa bersalah pada Keysa. Dia berpikir kalau Keysangkuhannya itu pasti marah karena ucapannya tadi.

Maya berbalik badan dan melihat suaminya yang berhenti dan melamun.

"Mas, kamu mikirin apa sih?" tanyanya.

"E-nggak, kok. Aku nggak mikirin apa-apa."

Maya berjalan mendekati suaminya. Dan mencoba untuk bertanya lagi.

"Sayang, kalau ada apa-apa kamu bisa cerita sama aku."

Mereka berdua saling bertatap mata. Tapi entah mengapa Angga tidak merasakan getaran cinta saat Maya berada di dekatnya. Bahkan dipikirannya hanya ada Keysa dan Keysa.

"E, nggak. A-aku cuma ada masalah sedikit soal kerjaan."

"Kerjaan kamu lagi ada masalah, Mas? Masalah apa?"

"Masalah sedikit saja. Kamu nggak perlu khawatir, okay."

"Nggak apa-apa kamu cerita saja sama aku, Mas. Siapa tahu aku bisa membantu."

Angga hanya mencari alasan saja agar istrinya tidak curgia. Dan soal kerjaan sebenarnya tidak ada masalah apa pun.

Sambil menatap Maya yang berdiri di depannya. Dia merasa tidak ada perasaan cinta sedalam biasanya.

"Ya sudah, nggak apa-apa kalau kamu nggak mau cerita. Tapi, Mas kamu harus janji sama aku kalau ada masalah kamu cerita, ya."

Maya memeluk suaminya. Dia sangat merindukan suaminya. Dan tiba-tiba...

Drrrtt...

Ponselnya berbunyi. Dia pun langsung mengambil ponsel yang ada di saku celananya.

"Sebentar ya, Mas. Aku angkat telepon dulu."

Maya berjalan sedikit menjauh untuk mengangkat telepon dari Rayhan, rekan kerjanya.

Angga selalu cemburu setiap kali istrinya mendapat telepon dari Rayhan. Meski dia tahu kalau mereka berdua hanya sebatas patner kerja.

"Apa, Rayhan? Kita harus ke Bandung hari ini juga?" ucap Maya.

Mendengar itu Angga hanya menghela napas. Baru saja istrinya pulang sudah harus pergi ke luar kota lagi. Dan ini bukan pertama kali dia ditinggal istrinya untuk beberapa hari lamanya.

"Iya, Rayhan. Kalau begitu aku bilang sama Mas Angga dulu ya," ujar Maya pada laki-laki yang berada di sana.

Dia menutup telepon dan menunduk sedih. Belum genap satu hari dia sudah harus pergi meninggalkan suaminya.

"Sayang, Aku-"

"Ada kerjaan keluar kota lagi, kan?"

Maya mengangguk.

"Sayang, ini kerjaan sangat mendadak dan penting. Jadi mau nggak mau aku harus pergi."

Angga sebenarnya ingin mencegah kepergian Maya. Tapi dia rasa hanya percuma saja.

"Ya sudah, kamu pergi saja."

"Kamu serius, Mas?"

"Iya aku serius."

Maya memeluk suaminya. Dia merasa sangat berat s*kali harus meninggalkan Angga. Padahal dia berniat mengajak Angga dinner nanti malam.

"Terima kasih, Sayang. Kamu sudah mau mengerti aku."

Angga hanya mengangguk. Dia tidak sanggup menjawabnya. Dadanya terasa sangat sesak.

"Kalau begitu aku siap-siap dulu."

"Okay."

Maya meninggalkan kecupan di pipi kiri Angga. Lalu beranjak pergi ke kamar untuk menyiapkan Anggang-Anggang yang perlu dibawa keluar kota.

Di rumah. Keysa sedang makan salad di ruang makan. Dia termasuk wanita yang menjaga postur tubuhnya agar terlihat ideal.

Tok! Tok! Tok!

Seseorang mengetuk pintu Keysa.

Karena kejadian tadi siang membuat dia malas s*kali bertemu siapa pun. Belum lagi perkataan Angga yang menyinggung perasaannya.

Keysa menutup salad yang sedang dia makan lalu melap mulutnya dengan tysu. Mau tidak mau dia harus membukakan pintu rumah untuk tamu-tamu yang datang ke rumahnya.

"Angga?" Keysa terkejut saat melihat Angga yang datang.

Dia menolah-noleh untuk memastikan tidak ada yang lihat apalagi Marmi dan suaminya yang suka julid.

"Izinkan aku masuk," ucap Angga yang menggunakan topi hitam untuk menutupi identitas diri.

Keysa mengangguk. Dia melihat raut wajah Angga yang tidak biasa-biasa saja. Seperti ada kesedihan yang mendalam.

Angga duduk di sofa dan melepas topi hitamnya. Lalu dia bersandar dan memejamkan mata.

"Kamu kenapa, Angga?"

"Apalagi kalau bukan istriku yang pergi ke luar kota!"

"Bukanya Maya baru pulang tadi pagi?"

Angga mengangguk.

"Aku seperti tidak punya istri kalau begini caranya. Kamu tahu kan kalau aku kesepian di rumah sendiri. Dan Maya selalu sibuk dan sibuk dengan pekerjaannya tanpa memikirkan aku sedikit pun."

Keysa mengangguk. Meski dia masih merasa kesal dengan Angga tadi tapi tidak dipungkiri kalau dia kini telah jatuh cinta pada laki-laki yang lebih muda darinya bahkan sudah memiliki istri.

Keysa beranjak dan duduk di sebelah Angga. Sambil mengelus-elus pundak laki-laki itu.

"Kamu yang sabar ya, Angga. Aku tahu bagaimana perasaanmu."

"Memang cuma kamu yang mengerti perasaanku, Keysa."

Janda itu bersandar di pundak Angga tanpa malu. Dia pun merasa nyaman berada di dekat laki-laki yang sudah beristri itu.

Angga pun tidak keberatan. Karena dengan kehadiran Keysa membuat dia merasa tidak kesepian lagi.

"Oiya, aku punya DVD baru. Apa kamu mau melihatnya?"

"Boleh."

"Ya sudah kalau begitu kita ke kamarku saja ya. Karena DVDnya ada di kamar."

Angga terdiam saat mendengar kata 'kamar'. Bayangannya pun melayang entah kemana dan pandangannya tertuju pada dada Keysa yang sedikit terbuka.

"Angga, ayo," ucap Keysa.

Selanjutnya…..

Part 1-30

https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html

Part 6: MALAM DI RUMAH SEBELAH

Keysa menggenggam tangan Angga dan mengajaknya masuk ke dalam kamar. Laki-laki itu seperti terhipnotis kalau sudah dekat-dekat dengan wanita itu.

"Nah, ini DVD barunya."

Keysa menunjukan DVD baru miliknya. Lalu dia sengaja menyetel lagu romantis malam itu. Tiba-tiba saja Angga ikut menyanyi saat musik mulai berirama.

"Lho, kamu penggemar Eric Clapton ternyata?"

Angga mengangguk dan tersenyum.

"Iya, bahkan aku hafal beberapa lagu milik Eric Clapton."

Keysa tidak menyangka kalau Angga menyukai penyanyi yang sama dengannya. Angga pun melanjutkan liriknya dan suaranya cukup merdu hingga membuat Keysa terpesona.

"Gimana kalau kita berdansa?" ujar Angga.

"Boleh."

Angga menarik tangan Keysa dan berdansa di kamar itu. Dan dengan sangat mudah dia kini bisa melupakan kekesalannya pada Maya yang lagi-lagi pergi ke luar kota.

Janda itu selalu berhasil merubah suasana hatinya. Meski usia mereka terpaut lumayan jauh dan Keysa terhitung lebih tua darinya.

Seperti biasa Keysa mengenakan baju pendek yang selalu membuat g4irah bagi siapa pun yang melihatnya. Body mulus dengan sedikit bulu halus pasti akan menggoda laki-laki yang melihatnya. Begitu juga dengan Angga.

"Aku nggak nyangka suaramu semerdu itu," ujar Keysa dengan tangan melingkar di leher kekasihnya itu.

"Hm, begini-begini dulu aku pernah jadi vokalis band di s*kolah. Bahkan aku sering mendapatkan juara dalam beberapa ajang kopetisi."

"Oiya?"

Angga mengangguk. Tangannya yang melinggar di pinggang Keysa pun merapatkan tubuhnya dengan janda itu hingga terasa dua gunung besar yang mengganjal di bagian dadanya.

Laki-laki itu menelan ludah sambil menatap ke bagian itu. Dan lagi-lagi hasratnya pun datang.

"Pasti dulu kamu playboy. Iya kan?"

"Nggak dong, aku itu tipe laki-laki yang setia."

"Oiya? Tapi buktinya s*karang?"

"Sayang, kamu kan tahu sendiri posisiku saat ini. Maya suka pergi meninggalkan aku. Bahkan aku merasa seperti tidak punya istri. Dan kamu-"

"Aku? Aku kenapa?"

"Kamu selalu membuat hari-hariku lebih berwarna. Kamu lebih menghargai aku dan yang jelas kamu selalu membuat aku puas di ranjang."

Keysa menggelengkan kepala. Karena dia juga merasakan hal yang sama. Meski dia sendiri tidak tahu sampai kapan hubungannya dengan Angga akan bertahan tanpa diketahui oleh siapa pun.

Dari s*kian banyak laki-laki yang datang ke rumah untuk mendekatinya hanya Angga yang mampu menaklukan dirinya. Bahkan dia rela berhubungan sampai batas kewajaran.

"Jangan bohong, Angga. Aku tahu kalau Maya tetaplah menjadi wanita yang kamu cintai."

"Keysa, kamu tidak percaya dengan ucapanku?"

Keysa menghentikan dansa mereka. Tiba-tiba dia menjauh dari kekasih gelapnya dan berjalan mendekat jendela.

Angga masih berdiri di sana dengan tatapan yang tertuju pada bokong besar milik Keysa. Rasanya dia geram s*kali ingin menikmatinya.

"Tentu saja aku tidak percaya, Angga. Bagaimana pun Maya itu kan istri sah kamu. Dan nggak mungkin kamu tidak mencintainya."

Angga berjalan mendekati Keysa dan memeluknya dari belakang. Tubuh janda itu memang sangat enak kalau dipeluk. Berbeda s*kali dengan tubuh Maya yang kurus dan tidak berisi.

Keysa pun membiarkan Angga yang memeluknya dari belakang. Dia sama s*kali tidak merasa keberatan dengan tindakan kekasihnya itu.

"Sayang, ayo lah percaya sama aku. Aku sama s*kali nggak bohong. S*karang aku lebih mencintai kamu dan nyaman dengan kamu."

Angga menaruh dagunya di atas pundak Keysa. Wanita itu pun tersenyum sambil mengelus-elus lembut pipi kekasihnya.

"Tapi Angga, aku ini hanya seorang janda. Bahkan banyak yang tidak suka denganku."

"Tapi aku suka. Kamu nggak usah peduli sama ucapan orang-orang tentang kamu. Yang penting dimata aku kamu adalah wanita yang sempurna."

Keysa tersenyum. Setelah dia ditinggal suaminya meninggal tujuh tahun lalu. Dia memang hidup dengan banyak dikelilingi lelaki hidung belang demi mencukupi kebutuhannya.

Dan hanya Angga yang benar-benar bisa membuatnya jatuh cinta kembali setelah suaminya. Meski dia mungkin tidak bisa berharap lebih dari seorang kekasih simpanan karena Angga masih memiliki istri.

"Oiya, kamu pakai sabun mandi apa sih?"

"Memangnya kenapa?"

"Nggak apa-apa, Cuma baunya bikin aku pingin dekat-dekat sama kamu."

Keysa menggelitiki Angga gemas.

"Kamu ini, ya."

"Ampun-ampun, Sayang, aduh geli."

Angga berusaha untuk membalas Keysa dengan menggelitiki janda itu. Dan dia berhasil membuat Keysa geli dan giliran memohon ampun pada laki-laki itu.

"Aduh, Sayang, geli. Sudah-sudah."

Angga yang tidak tega pun akhirnya menghentikan aksinya. Sambil tertawa dengan tangan memegangi perut.

Dia menatap wanita itu. Angga merasa sangat senang ketika bersama dengan Keysa. Oleh karena itu dia lebih betah berada di rumah janda sebelah ketimbang di rumahnya sendiri.

"Kamu kenapa sih menatapku seperti itu?"

"Nggak, senang saja lihat wajah kamu yang cantik."

"Hm, bisa saja ya kamu."

Keysa duduk di kursi riasnya sambil mendengarkan lagu yang masih berputar. Dia pun menyilangkan kakinya hingga menarik pandangan Angga pada pahanya yang mulus.

Angga menelan ludah. Dia tidak sabar ingin memeluk Keysa detik itu juga. Tapi dia menunggu waktu yang tepat dan tidak terburu-buru dan membuat wanita itu akan berpikir negatif tentangnya.

"Berapa hari Maya pergi ke luar kota?"

"Entahlah. Dia belum kasih tahu berapa lama dia pergi."

Keysa mengangguk. Dia berharap kalau Maya akan lama di luar kota. Dengan begitu dia bisa berlama-lama dengan suaminya.

Keysa merapikan rambut panjangnya dan sedikit memanjakan roknya untuk memancing Angga.

"Malam ini kok gerah banget, ya." Keysa mengipas-ipas tangannya.

Angga mencoba memalingkan tatapannya yang tertuju pada paha janda itu yang terbuka dan nampak lebih jelas. Tapi lagi-lagi dia tidak tahan.

"I-iya, aku juga merasa gerah malam ini."

"Hm, kayaknya enak sih kalah dibawa mandi aja."

"Mandi?" Angga terkejut syok s*kali mendengar ucapan Keysa. Pikirannya langsung tertuju pada kamar mandi dan bau hMaya sabun yang dipakai oleh janda itu.

"Iya mandi. Biar gerahnya sedikit hilang. Memangnya kamu betah kalau gerah begitu?"

Keysa beranjak dari tempat duduk dan menghempaskan rambutnya. Dia pun membuka dua kancing bajunya untuk memancing g4irah Angga.

Saat melihat wajah laki-laki itu pucat dia pun langsung melangkahkan kaki ke kamar mandi yang berada di dalam kamar. Dan langkahnya berhenti di pintu lalu menoleh ke belakang.

"Angga, aku mandi dulu ya. Kamu tunggu saja di sini," ujar Keysa.

"I-iya, Keysa."

Tidak lama pintu kamar mandi pun tertutup dan mulai terdengar suara percikan air dari dalam sana. Dia semakin gelisah dibuatnya.

'Brengs*k! Kenapa kamu selalu bikin aku nggak tahan begini, Keysa?' batin Angga.

Di rumah. Marmi sedang mengintip rumah Keysa dan jendela kamarnya.

"Sayangku, malam ini malam jum'at, lho," ujar Parjo yang baru saja masuk kamar.

Namun, Marmi masih fokus dengan aksinya dan tidak mendengar ucapan Parjo. Padahal suaminya itu sudah bersiap-siap untuk menyenangkan istrinya malam ini.

"Marmi, kamu lagi ngapain sih, Sayang?"

Parjo yang penasaran pun mendekati istrinya yang sedang berdiri di jendela. Padahal Marmi sudah mengenakan baju piyama kuning yang biasa dia gunakan saat malam jum'at tiba.

"Sayang, kamu lagi apa sih? Kenapa nggak jawab pertanyaanku?"

"Ya ampun, Pak. Kamu ini bikin aku kaget aja," bentak Marmi.

"Hm, kok kamu marah sih, Sayang?"

Marmi menghela napas.

"Sayang, aku itu lagi mengamati rumah si janda genit itu."

"Lho, memangnya ada apa lagi sama Keysa?"

Marmi sebenarnya tidak suka kalau membahas Keysa dengan suaminya. Karena dia takut suaminya juga akan terpincut dengan pesona si janda sebelah.

"Aku itu lihat bayangan Keysa dengan laki-laki di kamarnya," ujar Keysa.

Selanjutnya…..

Part 1-30

https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html

Part 7: KEKHAWATIRAN MAYA

"Masak sih? Kamu salah lihat kali, Marmi. Keysa itu kan nggak punya suami, mana mungkin ada laki-laki di kamarnya?"

Marmi menghela napas.

"Pak, jelas-jelas kamu kan tahu sendiri kalau Keysa itu janda genit yang suka Open BO. Ya bisa aja kan yang ada di kamar Keysa itu tamunya malam ini."

Parjo melihat kamar Keysa yang masih menyala lampunya. Dia tidak melihat bayangan apa pun di sana seperti yang istrinya katakan.

"Tapi di depan rumah nggak ada kendaraan yang terparkir, kok. Mungkin kamu salah lihat."

"Ya ampun, Parjoku, Sayang. Mataku ini belum rabun. Aku benar-benar melihat bayangan wanita dan perempuan yang sedang berpelukan di jendela kamar Keysa. Aku yakin kalau dia sedang bersenang-senang dengan tamunya."

Parjo selama ini belum melihat dengan mata kepalanya sendiri mengenai tuduhan-tuduhan istrinya pada janda sebelah. Tapi dia mengenal betul siapa istrinya. Marmi merupakan wanita yang jujur meski sangat cerewet.

Mereka sudah sangat lama menikah namun tidak memiliki anak. Tapi rumah tangga mereka masih sangat harmonis hingga saat ini. Usia mereka hampir sama dengan usia Keysa.

"Sudah lah, Marmi. Ngapain sih ngurusin Keysa."

"Lho, kok kamu bisa ngomong begitu? Nih, Pak. Sikap Keysa itu bisa mencemarkan nama baik di komplek ini. Lagi pula Keysa itu kan baru saja pindah ke sini. Dan kita sebagai penghuni lama harus mencegah hal-hal buruk di komplek ini dong."

Parjo hanya mengangguk. Niat hati dia ingin bersenang-senang dengan istrinya. Tapi Marmi malah membuat moodnya hilang s*ketika.

Dia pun sengaja hanya mengenakan kaos dan celana pendek saja. Agar bisa lebih gampang melepasnya nanti.

Tapi istrinya itu malah sibuk mencari informasi soal janda sebelah untuk bahan gosip besok pagi dengan tetangga-tetangga yang lain. Parjo sudah sangat hafal dengan istrinya itu.

"Tapi, Pak. Memang aneh sih. Kenapa nggak ada kendaraan di s*kitar rumah Keysa. Masak iya laki-laki itu datang pake taksi atau mungkin jalan kaki?"

Marmi masih memecahkan teka-teki yang mengusik pikirannya. Dia harus bisa menebak rasa penasarannya sendiri.

"Kan aku sudah bilang tadi, Sayang," Parjo melipat kedua tangannya. Dia tidak peduli dengan omongan Marmi yang menurutnya tidak penting.

"Pak, jangan-jangan?"

"Jangan-jangan apa?"

Marmi menatap tajam suaminya. Sikapnya membuat Parjo merasa malas s*kali. Karena malam ini harusnya dia melayani suaminya bukan mencari info penting soal Keysa.

"Jangan-jangan laki-laki yang ada di sana itu Angga, suaminya Mbak Maya."

"Astaghfirulloh, Marmi. Kamu jangan asal menuduh gitu. Nanti bisa jadi masalah besar kalau kedengaran orang lain."

"Ya ampun, Pak. Aku itu nggak asal nuduh. Tapi coba pikir saja kenapa nggak ada mobil atau motor di s*kitar rumah Keysa. Lagi pula tadi sore aku lihat Maya pergi sama rekan kerjanya. Dan pas aku tanya Maya itu mau keluar kota."

Parjo jadi sedikit kepikiran dengan ucapan istrinya. Karena dia berpikir kalau suami pasti akan merasa kesepian saat istrinya tidak ada di rumah. Itu yang dia rasakan kalau Marmi sedang berpergian jauh dengan teman-temannya.

"Sayang, sudah jangan suhudzon begitu. Nanti kalau Maya tahu kan jadi nggak enak sama dia kita mencurigai suaminya."

Marmi kesal pada suaminya yang tidak percaya dengan dugaan perKeysangkuhan antara Angga dengan Keysa. Padahal dia yakin kalau Angga termasuk laki-laki yang memiliki hubungan serius dengan janda sebelah itu.

"Kamu ini bikin aku emosi saja. Ya sudah terserah kalau kamu nggak percaya."

Marmi pergi ke ranjang menarik Keysamut dan bersiap-siap untuk tidur.

"Lho, Marmiku, Sayang. Kok kamu malah narik Keysamut sih? S*karang kan malam jum'at."

Marmi tidak peduli. Dia sudah terlanjur kesal dengan suaminya. Wanita itu pun merapatkan Keysamutnya lalu memejamkan mata.

"Tidak ada jatah untuk kamu malam ini, Pak. Salahnya sendiri kamu bikin aku marah."

"Lho, jangan begitu dong, Marmi. Aku sudah mandi lama dan pakai wangi-wangian khusus buat malam jum'at kita."

Parjo mendekati Marmi dan mencoba membujuknya. Tapi istrinya itu malah berbalik badan membelakanginya.

"Sayang ayo lah, kamu mau membiarkan aku tidak bisa tidur malam ini?"

"Biarin! Biar jadi pelajaran buat kamu kalau percaya sama istri itu wajib."

Parjo menunduk. Kini dia harua berbesar hati tidak melakukan ritual wajib malam jum'at bersama istrinya.

Di kamar. Angga masih menahan diri saat mendengar percikan air dari dalam kamar mandi Keysa. Sudah hampir tiga puluh menit kekasihnya mandi tapi belum kunjung keluar dari sana.

Angga pun melangkahkan kakinya mendekati kamar mandi dan membuka pintunya. Dan dia tertegun melihat Keysa yang sedang mandi tanpa mengenakan sehelai kain di tubuhnya.

"Eh, Angga. Kamu mau mandi juga, Sayang?" tanya Keysa tanpa malu.

Angga merasa mulutnya terkunci. Tubuh janda itu memang sangatlah menggoda. Apalagi ditambah rambutnya yang kini basah.

"Sini kalau mau mandi. Biar aku siapkan airnya."

Keysa mengisi air di Bathtub untuk mandi Angga.

"Sudah, Sayang," ujar Keysa.

"I-iya."

Angga melepas pakaiannya. Lalu malu-malu dia mendekati bak kamar mandi. Tiba-tiba tangannya menarik Keysa dan mereka berdua tercebur ke dalam Bathtub bersama.

"Ah, Angga. Aku sudah hampir selesai."

"Keysa, temani aku mandi, okay."

"Tapi aku sudah hampir selesai, Angga."

Laki-laki itu tidak peduli. Dia malah mengeratkan pelukan pada kekasihnya itu. Lalu sedikit bermain nakal dengan menyentuh bagian-bagiab sensitif milik Keysa hingga wanita itu menggeliat.

"Oh, shit, Angga!" teriak Keysa.

Mendengar desahan Keysa, Angga semakin menunjukan kelincahannya soal bercinta. Dan malam itu mereka melakukannya di kamar mandi. Janda itu pun tidak menolak. Dia malah ikut menunjukan kelihaiannya dalam memuaskan pasangan.

Angga menarik Keysa ke bawah shower dan menyalakannya. Mereka pun saling beradu kemampuan untuk saling memuaskan. Angga yang memang sudah lama tidak berhubungan dengan Maya karena sibuk bekerja. Keysa yang memang sudah lama menjada dan tidak pernah berhubungan juga.

Di perjalanan. Maya menatap keluar jendela melihat gemerlapnya malam di kota Bandung. Dia masih kepikiran dengan suaminya yang harus ditinggalnya lagi keluar kota.

"Maya, are you okay?" tanya Rayhan.

"Yes, i am okay."

Rayhan menggangguk dan kembali fokus menyetir. Dia selalu tahu Maya yang sedih saat harus ditugaskan keluar kota. Dan dia berusaha mencari ide untuk memecahkan suasana hati temannya itu.

"Kamu kepikiran sama Angga ya?"

Maya mengangguk.

"Hm, aku paham s*kali gimana perasaanmu. Pasti kamu sedih harus keluar kota lagi, iya kan?"

"Mas Angga sering aku tinggal pergi dan dia sendirian di rumah. Aku nggak tega rasanya. Tapi mau gimana lagi, ini pekerjaanku."

"Aku yakin kalau suamimu bisa mengerti dengan keadaanmu s*karang. Jadi, kamu jangan sedih begitu."

Entah apa yang dirasakan Maya malam itu. Dia tetap saja kepikiran dengan suaminya di rumah.

"Kamu sih enak tinggal pergi aja nggak punya beban."

Rayhan tertawa dengan tutur kata Maya.

"Kata siapa aku nggak punya beban? Delisa, pacarku. Dia juga suka marah kalau aku pergi keluar kota. Bahkan marahnya itu sangat menakutkan."

"Ah, masak sih Delisa begitu."

"Serius, Maya."

Rayhan menggelengkan kepala dan meringis membayangkan saat Delisa sedang ngambek dengannya. Seperti anak TK yang ditinggal orang tuanya pergi.

Selanjutnya…..

Part 1-30

https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html

Part 8: BAYANGAN MISTERIUS

Jam satu dini hari. Rayhan dan Maya baru saja sampai disalah satu hotel di Bandung. Mereka sengaja menginap di hotel dekat tempat meeteng besok.

"Okay, kita sudah sampai," kata Rayhan.

Maya pun bersiap-siap untuk keluar. Dari melepas sabuk pengaman dan tidak lupa dia melihat ponsel untuk memastikan ada pesan atau tidak dari Angga.

"Sudah lah, Maya. Lupakan kesedihanmu sejenak. Nanti kalau kamu terlalu berlarut-larut dalam kesedihan hanya akan membuat pikiranmu tambah banyak."

"Nggak bisa, Rayhan. Aku masih saja kepikiran suamiku di rumah."

"Iya, aku paham kamu pasti merasa bersalah. Aku hanya mengingatkanmu kalau kamu juga punya tanggung jawab soal kerjaan."

"Iya-iya aku tahu."

Rayhan mengangguk. Sebagai teman dan rekan kerja yang baik dia hanya berusaha mengingatkan Maya agar tidak terlalu banyak beban pikiran dan akan membuatnya jatuh sakit nantinya.

Mereka masuk ke dalam hotel sambil menarik koper. Rayhan pun membantu Maya untuk membawakan kopernya juga.

"Selamat malam, Pak. Kami mau menginap di sini dan kami sudah pesan secara online," ujar Rayhan.

"Baik, Pak. Atas nama siapa?"

"Rayhan Perwira dan Maya Natasya."

Resepsionis hotel pun langsung mengeceknya. Sedangkan Rayhan dan Maya mereka berdua masih berdiri dan menunggu.

"Baik, Pak. Sudah saya cek. Mari saya antarkan ke kamar."

"Iya, Pak."

Rayhan pun ikut mengantar Maya ke kamarnya terlebih dahulu. Karena dia tidak tega jika harus membiarkan sahabatnya menarik koper sendiri ke kamar.

"Ini, kamarnya."

"Terima kasih, Pak," ucap Rayhan.

"Sama-sama, Pak. Kalau kamar bapak ada di sebelah sana."

Resepsionis itu menunjuk kamar yang berada di sebrang kamar Maya.

"Ya sudah kalau begitu berikan saja kuncinya. Nanti biar saya kesana sendiri saja."

"Baik, Pak. Kalau ada apa-apa nanti bisa ke depan menemui saya."

Setelah menjalankan tugas resepsionis itu pun pergi. Dan kini hanya ada Maya dan Rayhan saja di depan kamar.

"Ya sudah, kamu masuk gih ke kamar terus istirahat. Aku tahu kamu pasti lelah."

"Iya, Rayhan. Kamu juga."

Laki-laki itu mengangguk. Dia pun beranjak pergi dari sana untuk ke kamar yang berada di sebrang kamar Maya. Tapi tiba-tiba langkahnya berhenti.

"Rayhan, kenapa?"

"Good night." Laki-laki itu tersenyum.

"Good night to."

Setelah Rayhan pergi. Maya pun masuk ke dalam kamar untuk beristirahat.

Di kamar. Keysa berlari dari dalam kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk saja. Kemudian tidak lama Angga pun keluar dari dalam sana juga dan mengejar wanita itu.

"Keysa, jangan lari kamu!" teriak laki-laki itu.

"Ayo, Angga, kejar aku kalau kamu bisa." Keysa tertawa sambil menghindar dari kejaran pacarnya itu.

"Kamu menantangku, hah?"

Angga pun langsung berlari dan berusaha mendapatkan wanita itu. Suara tawa mereka berdua pun memenuhi kamar Keysa.

"Ayo-ayo, kejar aku, Angga."

Keysa pun naik ke ranjang. Begitu juga dengan Angga. Mereka asik main kejar-kejaran setelah puas bercinta di kamar mandi malam ini.

"Kena kamu," ucap Angga sambil memeluk wanita itu.

"Ah, kamu curang."

"Nggak dong."

Keysa berbalik badan dan memeluk Angga. Meski laki-laki itu sepuluh tahun lebih muda darinya tapi dia merasa sangat nyaman. Dia tidak peduli lagi perihal umur atau soal Angga yang masih berstatus suami orang.

"Sayang, apa kamu benar-benar mencintaiku?"

"Hm, Keysa. Berapa kali harus aku ulangi kalau aku sangat mencintaimu. Kenapa kamu masih ragu padahal kita baru saja selesai bercinta. Apa itu kurang membuktikan perasaanku?"

Keysa mengeratkan pelukannya. Dan kini dia merasa takut kehilangan Angga.

"Tapi bisa saja kan kamu hanya menjadikan aku hanya pemuas nafsumu saja karena kesepian ditinggal Maya. Bagaimana kalau besok Maya tiba-tiba berhenti kerja. Kamu pasti akan meninggalkan aku begitu saja."

Dan Angga tidak kepikiran sampai kesitu. Dia bahkan tidak tahu apakah Maya akan selamanya bekerja atau suatu hari nanti istrinya itu akan berubah pikiran untuk beralih profesi sebagai ibu rumah tangga saja?

Selama ini yang dia tahu menjadi wanita karir adalah cita-cita Maya sedari dulu. Dan dia berpikir kalau istrinya tentu akan memperjuangkan cita-citanya yang sudah terwujud ini.

"Sayang, kok kamu diam?"

"Keysa, Maya sangat mencintai pekerjaannya ketimbang aku. Percaya lah kalau Maya pasti akan tetap bekerja dan sering meninggalkan aku."

Tetap saja wanita itu belum lega. Apalagi kalau Maya tahu suaminya berKeysangkuh dengannya. Pasti Maya akan memilih untuk berhenti bekerja demi mempertahankan rumah tangganya.

Awalnya Keysa hanya berniat untuk bersenang-senang saja dengan Angga untuk menghilangkan rasa kesepian menjadi seorang janda. Tapi seiring berjalannya waktu dia malah benar-benar jatuh hati pada Angga dan ingin menikah dengannya.

"Keysa, kamu harus percaya sama aku. Aku nggak mau kehilangan kamu, Sayang."

"Begitu juga denganku, Angga. Aku juga sangat mencintaimu."

Angga menatap Keysa dan menyibak rambut wanita itu ke telinga. Lalu sebuah kecupan lembut pun mendarat di kening janda itu.

Kalau sudah di rumah janda sebelah Angga bahkan sedikit pun tidak mengingat istrinya. Bahkan dia sampai lupa untuk mengirim pesan pada Maya s*kedar menanyakan kabar.

Dia sudah asyik dengan g4irah janda itu. Dan ingin memeluknya setiap detik.

Pagi yang cerah. Maya sedang bercermin memakai lipstiknya. Dia memang wanita yang rajin dalam bekerja. Hal itu membuat atasanya sangat percaya dengannya soal perkerjaan-pekerjaan besar.

Bukan hanya itu. Maya juga memiliki banyak prestasi di kampus dan membuat dia mendapatkan beasiswa. Jadi tidak heran kalau wanita itu terkenal sangat cerdas bagi orang-orang terdekat.

Drrtt!

Ponselnya berdering. Dan terlihat sebuah pesan dari Rayhan yang memeberi tahu kalau laki-laki itu sudah menunggunya di lobby hotel. Maya pun segera kesana untuk menemui rekan kerjanya.

Pandangan Rayhan terpaku pada Maya yang sedang berjalan mendekatinya. Sampai dia tidak mengedipkan mata.

"Aduh, maaf-maaf aku telat ya."

"No, kamu nggak telat kok, Maya. Hanya saja-"

"Hanya saja apa?"

"Kamu sangat cantik pagi ini. Pantas saja banyak klien yang mau berkerja sama dengan kita."

Plak!

Maya memukul pundak Rayhan. Rekan kerja yang kini sudah menjadi sahabatnya itu memang gemar memujinya.

"Jangan mulai deh, Rayhan."

"Lho, aku serius, Maya."

"Ya-ya, terserah kamu saja. Mending kita cepat-cepat pergi biar nggak telat."

Maya berjalan meninggalkan Rayhan. Dia memang tidak suka kalau dipuji akan kecantikannya.

Laki-laki itu menggelengkan kepala sambil tersenyum heran. Baru kali ini dia melihat wanita yang tidak suka dipuji cantik.

"Maya, tunggu dong," teriak Rayhan mengejar Maya.

Di halaman rumah. Marmi sedang asyik menyirami bunga-bunganya. Bahkan hampir setiap hari dia merawat tanamannya dengan senang hati.

Tidak lupa dia pun bernyanyi dengan riang. Pagi yang cerah semakin cerah dengan suasana hati Marmi.

"Hm, bunga-bungaku memang cantik-cantik kayak yang punya." Marmi meringis geli dengan perkataannya sendiri.

Beberapa bunga pun bermekaran dan ada tiga ekor kupu-kupu yang hinggap di bunganya. Hal itu semakin membuat hati Marmi senang.

"Permisi."

Marmi menggeliat saat mendengar suara orang bertamu. Dan di balik pagar rumahnya dia melihat seseorang berdiri di depan rumah Maya.

"Permisi."

Marmi pun dengan sirgap keluar dan menghampiri orang itu. Dia memang tipe orang yang ramah dengan siapa pun terkecuali Keysa.

Kalau sudah urusan dengan si janda itu Marmi merasa tangannya gatal s*kali. Dan ingin mencekik Keysa agar tidak ada ancaman bagi suaminya terpincut dengan body mulus janda sebelah.

"Maaf, mau cari siapa ya?" tanya Marmi pada orang itu.

Selanjutnya…..

Part 1-30

https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html

Part 9: KEDATANGAN MERTUAKU

"Saya mau cari Maya. Tapi kok kayaknya nggak ada orang ya?" ujar ibu-ibu itu.

Marmi melihat ke arah rumah Maya dan memang nampak sepi s*kali. Dia juga belum melihat ada tanda-tanda kehidupan di rumah yang berada di sebrang rumahnya.

"Oh, mau cari Mbak Maya. Mbak Mayanya lagi pergi keluar kota, Bu. Tapi setahu saya sih suaminya ada di rumah. Memangnya ibu siapanya Mbak Maya?"

"Saya Sari mamanya Maya."

"Ya allah, ibunya Maya ternyata? Kenalkan saya Marmi, Bu. Tetangga baiknya Mbak Maya. Maaf ya saya nggak tahu kalau anda ibunya Maya."

"Iya, nggak apa-apa, Mbak Marmi."

"Ya sudah kalau begitu saya bantu panggil Mas Angga ya, Bu."

"Terima kasih banyak, ya."

Sikap Marmi membuat Sari senang karena anaknya memiliki tetangga yang baik seperti Marmi. Kesibukannya menjadi seorang dokter membuat dia jarang s*kali berkunjung ke rumah anaknya.

Ting! Tung! Ting! Tung!

Keysa memencet bel rumah Maya. Memang tidak seperti biasanya. Biasanya jam segini Angga sudah duduk di depan teras membaca koran dan ditemani secangkir kopi panas.

"Mas Angga, Mas, ini ada ibu mertuanya Mas Angga," teriak Marmi. Suaranya memang sangat lantang dan seharusnya siapa pun yang berada di dalam rumah itu akan mendengar suara Marmi.

Tapi kenyataannya tidak ada jawaban dari dalam sana. Bahkan rumah Maya nampak begitu sepi seperti tidak ada penghuni.

"Apa Angga ikut Maya keluar kota, ya, Mbak Marmi."

"Waduh, kayaknya nggak mungkin deh, Bu. Karena setahu saya Mas Angga itu kerjaannya di rumah dan saya nggak pernah lihat Mas Angga keluar kota bareng Mbak Maya," ujar Marmi.

Dia pun mengintip ke kaca jendela dan terlihat di dalam rumah itu memang sangat sepi. Dia jadi merasa heran kenapa Angga tidak ada di rumahnya.

"Hm, gimana kalau Bu Sari telepon Mbak Maya saja. Anggangkali Mbak Maya tahu dimana suaminya."

"Wah, kamu banar juga. Kenapa saya nggak kepikiran dari tadi ya?"

Sari pun mengambil ponsel di tas dan menelpon anaknya.

Di dalam mobil. Maya masih menatap laptop, membaca bahan yang akan dia bawa untuk meteeng hari ini. Tiba-tiba terdengar suara ponselnya.

"Mama?" ucap Maya.

"Hallo, Mama," sapa Maya pada ibunya yang berada di sebrang sana.

"Apa, Mama?"

Rayhan menoleh ke samping saat mendengar suara Maya yang sepertinya sangat kaget. Dia penasaran apa yang sedang terjadi dengan rekan kerjanya itu.

"Jadi Mama s*karang dirumahku dan Mas Angga nggak ada di rumah? Masak sih, Mama? Mas Angga itu di rumah dan nggak kemana-mana," ujarnya.

Saat ditanya oleh mamanya dia pun bingung. Karena baru pertama kali dia tahu suaminya tidak berada di rumah dan tidak memberi kabar padanya.

"Mungkin Mas Angga masih tidur, Mama?"

Maya pun jadi merasa khawatir. Memang dari semalam suaminya itu tidak memberi kabar apa pun dengannya. Tidak seperti biasa.

"Ya sudah, Mama. Kalau begitu biar aku telfon Mas Angga dulu. Assalamu'alaikum."

Maya menutup ponselnya dengan pertanyaan yang sangat banyak. Dia bingung harus berbuat apa? Pikirannya cemas s*kali dan takut ada sesuatu yang terjadi pada suaminya di rumah.

"Kenapa, Maya?" tanya Rayhan yang masih menyetir.

"Ini mamaku ada di rumah s*karang. Tapi Mas Angga nggak ada katanya. Aku jadi khawatir sesuatu terjadi pada suamiku."

Rayhan mengangguk. Karena hal itu wajah Maya pun terlihat tidak semangat. Padahal dia sangat membutuhkan kesemangatan Maya untuk meeteng hari ini.

"Mungkin suamimu masih tidur."

"Tapi nggak mungkin, Rayhan. Aku kenal betul siapa suamiku. Mas Angga nggak mungkin nggak di rumah. Dia itu orang yang nggak suka menyia-nyiakan waktu dan nggak suka keluar."

Rayhan mengangguk. Karena tidak tidak mengenal begitu dekat suami rekan kerjanya itu.

Maya mencari nomor ponsel suaminya dan berniat ingin menelponnya. Dia penasaran apa benar suaminya itu tidak di rumah.

"Hallo, Assalamu'alaikum. Mas Angga ini aku Maya. Mas, apa benar kamu tidak ada di rumah."

Tanpa basa-basi Maya langsung bertanya keberadaan suaminya. Dia masih ingin memastikan kalau yang dikatakan mamanya barusan tidak benar.

"Iya, Mas. Soalnya mama ada di rumah kita s*karang. Dan katanya di rumah nggak ada orang," ucap Maya pada suaminya yang berada di sebrang sana.

Dan di kamar Keysa, Angga masih t3lanjang dan hanya dibaluti Keysamut saja. Bahkan janda itu pun masih memeluk tubuhnya dan memejamkan mata.

"Apa? Mama di rumah kita?" Angga syok s*kali saat tahu mertuanya berkunjung ke rumah. Sedangkan dia masih asyik di kamar janda sebelah.

Keysa terbangun saat mendengar suara keras dari laki-laki yang tengah dipeluknya.

"I-iya, Sayang. Aku ini lagi joging. Habis ini aku pulang, okay. Kamu bilang sama mama suruh dia tunggu aku pulang."

"Iya, Sayang," sambunya.

Setelah selesai bercakap-cakap Angga pun menutup teleponnya lalu menarik napas dalam-dalam. Dia tidak bagaimana caranya dia keluar dari rumah Keysa yang berada tepat di sebelah rumahnya.

"Sayang, ada apa?" tanya Keysa penasaran.

"Mertuaku ada di depan rumah s*karang."

"What? Kamu serius?"

"Iya, aku serius, Sayang."

Angga pun memakai celana yang berada di lantai. Lalu dia berjalan mendekati jendela untuk melihat mama mertuanya di depan rumah. Dan benar, mertuanya itu sedang bersama Marmi.

"Astaga, apa yang harus aku lakukan s*karang?" Angga mengacak-acak rambutnya.

Keysa berjalan mendekati Angga dan menutupi tubuhnya menggunakan Keysamut. Dari balik jendela dia melihat wanita asing yang tengah bersama Marmi, tetangga yang super julid.

"Itu mertuamu, Angga?"

"Iya, Keysa. S*karang aku harus bagaimana? Aku nggak mungkin keluar lewat pintu utama karena mertuaku ada di depan."

Angga sangat panik. Meski dia mencintai Keysa tapi dia masih takut kalau hubungannya dengan janda sebelah diketahui oleh mereka.

"Kamu jangan panik dong, Sayang."

"Gimana aku nggak panik. Aku sudah terlanjur bilang sama Maya kalau aku sedang pergi joging."

"Hm, kamu bisa keluar lewat pintu belakang. Aku jamin kamu nggak akan ketahuan," ujar Keysa.

Dia berjalan mendekati ranjang dan memakai pakaiannya. Meski dia belum ingin berpisah dengan Angga tapi dia sadar kalau kekasihnya itu harus pergi untuk menemui mertuanya.

Keysa berusaha untuk mengalah dan membiarkan laki-laki itu kembali menjalankan peran sebagai suami Maya. Karena memang hubungan mereka hanyalah hubungan yang terjalin di balik pintu saja.

"Ya ampun, Sayang. Terima kasih ya. Kamu memang wanita super pengertian. Hm, coba saja Maya kayak kamu."

Keysa hanya diam. Tentu saja dia tidak mau disama-samakan dengan Maya. Karena menurutnya dia lebih cantik dari istri Keysangkuhannya itu.

"Ya sudah, kalau begitu kamu antar aku ke pintu belakang, ya. Biar aku cepat-cepat menemui mertuaku."

Keysa mengangguk. Dia pun menunjukan dimana pintu keluar yang bisa dilewati Angga.

Di depan rumah. Pandangan Marmi tertuju pada kamar Keysa. Dia jadi teringat bayangan semalam yang dia lihat. Menurutnya postur tubuh bayangan laki-laki itu mirip s*kali dengan postur tubuh Angga.

Tapi dia tidak mau suhudzon sebelum dia memastikan sendiri kalau bayangan semalam itu memang lah suami Maya.

"Hm, kenapa Angga lama s*kali ya?" Sari mengipas-ipas tangannya.

"Iya, Bu Sari. Saya juga heran."

Marmi masih mengamati rumah Keysa. Dia ingin mencari sesuatu yang dari rumah janda sebelah itu.

"Mama," sapa Angga yang baru saja datang.

Selanjutnya…..

Part 1-30

https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html

Part 10: SEBUAH RENCANA

Marmi menatap sinis kedatangan Angga. Entah mengapa karena kejadian semalam dia jadi curiga kalau laki-laki yang kini berdiri di depannya termasuk laki-laki yang suka main dengan Keysa.

"Angga, kamu dari mana? Mama sudah lama lho nunggu di sini."

"I-iya, Mama. Maaf aku habis joging. Kan mama tahu kerjaku freelance jadi harus banyak gerak biar sehat."

Angga mencari alasan. Dia tidak mau mertuanya curiga karena semalam dia tidak tidur di rumah.

"Baru joging kok Mas Angga nggak keringatan?" tanya Marmi.

Pertanyaannya membuat Angga tercengang. Susah payah dia berusaha mencari alasan dan tetangga yang super julid itu dengan mudah memojokkannya di depan sang mertua.

"Iya, Angga. Kok kamu nggak keringatan?" sambung Mama Sari.

Kini mertuanya pun ikut memepertanyakan soal keringat yang sama s*kali tidak muncul. Dan memang Angga tidak terlihat tanda-tanda habis joging.

"Mama, Mbak Marmi. Kan orang itu beda-beda. Ada yang lari terus keluar keringat dan ada juga yang nggak. Dan kebetulan aku memang dari dulu tipe orang yang nggak bisa keluar keringat meski habis lari maraton s*kali pun."

Marmi nyengir mendengar jawaban dari Angga. Dia curiga kalau itu hanya alasan laki-laki itu saja agar mertuanya tidak curiga.

"Mama, ya sudah kita masuk saya, yuk."

Angga berharap dengan dia masuk ke dalam rumah dengan mertuanya akan terhindar dari Marmi yang super teliti dengan permasalahan hidup orang lain. Pantas saja jika Keysa pun kesal dengan tetangga super julid itu.

"Hm, sebenarnya mama mau langsung pulang karena mama masih ada kerjaan hari ini. Tapi berhubung kamu baru sampai sini ya sudah mama masuk sebentar. Ada yang ingin mama bicarakan juga," ujar Mama Sari.

"Ya sudah kalau begitu masuk saja, Mama."

"Mbak Marmi, ayo mampir ke rumah anak saya, Mbak."

Mama Sari memang sangat ramah. Bahkan kepribadiannya banyak ditiru oleh anak semata wayangnya, Maya. Selain menjadi dokter, Mama Sari juga menggeluti beberapa usaha kecil seperti makanan. Hal itu membuat dia kaya raya.

Belum lagi suaminya, Ardianto, yang juga berprofesi sebagai dokter bedah. Namun, Maya lebih menyukai bidang perkantoran ketimbang mengikuti jejak orang tuanya yang berprofesi sebagai seorang dokter.

"Terima kasih, Bu Sari. Mungkin lain waktu saja. Karena saya harus menyiram beberapa bunga yang belum saya siram."

"Wah, Mbak Marmi ini ternyata sangat rajin ya."

"Ah, Bu Marmi bisa saja. Ya sudah kalau begitu saya pulang dulu ya, Bu."

"Iya."

Mama Sari menggelengkan kepala. Setidaknya kini dia lega karena Angga sudah berada di rumah.

"Ayo, Mama."

Angga membukakan pintu untuk mertuanya. Dia berusaha menyambut kedatangan Mama Sari dengan sehangat mungkin.

Mama Sari menolah-noleh mengamati rumah anaknya. Dan tidak ada yang berubah. Dia pun mengambil foto pernikahan Maya.

"Mama mau minum apa?"

"Terserah kamu saja, Angga."

Laki-laki itu mengangguk. Dia pun dengan sirgar pergi ke dapur untuk membuatkan minuman. Dan hanya beberapa menit saja dia sudah kembali.

"Berapa hari Maya keluar kota, Angga?"

"Mmm, aku belum tahu berapa lama Maya keluar kota. Biasanya satu sampai tiga hari."

Mama Sari mengangguk lalu meletakan foto yang dia pegang pada tempatnya. Kemudian dia berjalan ke sofa sambil kembali mengamati dis*keliling ruang tamu.

"Jadi kamu sendiri di rumah?"

"Iya, Mama."

"Sebenarnya ada yang ingin mama bicarakan sama istrimu. Tapi sayang Maya tidak di rumah."

Tidak biasanya Mama Sari datang ke rumah dan terlihag seserius itu. Karena Angga tahu kalau mertuanya itu cukup sibuk sebagai seorang dokter.

Bahkan ini kedatangan Mama Sari setelah tiga bulan lamanya.

"Memangnya mama mau bicara apa sama Maya?"

Mama Sari mendengus. Lalu mengambil gelas teh di meja dan menyeruputnya.

Sedangkan Angga masih menunggu mertuanya berbicara. Dia jadi penasaran.

"Mama mau menyuruh Maya untuk berhenti kerja dulu. Biar dia fokus sama rumah tangganya."

Uhuk! Uhuk!

Mendengar ucapan Mama Sari membuat Angga terbatuk. Entah mengapa kabar itu justru membuatnya tidak suka. Karena kalau sampai Maya tidak bekerja tentu hubungannya dengan Keysa akan berantakan.

Angga memang sempata berharap Maya berhenti bekerja. Tapi itu dulu sebelum dirinya menjalin hubungan gelap dengan janda sebelah.

"Kamu kenapa, Angga?"

"E-nggak, kok, Mama. Aku nggak apa-apa cuma kaget aja."

"Kaget? Memangnya kamu nggak suka kalau istrimu berhenti bekerja?"

Angga terdiam. Untuk saat ini dia berharap kalau istrinya tetap bekerja. Dengan begitu dia masih bisa menjalani hubungan terlarang dengan Keysa.

"Angga, pernikahanmu dengan Maya itu sudah cukup lama. Dan mama ingin kalian punya anak. Kalau Maya saja masih sibuk dengan kerjaannya bagaimana kalian mau progam punya anak?"

Mama Sari meletakan cangkir ke atas meja lagi. Dia memang menyempatkan hari ini untuk berkunjung ke rumah anaknya untuk membicarakan ini. Dengan harapan keluarga Maya akan lebih lengkap jika nantinya ada seorang anak di rumah itu.

"Iya, Mama. Aku tahu maksud mama. Tapi untuk saat ini Maya belum punya rencana untuk berhenti kerja."

"Angga, oleh karena itu tugas kita adalah membujuk Maya. Mama tahu siapa anak mama. Dia memang keras kepala kalau sudah soal kerjaan. Karena ini memang sudah menjadi cita-citanya sejak kecil. Tapi apa kamu mau istrimu terus bekerja di luar sana dengan segala kesibukannya?"

Mama Sari bersikeras membujuk Angga untuk mengikuti idenya. Dan dipikirannya saat ini hanya bagaimana caranya dia bisa membuat mertuanya itu berubah pikiran.

Keysa, hanya janda itu yang ada di otaknya saat ini. Bahkan dia merasa kalau dia sendiri sudah terlanjur nyaman dengan hubungan gelapnya dan enggan untuk mengakhirinya dekat-dekat ini.

Belum lagi soal kelincahan Keysa di ranjang yang membuat dia ingin selalu menghabiskan waktu di rumah sebelah.

"Mama sama papa itu suka kepikiran sama rumah tangga kalian. Makanya mama mau minta bantuan dari kamu."

"Bantuan apa, Mama?"

"Bujuk Maya untuk berhenti bekerja."

Mama Sari menatap Angga dengan penuh harap. Sebagai seorang ibu tentu dia ingin yang terbaik untuk anaknya. Dia tidak mau sesuatu yang buruk terjadi dalam rumah tangga anak semata wayangnya.

"Kamu bisa kan bantu mama?"

"Iya, Mama. Aku akan usahakan."

Dan dengan terpaksa Angga menyetujui ide dari mertuanya. Sambil dia berpikir untuk mencegah hal itu terjadi.

"Okay, kalau begitu mama pulang dulu. Oiya, mama tunggu kabar baiknya dari kamu, ya. Kalau begitu mama pulang dulu."

"Iya, Mama. Biar aku antar sampai depan."

Mama Sari mengangguk. Karena urusannya sudah selesai dia harus kembali ke rumah sakit untuk bekerja.

"Hati-hati, Mama."

Angga melambaikan tangan pada mertuanya yang sudah masuk ke dalam mobil. Mama Sari memang sudah terbiasa menyetir mobil sendiri kemana-mana.

"Hah, sial! Kalau begini aku harus bagaimana s*karang? Kalau sampai Maya berhenti kerja, terus nasibku dan Keysa bagaimana?"

Angga merasa sangat stres. Kedatangan Mama Sari pagi ini ke rumah sedikit membuat kacau pikirannya.

 

Selanjutnya…..

Part 1-30

https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html

Part 11: FIRASAT TAJAM MARMI

"Wah, sepertinya saya tidak salah bekerja sama dengan perusahaan anda. Bu Maya selain cantik juga sangat genius," puji salah satu klien.

"Ah, bapak terlalu berlebihan memuji saya."

Rayhan pun mengakui kalau Maya memang cukup berperan besar di perusahaan. Dia juga mengakui kalau sahabatnya itu memang cantik dan hal itu juga menjadi daya tarik bagi klien tersendiri.

Begitu juga dengannya. Dia merasa sangat senang karena bisa menjadi rekan kerja Maya.

"Baik, karena meteeng hari ini sudah selesai jadi kita akhiri rapatnya."

"Iya, Pak."

"Senang bekerja sama dengan anda."

Klien berdiri dan berjabat dengan Maya dan juga Rayhan. Tentunya dengan senyuman hangat dari mereka.

"Huh, kamu memang pintar kalau soal mengambil hati klien, Maya. Aku yakin bos pasti akan memberi kita bonus besar untuk tender ini," ucap Rayhan.

Laki-laki itu pun menyeruput kopi dengan perasaan bahagia. Tapi dia melihat wajah Maya yang terlihat murung.

"Hai, kenapa wajahmu kusut begitu? Bukannya senang?"

Maya kembali duduk dan bersandar dengan suasana hati yang entah mengapa sangat galau hari ini. Bahkan dia tidak selera makan melihat pisang keju di meja, makanan kesukaannya.

"Rayhan, aku benar-benar ingin cepat kembali ke Jakarta. Aku kepikiran dengan suamiku."

"Astaga, Maya. Suamimu itu sudah dewasa dia pasti bisa jaga diri, kok."

Rayhan memasukkan cemilan ke mulutnya. Dengan santai dan bahagia mengingat hasil baik dari meteengnya hari ini.

"Hm, bukan itu masalahnya."

"Terus apa masalahnya?"

"Aku masih kepikiran apa Mas Angga memang tidak ada di rumah?"

"Maya, kan tadi suamimu sudah bilang kalau dia itu lagi joging. Terus apa yang bikin kamu khawatir?"

Maya mendengus. Dia tidak tahu kenapa tiba-tiba dia tidak percaya dengan ucapan suaminya. Wanita itu masih teringat dengan kata-kata Marmi, tetangganya, yang mengatakan kalau dia pernah melihat laki-laki mirip suaminya di rumah Keysa.

Rayhan menoleh ke samping dan melihat Maya melamun. Padahal sahabatnya itu tidak seperti biasa yang happy ketika pergi keluar kota.

"Hm, cerita saja sama aku. Apa yang sebenarnya kamu pikirkan."

Maya menatap Rayhan. Rasanya dia ingin s*kali bercerita dengan laki-laki itu. Tapi dia tidak mau masalah rumah tangganya diketahui oleh orang lain meski itu sahabatnya sendiri.

"Nggak, nggak apa-apa. Sudahlah lupakan saja."

Maya mengambil jus alpukat dan menyeruputnya. Berharap dengan minum pikiran negatif tentang suaminya akan hilang.

Marmi masih sibuk menggunting tanaman yang sudah panjang. Dia memang sangat rajin kalau soal merawat tanaman. Jadi tidak heran kalau rumahnya terlihat rapi dan indah dipandang.

Tiba-tiba dia melihat Keysa yang baru keluar dari rumahnya. Marmi langsung sirgap dan keluar dari halaman rumah.

"Wah-wah, janda genit mau kemana nih pagi-pagi?" ujar Marmi yang berpura-pura sedang memotong tanaman.

Selu mendengus saat melihat tetangganya yang super julid itu. Tapi dia berusaha untuk tetap santai.

"Semalam tamu dari mana, Keysa? Kayaknya habis enak-enak nih semalam?"

"Bu Marmi! Jangan asal ngomong kamu ya."

Marmi terkekeh. Dia kita Keysa akan diam saja saat dirinya menyinggung soal apa yang dia lihat semalam.

"Lho, aku nggak asal ngomong, kok. Orang semalam aku itu lihat."

Deg!

Keysa sedikit takut kalau Marmi melihat Angga semalam ke rumahnya. Dia tidak mau hubungan gelapnya dengan Angga diketahui oleh tetangga julid itu.

Sangat berbahaya jika Marmi sampai mengetahuinya dan akan memberi tahu Maya. Sudah jelas dia akan kalah karena statusnya hanyalah seorang wanita simpanan.

"Lho, kenapa pucat begitu wajahmu. Kamu takut ya kalau aku bongkar rahasiamu. Agar semua orang tahu betapa busuknya janda di komplek ini."

Keysa merasa terancam kali ini. Biasanya dia sangat malas meladeni Marmi. Tapi dia harus mencari tahu apa saja yang tetangga julidnya itu tahu tentang dirinya.

Mereka saling bertatap mata. Seperti permusuhan antara tikus dan kucing saja.

"Heh, Keysa. Sudah lah kamu cari rezeki yang halal. Jangan malah kamu godain suami orang."

"Maksud Bu Marmi apa ya? Kenapa sih suka julid kalau sama saya?"

Marmi menyeringai sinis mendengar jawaban Keysa.

"Halah, aku itu lihat semalam apa yang kamu lakukan di rumahmu ini. Eh, bukan rumah maksudku kamar."

Keysa tidak tahu bagaimana Marmi bisa mengetahui dirinya dengan Angga semalam. Dia rasa Angga sudah sangat hati-hati saat masuk ke rumah.

"Bu Marmi jangan asal nuduh ya!"

"Lho, aku nggak asal nuduh, kok."

"Kalau Bu Marmi nggak asal nuduh memangnya Bu Marmi punya bukti apa?"

Marmi terdiam. Semalam dia memang tidak sempat merekam bayangan di kamar Keysa. Dan dia hanya bisa mengandalkan penglihatannya saja yang jelas tidak bisa membuktikan apa pun.

"Ya, aku memang nggak ada bukti untuk saat ini tapi, mataku itu nggak mungkin salah."

Keysa sedikit lega mendengar jawaban itu. Setidaknya Marmi tidak memiliki bukti yang kuat untuk perKeysangkuhannya dengan Angga. Apalagi soal semalam.

Dia merasa kalau Marmi cukup mengancam hubungannya dengan Angga. Dia benar-benar tidak mau kalau hubungannya akan terbongkar gara-gara tetangga yang suka julid itu.

"Sudah lah, terserah Bu Marmi saja. Aku itu sampai heran kenapa ya ada orang kayak Bu Marmi yang suka nyari-nyari kesalahan orang lain. Bu, hati-hati lho nanti malah masuk ke lubang galian sendiri!"

"Kamu mau mengancamku? Aduh-aduh, nggak mempan, Keysa. Aku itu orangnya nggak takut sama model ancaman murahan kayak kamu!"

Keysa menggelengkan kepala. Baru kali ini dia bertemu dengan tetangga super julid seperti Marmi. Niat hati dia pindah rumah untuk mencari ketenangan dan yang dia dapatkan malah sebaliknya.

Angga mendengar keributan di luar rumah. Dia pun keluar dari sana.

"Ada apa sih ini kenapa ribut-ribut?"

"Ini lho, Angga. Tetangga baru kita ini sepertinya nggak beres!"

Angga menoleh ke arah Keysa yang sedang melipat kedua tangannya. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.

"Nggak beres gimana, Mbak Marmi?"

"Semalam aku itu lihat Keysa sedang bersama laki-laki di kamarnya. Duh, ini sih benar-benar meresahkan s*kali."

Deg!

Angga merasa jantungnya mau copot. Dia tidak menyangka kalau Marmi tahu di rumah Keysa semalam ada laki-laki dan itu dirinya.

Dia tidak mau sampai ketahuan oleh Marmi. Dan Marmi akan memberi tahu pada Maya. Dengan begitu rumah tangganya pasti tidak akan baik-baik saja.

"Bu Marmi jangan asal nuduh ya! Orang Bu Marmi aja nggak punya bukti kok!"

"Keysa kan sudah aku bilang kalau buktinya ada di mataku ini. Suamiku juga lihat kok kalau ada bayangan orang sedang berpelukan di jendela kamar kamu."

Marmi dengan keras berusaha memberi tahu mereka kalau penglihatannya tentu tidak salah. Meski dia hanya melihat bayangannya saja dan tidak melihat siapa orang yang sedang berpelukan di balik jendela kamar Keysa.

Tapi dia yakin s*kali kalau itu Keysa yang melakukannya.

"Mbak Marmi, mending Mbak jangan asal nuduh. Takutnya nanti jadi salah paham," ujar Angga.

"Huh, heran aku tuh. Kenapa sih nggak ada satu pun yang percaya! Nih Angga aku kasih tahu. Bayangan laki-laki semalam itu mirip banget sama postur tubuh kamu!"

Angga dan Keysa tercengang mendengarnya. Mereka sama-sama khawatir kalau perKeysangkuhan mereka akan diketahui oleh Marmi dan menyebar kemana-mana.

 

Selanjutnya…..

Part 1-30

https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html

Part 12: KEGELISAHAN ANGGA DAN KEYSA

"Mbak Marmi jangan asal nuduh, ya," ujar Angga membela diri.

"Ya ampun, Angga. Aku itu nggak nuduh kamu. Kan aku bilangnya mirip. Sensi banget sih jadi orang."

Angga merasa tubuhnya menjadi gerah. Marmi kini menjadi ancaman bagi hubungannya dengan Keysa. Apalagi rumah Marmi memang bersebrangan dengan rumahnya dan rumah janda sebelah.

Keysa diam-diam menatap Angga. Dia melihat wajah Angga yang terlihat sangat ketakutan.

"Marmiku, Sayang. Yuhu, kamu ada dimana?" teriak Parjo di teras rumahnya.

"Aku di sini, Sayang."

Marmi dengan cepat menjawab panggilan Parjo. Dia dan suaminya memang termasuk keluarga yang cukup harmonis.

"Ya sudah kalau begitu aku masuk dulu. Suamiku nyariin."

"Iya sana pergi. Kalau perlu yang jauh dan nggak usah kembali," ketus Keysa.

"Bilang saja kamu takut kan sama aku?" Marmi mencolek dagu Keysa.

Lalu pulang ke rumah karena dicari suaminya. Jalannya pun sengaja dilenggak-lenggokkan dan membuat Keysa merasa jijik.

Setelah Marmi tidak terlihag lagi. Keysa dan Angga kini bisa bernapas sedikit lega.

"Angga, aku mau bicara sama kamu. Tapi kamu masuk lewat pintu belakang. Aku nggak mau si Marmi sialan itu tahu kalau kamu ke rumahku."

"Iya, Sayang."

Keysa masuk ke rumah dan Angga pun masuk lewat pintu belakang. Dia juga tidak mau Marmi tahu soal hubungan gelapnya dengan janda sebelah.

Keysa menegus segelas air putih. Menghadapi tetangga yang super julid memang cukup menguras emosi dan tenaga.

"Sayang, kita bagaimana s*karang?" Angga datang dan langsung panik. Hal itu membuat Keysa jadi merasa geram dengan kekasihnya yang masih sangat polos soal perKeysangkuhan.

"Kok kamu malah tanya sama aku sih, Angga? Harusnya kamu kasih solusi apa gitu? Bukannya malah bikin orang tambah panik."

Keysa meletakan gelas di atas meja lalu beranjak membuka kulkas. Entah mengapa setelah menghadapi Marmi dia merasa sangat lapar. Dia pun mengambil makanan dari sana.

"Ya aku kan belum punya pengalaman soal perKeysangkuhan. Jadi wajar dong kalau aku bingung."

Keysa hanya diam saja. Dia masih cukup emosi dengan kejulidan Marmi. Padahal dia belum lama pindah ke komplek itu dan sudah mendapat tetangga seperti Marmi.

"Ya sudah, begini saja. Lebih baik kita jangan melakukannya di sini."

"Terus kalau nggak di sini dimana? Masak di rumahku?"

Keysa mendengus. Angga memang terlalu polos untuk soal perKeysangkuhan. Dan dia harus extra berjuang jika dia ingin memperjuangkan hubungannya.

"Ya kita mungkin bisa check in atau apalah. Yang jelas nggak di rumah ini."

"Itu artinya kita akan sering keluar rumah?"

Keysa mengangguk.

"Aduh, Keysa. Aku nggak mungkin keluar rumah. Kamu kan tahu sendiri kerjaanku freelance. Nanti kalau Maya tanya aku mau kasih alasan apa?"

Wanita itu hanya mendengus. Tidak ada cara lain selain harus check in. Kalau tidak mereka lama-lama akan ketahuan oleh Marmi.

"Ya kamu cari alasan apa kek. Mungkin meteeng dengan klien di luar. Atau apa pun terserah kamu. Yang jelas di rumahku sudah tidak aman. Apalagi di rumahmu."

Angga benar-benar pusing kali ini. Belum lagi masalah ide mertuanya yang akan membuatnya semakin sulit menjalani hubungan ini dengan Keysa.

"Sebenarnya ada masalah lain selain Marmi, Sayang."

Keysa menoleh ke arah kekasihnya itu. Dia melihat wajah Angga yang terlihat sangat serius dan sepertinya dia sedang tidak bercanda.

"Masalah apa, Angga?"

"Ini mengenai Maya."

"Maya? Ada apa dengan istrimu?"

Angga terdiam dan membuat Keysa semakin penasaran. Wajahnya pun terlihat sangat galau.

"Jadi begini, mertuaku datang untuk meminta bantuanku membujuk Maya berhenti bekerja."

"Lho, bagus dong kalau Maya berhenti. Jadi dia bisa sering di rumah."

Angga mengerutkan kening. Dia bingung mendengar jawaban Keysa.

"Kok malah bagus sih? Kalau Maya berhenti kerja. Itu artinya kita akan susah untuk bertemu, Keysa. Aku nggak bisa keluar. Dan kamu juga tahu kalau kerjaku frelance jadi nggak ada alasan buat aku keluar rumah."

Keysa termenenung.

"Hm, benar juga sih kamu. Terus apa yang akan kamu lakukan?"

"Entah lah aku juga bingung."

Mereka terdiam dan saling berpikir mencari solusi. Hubungan mereka bukan hanya terancam oleh Marmi saja tapi juga Maya.

Padahal pertemuan mereka akan berjalan dengan lancar ketika Maya pergi keluar kota sampai berhari-hari.

"Apa itu artinya hubungan kita terancam berakhir, Angga?"

"Kamu jangan begitu dong, Sayang. Aku sama s*kali nggak mau hubungan kita berakhir. Aku sangat mencintaimu."

Keysa menghela napas. Dia juga sudah terlanjur jatuh cinta dengan suami tetangganya itu. Bahkan dia tidak rela jika hubungannya akan berakhir.

Keysa berdiri dan berjalan mendekati jendela. Sambil terus mencari ide yang sampai detik itu belum ada.

"Tapi aku sadar kalau kamu memang masih suami sah Maya."

Angga beranjak dan langsung memeluk Keysa dari belakang. Dia sudah terlanjur nyaman dan enggan berpisah dengan janda itu.

"Kamu jangan ngomong begitu dong, Sayang. Aku pasti akan berusaha untuk mempertahankan hubungan kita apa pun yang terjadi."

"Terus kalau Maya beneran berhenti bekerja?"

"Aku akan pastikan kalau Maya tetap kerja. Agar kita bisa menjalani hubungan kita kembali."

Keysa membalikkan badan. Menatap laki-laki itu dengan penuh harap. Meski dia tahu kalau Angga bukan laki-laki yang super kaya yang bisa dia kuras hartanya. Tapi kenyamanan yang dia rasakan ketika dekat dengan Angga.

Biasanya Keysa mencari laki-laki yang bisa memberinya uang. Tapi dia rasa untuk saat ini dia belum butuh pemasokan lagi. Karena dari hasil uang kemarin dia kini memiliki beberapa usaha seperti toko dan yang lainnya.

"Terima kasih, ya, Sayang."

"Sama-sama."

Mereka pun saling berpelukan. Tidak ada kenyaman selain saling memberi kasih dan sayang yang mereka inginkan. Dan Angga kini tidak menemukannya di dalam diri istrinya yang selalu sibuk bekerja.

Di taman. Rayhan menatap Maya yang masih saja bermuka murung. Dia jadi bingung bagaimana membuat sahabatnya itu bisa tersenyum hari ini.

"Maya, kenapa sih wajah kamu mendung banget? Aku sampai heran tahu nggak lihat kamu masam begitu."

"Rayhan, aku benar-benar gelisah. Rasanya aku ingin segera pulang."

"Dan kamu mau ninggalin aku? Come on, Maya. Semua klien itu sukanya sama kamu. Kalau Cuma aku yang meteeng aku yakin seratus persen meraka akan mengurungkan niat untuk bekerja sama dengan perusahaan kita."

"Ah, kamu ini memang suka berlebihan kalau ngomong!"

Maya berhenti dan duduk di kursi taman. Dia rasanya belum ingin kembali ke hotel karena dia butuh udara sejuk untuk menenangkan hati dan pikirannya.

Dengan terpaksa Rayhan pun ikut duduk dan menemani Maya. Dia tidak tega membiarkan wanita itu sendirian di sana.

"Hm, sudah lah. Mending kamu cerita saja denganku. Biar perasaanmu itu plong. Kalau kamu pendam sendiri itu malah akan membuat kamu semakin banyak beban."

Maya menatap Rayhan. Dia mempertimbangkan usulannya. Dan sepertinya dia memang butuh seseorang untuk membantu memecahkan kegelisahannya.

"Sudah ngomong aja. Apa yang sebenarnya mengganggu pikiran kamu?"

"Menurut kamu mungkin nggak sih seorang laki-laki akan tergoda dengan wanita lain saat laki-laki itu mulai jarang mendapat perhatian dari istrinya?"

Pertanyaan Maya sontak membuat Rayhan bertanya-tanya.

Selanjutnya…..

Part 1-30

https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html

Part 13: TERJATUH

"Lho, kamu kok tanya begitu?"

"Hm, katanya tadi kamu nawarin aku buat cerita sama kamu? Gimana sih?"

Maya melipat kedua tangannya.

"Iya-iya, sorry. Cuma aku bingung aja kenapa kamu tanya begitu?"

Maya mendengus. Entah mengapa ucapan Marmi kemarin membuat dia kepikiran dengan suaminya. Meski terbilang tidak mungkin baginya kalau Angga Keysangkuh dengan Keysa.

"Ya mungkin aja sih. Perhatian itu nomor satu kalau menurutku."

Maya sontak menoleh ke arah Rayhan. Pikirannya pun langsung tertuju pada suaminya di rumah.

"Kenapa lihatin aku begitu? Kamu minta jawaban dari aku kan? Ya itu jawaban versiku."

"Tapi, Rayhan, nggak semua laki-laki begitu kan?"

"Mmm."

Rayhan terdiam untuk berpikir sejenak. Pertanyaan Maya cukup membuatnya sedikit bingung.

"Nggak juga sih. Aku kan tadi sudah bilang kalau itu jawaban versiku. Memangnya kenapa? Apa suamimu tergoda dengan wanita lain?"

Plak!

Maya memukul pundak Rayhan. Dia merasa kesal s*kali dengan sahabatnya itu yang suka ceplas-ceplos kalau ngomong.

"Aw, sakit, Maya!"

"Ya habisnya kamu kalau ngomong nggak dijaga sih!"

"Astaga, memangnya salah aku tanya begitu?"

"Ya nggak juga sih."

Maya menunduk. Dia semakin cemas memikirkan suaminya. Dia sadar kalau kesibukannya dalam pekerjaan membuatnya sering meninggalkan Angga sendirian di rumah.

Dan belum lama ini dia mendengar isu-isu miring soal janda sebelah rumahnya yang suka Open BO, katanya.

"Hallo, Maya. Malah ngalamun!" bentak laki-laki itu.

"Rayhan, aku sebenarnya lagi khawatir sama suamiku di rumah."

"Why?"

"Karena belum lama ini kita punya tetangga baru."

"Terus?"

Maya kembali diam. Dia bingung apa memang perlu untuk menceritakan masalah rumah tangganya dengan Rayhan, atau tidak. Meski dia yakin s*kali kalau laki-laki itu bisa dipercaya.

"Tetangga baruku itu seorang janda. Dan ada isu kalau wanita itu suka Open BO."

S*ketika Rayhan tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Maya yang terdengar lucu baginya. Bahkan dia tertawa begitu lepas sampai membuat Maya kesal.

"Rayhan! Apanya sih yang lucu sampai kamu tertawa s*kencang itu? Aku ini serius!"

"Ya-ya, sorry. Lagian kamu itu mengkhawatirkan sesuatu yang mustahil. Nih, Maya. Aku memang nggak kenal begitu dekat dengan suamimu. Tapi aku lihat wajah Angga bukan tipe laki-laki yang suka jajan di luar."

Maya pun mengenal suaminya orang yang seperti itu juga. Hanya saja ucapan Marmi sedikit mempengaruhi otaknya.

"Tapi tetanggaku bilang dia pernah melihat laki-laki yang postur tubuhnya mirip Mas Angga di rumah janda sebelah. Makanya aku jadi kepikiran."

Rayhan menghela napas dan membenarkan posisi duduknya yang mulai tidak nyaman. Dia tahu s*kali kalau Maya merupakan wanita yang baik. Dan menurutnya rekan kerjanya itu mulai berpikir kalau kepergiannya keluar kota sedikit menjadi masalah untuk rumah tangganya.

Karena bagaimana pun Rayhan juga merasakan hubungannya begitu dengan Delisa yang suka marah kalau dia pergi keluar kota. Dan dia sedikit bisa membayangkan Angga yang juga kesal seperti pacarnya itu.

"Jangan kamu terlalu percaya sama omongan orang lain. Kamu yang tahu siapa suamimu. Jangan sampai kamu kemakan sama omongan orang lain dan rumah tangga kamu jadi ada masalah."

"Hm, benar juga sih. Sepertinya aku memang harus lebih percaya sama suamiku."

"Betul s*kali."

Suasana di taman begitu sepi hari itu. Membuat mereka lebih nyaman ngobrol tanpa ada suara bising kendaraan atau suara orang.

"Oiya, kamu sendiri gimana sama Delisa?"

"Baik, nggak ada masalah."

"Syukur lah. Aku Cuma mau pesan aja sama kamu. Buruan gih halalin Delisa jangan buat dia kelamaan nunggun."

Rayhan tiba-tiba merasa gerah dengan pembahasan Maya mengenai hubungannya dengan Delisa. Mereka memang sudah berpacaran kurang lebih empat tahun. Tapi entah mengapa laki-laki itu belum merasa mantap untuk masuk ke jenjang yang lebih serius.

Sebenarnya Delisa sudah berulang kali membahas soal pernikahan dengannya. Dan Rayhan selalu mengalihkan pembicaraan setiap pacarnya minta dilamar.

"Gimana ya?"

"Gimana apanya?"

"Ya aku belum mantap saja untuk menikah dengan Delisa."

Maya mengerutkan keningnya. Dia heran kenapa Rayhan ragu-ragu dengan pacarnya.

"Apa sih yang bikin kamu belum mantap sama Delisa? Dia itu wanita yang cantik, pintar dan-"

"Stop! Itu yang kamu lihat berbeda dengan cara pandangku terhadapnya."

Rayhan nampak serius s*kali membahas wanitanya. Seperti ada suatu beban yang sangat berat untuk diputuskan.

Dan Maya baru kali ini melihat respon Rayhan yang sepertinya tidak begitu suka dengan pembahasannya. Tapi dia terlanjur penasaran.

"Memangnya apa yang aku lihat salah?"

"Hm, kamu kan hanya melihat sisi positifnya saja."

"Jadi menurutmu aku nggak lihat sisi negatifnya?"

"Ya jelas, dong."

Maya mengangguk. Memang benar dia hanya melihat sisi positif dari Delisa dan tidak melihat sisi negatifnya. Tapi menurutnya Delisa merupakan wanita yang cukup baik.

"Kalau boleh tahu, apa yang bikin kamu ragu sama Delisa."

"Sebenarnya Delisa juga sering marah kalau aku keluar kota. Belum lagi dia yang menuntut aku harus begini harus begitu. Itu yang bikin aku belum mantap untuk maju ke jenjang yang lebih serius."

"Masak sih Delisa kayak gitu?"

Rayhan mendengus karena Maya masih tidak percaya dengan ucapannya.

"Ya sudah kalau kamu nggak percaya."

Maya mengerutkan kening. Lalu tertawa terbahak-bahak hingga membuat Rayhan kebingungan.

"Kenapa kamu tertawa begitu?"

"Nggak, lucu aja lihat muka kamu yang ngambek gitu."

"Please, Maya. Aku nggak ngambek."

"Halah, aku itu tahu."

"His, apaan banget sih. Sudah ah, yuk pulang! Aku pingin istirahat."

Rayhan beranjak dari tempat duduk. Dia tidak terbiasa cerita soal masalah pribadinya dengan siapa pun. Dan baru kali ini dia cerita soal Delisa pada Maya.

Dan hal itu cukup membuatnya merasa malu. Meski wanita itu biasa saja.

"Rayhan, tungguin aku!"

Maya berlari. Sepatu yang tinggi membuat dia sedikit kesusahan untuk mengejar Rayhan. Karena salah langkah saja dia bisa jatuh dan...

"Aw," teriaknya.

"Maya."

Rayhan terkejut saat melihat Maya terjatuh di belakang sana. Dia pun langsung berbalik membantu sahabatnya itu.

"Aduh, sakit banget kakiku."

"Maya, kamu nggak apa-apa?"

"Kayaknya kakiku keseleo, deh. Beneran ini sakit banget."

"Sini biar aku lihat."

Rayhan mencoba mengecek pergelangan kaku Maya. Dan baru saja dia menyentuh wanita itu langsung menjerit kesakitan.

"Aduh, Rayhan. Pelan-pelan dong. Ini sakit banget."

"Ya ampun, Maya. Ini aku sudah pelan-pelan banget."

"Tapi masih sakit."

Mata Maya berkaca-kaca. Dia merasa kakinya sangat sakit meski tidak digerakan. Bahkan tanpa sadar tangannya meremas lengan Rayhan sangat kencang.

"Gimana apa kamu bisa berdiri?"

"Jangan gila deh, Rayhan. Ini nggak digerakin aja sakit banget."

"Duh, terus gimana kamu ke kamarnya?"

Rayhan menggaruk-garuk kepala. Karena masih s*kita sepuluh menit untuk sampai di kamar Maya.

"Ya ampun, Rayhan, kamu kan cowok. Gendong aku dong ke kamar."

"What? Gendong kamu? Maya kamu kan tahu badan kamu berat. Ogah, ah."

Maya menggelengkan kepala. Padahal dia tahu kalau dia termasuk wanita yang memiliki tubuh kurus dari wanita ideal mana pun. Dan baru kali ini dia mendengar seseorang mengatainya berat.

"Kamu itu cowok! Masak gendong aku aja nggak kuat?"

Rayhan menggaruk kepala. Dia memang belum mencobanya tapi membayangkan jarak taman dengan Hotel dia sudah merasa lelah.

"Aish, kamu ini merepotkan aku saja!"

Rayhan pun akhirnya dengan terpaksa menggendong Maya. Dan dia merasa wanita itu cukup berat untuk digendong.

"Huh, mimpi apa aku semalam, Tuhan," teriak Rayhan.

 

Selanjutnya…..

Part 1-30

https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html

Part 14: BURUNG KURANG AJAR

Akhirnya Rayhan sampai di kamar Maya. Dia pun menggendongnya sampai ke dalam dan membantu wanita itu duduk di kursi.

"Aw, pelan-pelan dong, Rayhan."

"Astaga, Maya. Aku sudah sangat pelan."

Tangan Maya mengelus-elus kakinya yang mulai membengkak. Wanita itu pun menahan sakitnya meski tidak bisa dibohongi kalau dia ingin s*kali menangis.

Terkadang memang mereka suka bertengkar. Tapi melihat wajah sedih Maya, Rayhan pun tidak tega.

"Sudah, jangan nangis. Nanti aku carikan tukang urut yang dekat dengan Hotel."

"Hm, tapi kamu harus pastikan kalau tukang urut itu memang bisa nyembuhin kakiku."

"Astaga, Maya. Ya jelas dong tukang urut dia pasti bisa ngurut?"

Rayhan menggelengkan kepala.

"Ya kan siapa tahu."

Laki-laki itu hanya mendengus. Dia pun mengambil ponsel di dalam saku dan mencari di informasi mengenai tukang urut yang dekat dengan Hotel.

"Nih, ada. Tukang pijat Mak Enok."

Maya mengintip ponsel Rayhan. Dia ingin memastikan sendiri kalau tukang urut yang dicari Rayhan memang bisa diperjara.

"Hm, itu serius bisa pijat?"

"Bisa, Maya. Ini aja tulisannya 'S*kali pijat penyakit langsung minggat!' lho," ucap Rayhan meyakinkan.

"Hm, iya-iya."

"Kalau begitu aku suruh kesini saja, ya."

Maya mengangguk nurut. Dia percaya kalau Rayhan akan melakukan yang terbaik untuknya.

Di rumah. Marmi sedang mengaduk-aduk adonan kue sambil mencari ide untuk membuktikan kalau tebakannya benar soal laki-laki yang dia lihat di kamar Keysa.

'Aku yakin s*kali kalau laki-laki yang kerap aku lihat di rumah Janda genit itu memanglah, Angga!' batinnya.

Parjo yang baru saja datang ke dapur dengan membawa gelas kotor di tangannya pun mengamati istrinya yang sedang melamun. Sampai Marmi tidak mendengar suara gelas yang bertabrakan.

"Marmi! Kamu lagi mikirin apa sih?" tanya Parjo yang sedang mencuci tangan.

Tapi istrinya itu tidak mendengar panggilannya. Marmi masih saja sibuk mengaduk adonan dan tidak sadar kalau suaminya juga ada di sana.

"Marmi!" teriak Parjo hingga membuat istrinya menggeliat.

"Apa-apaan sih, Pak? Bikin kaget saja!" wanita itu menggerutkan wajah.

"Ya habisnya kamu dipanggil diam saja."

Marmi meremas-remas adonan karena kesal pada suaminya. Dia memang tidak suka dibuat kaget.

"Aku nggak dengar kalau kamu manggil aku!"

"Lagian kamu lagi melamunkan apa sampai suami datang saja tidak tahu?"

Marmi melirik pada suaminya. Rasa penasarannya pada Keysa dan Angga membuat dia merasa kesal pada Parjo yang tidak salah apa-apa.

"Memangnya kamu sedang memikirkan apa?"

"Ini lho, Pak. Aku itu lagi nyari ide buat buktiin kalau laki-laki yang kerap aku lihat di rumah Keysa itu memang Angga."

"Astaga, Marmi. Kamu masih saja ngurusin Keysa? Kayak nggak ada kerjaan lain saja."

Parjo kurang suka dengan istrinya yang ikut campur urusan orang lain. Apalagi mencari tahu perihal kesalahan orang.

Dia memang tahu niat istrinya itu baik. Hanya saja dia khawatir kalau Marmi akan mendapat imbasnya.

"Pak, sebagai tetangga yang baik kita harus menolong tetangga kita dong. Kasihan Maya kalau benar Keysa telah berhasil membuat Angga terpincut sama dia. Belum lagi kita juga menjaga nama baik komplek kita dari Janda genit macam Keysa itu."

"Iya-iya, aku tahu niatmu baik. Hanya saja kamu nggak perlu sejauh itu."

"Bapak! Gimana sih? Aku itu mau berbuat baik kok bapak malah nggak suka?"

Marmi semakin kesal dengan suaminya. Sampai dia meremas semakin kuat adonan kue yang sedang dia adon.

"Bukannya aku nggak suka kamu mau berbuat baik. Hanya saja resikonya terlalu besar. Aku nggak mau kamu nanti terkena masalah."

Marmi menghempaskan rambut panjangnya. Kali ini dia sedang tidak sependapat dengan Parjo.

"Terserah kamu saja, Pak. Aku tetap akan mencari tahu soal laki-laki yang kerap aku lihat. Aku yakin s*kali kalau dia itu Angga."

Marmi kembali mengaduk adonan kue. Tentunya dengan perasaan kasal. Tindakannya itu semata-mata juga untuk melindnngi suaminya dari godaan janda sebelah.

"Marmiku, kamu jangan marah dong."

"Aku marah, Pak. Pokoknya aku kecewa sama kamu. Biasanya juga kamu selalu mendukung apa yang mau aku lakukan. Oh, jangan-jangan?" Marmi berbalik badan dan menatap suami misterius.

"Jangan-jangan apa?"

"Jangan-jangan apa, Marmi?"

"Jangan-jangan kamu melarang aku biar janda itu tetap bisa Open BO. Terus kamu ikut-ikutan Open BO di rumah Keysa. Iya kan?"

Parjo hanya menghela napas mendengar tuduhan istrinya. Meski dia mengakui kes3xyan janda itu tapi dia masih bisa menahan diri untuk saat ini.

Usianya dengan Keysa tidak begitu jauh. Dan janda itu terlihat lebih menggoda ketimbang Marmi karena perawatan yang selalu dilakukan rutin oleh Keysa.

"Astaghfirulloh, Marmi! Kamu, kok, malah menuduhku yang tidak-tidak."

"Pak, aku itu kalau ngomong pasti ada bukti. Nggak mungkin aku asal ceplas-ceplos. Begitu juga dengan kataku barusan. Karena aku pernah memergoki kamu sedang melihat Keysa yang duduk di teras menggunakan rok mini. Jadi, wajar dong kalau aku sebagai istri curiga."

Deg!

Parjo ingat s*kali kalau dia memang pernah mengamati paha mulus Keysa dari balik pagar rumahnya. Dan dia sama s*kali tidak menyangka kalau Marmi tahu soal itu.

'Bajigur!' batin Parjo. Kini dia sadari kalau istrinya memang sangat jeli dengan begituan.

"Ah, kamu salah lihat kali. Aku saja nggak ingat kok." Parjo mengelak.

"Huh, aku itu nggak mungkin salah. Pasti waktu itu kamb sedang mengintip Keysa kan? Pak sudah jujur saja."

Parjo terdiam. Dia tidak mungkin jujur dengan istrinya yang sudah pasti akan mengamuk ke rumah janda sebelah dan membuat keributan lagi.

Akhirnya mau tidak mau Parjo harus mencari alasan agar istrinya percaya.

"Hm, terserah kamu saja lah, Marmi. Aku mau keluar ngurus si Betet."

Betet adalah nama burung peliharaan Parjo yang sudah lama dirawat olehnya. Hampir setiap hari dia mengurus peliharaannya dengan sepenuh hati. Bahkan dia sampai rela merogoh uang jutaan rupiah hanya untuk membelikan kandang yang nyaman untuk burungnya.

"Pak, aku itu belum selesai bicara!"

"Kasihan Betet sudah kelaparan, Marmi."

"Burung saja yang kamu urus setiap hari. Coba s*kali-kali kamu perhatikan aku, Pak. Apa perlu Betet kulepas saja biar dia hilang atau aku potong lehernya!" teriak Marmi.

Parjo kembali lagi sambil memAngga sangkar burung. Dia ingin memastikan kalau ucapan istrinya itu hanya sebuah gertakan saja.

"Betet itu separuh hidupku, Marmi. Kalau kau potong dia bagaimana dengan kelangsungan hidupku?"

"Jadi menurutmu Betet lebih berarti ketimbang aku?"

"Nggak-nggak, Marmiku. Kamu jangan salah paham begitu."

Marmi semakin marah dengan suaminya. Bahkan dia pun langsung memalingkan muka dan kembali mengaduk adonan yang sudah dia diamkan sedari tadi.

Parjo membiarkan istrinya yang sedang marah dengannya. Dia keluar rumah untuk menjemur dan memberi makan Betet.

Ses*kali laki-laki itu bersiul dan mengajak main burung kesayangannya. Lalu menaruh sangkar burung di depan teras rumah.

"Betet, kamu tunggu di sini dulu. Aku mau buang air bekas minummu."

Parjo berjalan ke depan untuk membuang bekas air minum Betet. Dan tiba-tiba dia melihat Keysa yang baru saja keluar dari rumahnya dengan mengenakan rok di atas lutut seperti biasa.

Kes3xyannya tentu membuat jika kelaki-lakian siapa saja yang melihat Keysa akan meronta-ronta. Pahanya yang mulus dan dua gunung kembar yang sangat besar.

"Beh, kalau saja Marmi kayak Keysa. Pasti aku rela Butet dipotong lehernya," lirih Parjo sambil melihat Keysa diam-diam.

Selanjutnya…..

Part 1-30

https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html

Part 15: MELABRAK JANDA SEBELAH

"Sedang apa, Pak Parjo?" sapa Keysa pada tetangganya.

Parjo diam membisu saat mendengar sapaan dari janda sebelah. Mulutnya terasa sangat berat untuk menjawabnya.

"I-ini, Se-Keysa. Lagi buang air minumnya Betet."

Keysa mengangguk. Dia hendak membuang sampah ke depan rumah. Jalannya berlenggak-lenggok hingga membuat bokong besarnya bergoyang saat jalan.

Parjo menelah ludah melihat pemandangan segar hari itu. Sampai tububnya terasa dingin semua.

'Astaga, pantas saja kalau banyak laki-laki yang datang ke rumah Keysa. Bodynya memang sangat aduhai," batin Parjo.

Keysa membuta tong sampah besar dan memasukan sampah miliknya ke dalam sana. Tiba-tiba jepit rambutnya terjatuh dan membuat dia harus membungkukkan badan untuk mengambil jepit rambutnya yang jatuh.

Parjo semakin panas dingin saat melihat rok wanita itu sedikit ke atas dan semakin menunjukkan paha atasnya yang sangat putih dan sedikit ada bulu-bulu pendek di sana. Matanya semakin terbuka lebar. Parjo tidak mau menyia-nyiakan kesempatan langka itu.

'Busyet, dah!'

Jiwa kelaki-lakian Parjo semakin meronta-ronta. Rasanya dia dibuat melayang hanya dengan melihat pemandangan itu saja. Dia sama s*kali tidak membayangkan kalau dia bisa menikmatinya.

Keysa berjalan kembali sambil membawa tong sampah yang sudah kosong. Berjalan melangkah ke rumah dan ses*kali menghempaskan rambut panjangnya yang tergerai.

"Mari, Pak Parjo," ujar Keysa.

"I-iya, Se-Keysa."

Parjo sampai merasa sangat gugup hanya menjawab sapaan dari Keysa. Janda itu berhasil membuatnya seperti hilang kesadaran.

Sampai-sampai dia tidak sadar kalau Marmi sedang mengintaunya dari teras sambil berdiri dan melipat kedua tangan. Matanya melotot seperti mau keluar dari wadahnya.

"Kalau begini caranya aku bisa sering-sering jemur Butet biar s*kalian bisa cucui mata," ujar Parjo perlahan bersandar pintu gerbang sambil terus terbayang paha mulus janda sebelah.

Marmi yang geram pun langsung berjalan mendekati suaminya. Lalu menarik daun telinga Parjo dengan sangat keras.

"Aduh-aduh, sakit," teriak laki-laki itu.

"Bagus ya! Baru saja aku ngomong tadi kamu sudah cari-cari kesempatan untuk melihat janda itu!" Marmi menarik daun telinga suminya lebih keras lagi. Sampai membuat Parjo berteriak kesakitan.

"Sayang, kamu ngomong apa sih?"

"Nggak usah mengelak, Pak. Aku itu lihat kelakuanmu sedari tadi! Kamu kira kamu bisa aman begitu saja dariku, hah!"

Marmi murka dengan suaminya. Apalagi ini ada kaitannya dengan Keysa, wanita yang sangat dia benci.

Parjo hanya bisa pasrah saat daun telingannya harus mendapat hukuman dari sang istri. Bagaimana pun dia memang mengakui kalau dirinya memang salah karena telah berpikir mesum pada Keysa.

Sebenarnya dia tidak bermaksud seperti itu. Hanya saja pemandangan tadi memang susah untuk dibiarkan begitu saja.

Parjo membenahkan sarungnya yang hampir terlepas. Memang setiap hari dia lebih suka mengenakan sarung saja di rumah.

"Jangan bohong, Pak! Apa perlu aku labrak janda itu biar nggak godain kamu, iya!"

"Ja-jangan, Marmiku, Sayang. Nanti malah akan jadi masalah besar."

"Biarkan saja, Pak. Biar semua orang di komplek ini tahu kelakuan janda sebelah yang belum lama ini jadi tetangga kita. Aku benar-benar tidak rela dia menggoda suamiku."

Marmi memang selalu nekat dengan semua perkataannya. Hal itu membuat Parjo sedikit panik kalau istrinya benar-benar melabrak Keysa di rumahnya.

"Sini biar aku kasih pelajaran si janda genit itu!"

Marmi melipat lengan bajunya. Dia bersiap-siap untuk melabrak tetangganya yang kini menjadi musuh baginya.

"Marmi! Kamu jangan aneh-aneh!"

Wanita itu melihat ember kecil berisikan air kotor. Dia pun berniat mengambil ember itu dan membawanya ke rumah janda sebelah.

S*ketika hal itu membuat Parjo semakin panik. Bagaimana tidak, air itu sudah jelas akan dibuat untuk menyiram Keysa.

"Marmi, sudah lah. Kamu jangan terpancing emosi seperti itu. Malu dilihat tetangga nanti."

"Lepaskan aku, Pak! Kamu mau mencegahku untuk melabrak janda genit itu!"

"Astaga, nggak seperti itu."

Parjo menggaruk kepala sambil memikirkan ide untuk mencegah aksi istrinya. Dan lagi-lagi dia membenahkan sarung yang hampir melorot.

"Ya sudah, kalau kamu memang nggak keberatan nggak usah kamu cegah aku. Biar aku kasih pelajaran dia karena sudah ganggu suamiku!"

Marmi berjalan menuju rumah janda sebelah. Dia sudah tidak sabar ingin melabrak wanita itu.

"Keysa! Keluar kamu!" teriak Marmi.

Parjo mengejar istrinya. Dia berusaha mencegah Marmi namun tidak bisa. Marmi sudah terlanjur marah dengan apa yang dia lihat tadi.

"Keysa! Keluar kamu! Jangan jadi wanita pengecut!"

Keysa yang baru saja keluar dari kamar mandi pun terkejut saat mendengar seseorang teriak-teriak di depan rumahnya. Dia juga tidak asing dengan suara itu.

"Siapa sih?"

Keysa yang penasaran akhirnya keluar untuk melihat orang yang membuat keributan di rumahnya. Dan saat dia membuka pintu tiba-tiba...

Byur!

Guyuran air membasahi wajah dan sebagian tubuh Keysa. Dia sangat syok dengan kejadian itu.

"Hah, apa-apaan ini?"

"Apa-apaan? Apa-apaan? Harusnya aku yang bertanya seperti itu bukan kamu dasar janda genit!"

Keysa tidak mengerti mengapa Marmi memakinya seperti itu. Dia merasa hari ini tidak berbuat kesalahan sama s*kali.

Parjo hanya berpasrah diri melihat kejadian itu. Dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Amarah Marmi sudaj terlanjur memuncak. Dan dia memilih untuk tetap berada di belakang istrinya.

"Bu Marmi ini maksudnya apa, ya? Kenapa ibu guyur saya pakai air kotor. Dan ini bau s*kali?" Keysa mencium badannya yang tiba-tiba bau seperti air bekas cucian. Rasanya dia ingin s*kali muntah detik itu juga.

"Itu buat pelajaran wanita macam kamu."

Keysa menggelengkan kepala. Dia masih tidak mengerti mengapa tetangga yang satu ini sangat julid dengannya. Bahkan tanpa dia tahu apa sebabnya.

"Beneran saya nggak paham maksud Bu Marmi apa? Tapi yang jelas tindakan Ibu ini sudah sangat kurang ajar!"

"Kurang ajar kamu bilang? Hah, nggak salah? Yang kurang ajar itu kamu!"

Suara Keysa dan Marmi saling beradu. Bahkan suara keras mereka bisa didengar oleh para tetangga.

"Apaan sih, Bu Marmi, ini?"

"Berani-beraninya kamu godain suami saya?"

Keysa mengerutkan kening mendengar tuduhan dari Marmi. Bagaimana tidak? Dia sama s*kali tidak merasa menggoda Parjo.

"Godain suami Bu Marmi? Astaga, kurang kerjaan banget sih saya godain suami Ibu? Lagian laki-laki yang lebih tampan dan banyak duitnya di luar sana banyak, Bu."

"Halah, kamu pikir suamiku ini tidak tampan dan banyak duit? Suamiku ini sudah jelas ketampanannya dan banyak duitnya. Kamu jangan salah ya menilai Parjo!"

Keysa menggelengkan kepala. Dia menatap wajah Parjo yang menurutnya sama s*kali tidak tampan seperti yang istrinya katakan. Bahkan tidak ada bandingannya dengan ketampanan Angga.

"Marmi, sudah ya. Kita pulang saja. Takut nanti tetangga sampai tahu dan pada kesini."

"Apaan sih kamu, Pak. Aku ini belum selesai ngomong sama janda genit ini."

Keysa mendengus mendengar julukan Marmi padanya. Bagaimana tidak? Marmi adalah satu-satunya orang yang menjulukinya janda genit.

"Benar, Pak Parjo. Mending bapak ajak istri anda ini pulang karena saya mau istirahat!" ujar Keysa.

"I-iya, Keysa."

"Pak, kamu ini apa-apan sih?"

Parjo memberanikan diri untuk menyeret istrinya pulang ke rumah. Sebelum akhirnya tetangga akan ke rumah Keysa dan semakin ramai.

"Sudah-sudah, kita selesaikan di rumah," ujar Parjo.

"Nggak bisa, Pak! Aku harus selesaikan urusanku dulu sama dia!"

PArjo tetap menarik Marmi pulang meski istrinya itu menolaknya.

"Lepaskan aku!" teriak Marmi yang mencoba memberontak suaminya.

 

Selanjutnya…..

Part 1-30

https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html

Part 16: JURUS MUJARAB MAK ENOK

"Dasar wanita siluman! Bisa-bisanya aku punya tetangga kayak dia?" ucap Keysa.

Matanya masih tertuju pada Marmi yang sedang digeret suaminya masuk ke dalam rumah. Bahkan Parjo harus mengerahkan tenaga untuk membawa istrinya.

"Bisa gila aku lama-lama tetanggaan sama Bu Marmi!"

Di kamar Hotel. Maya sedang duduk di sofa dengan meluruskan kakinya. Sambil menatap penasaran Mak Enok yang sedang memijat kakinya.

"Rayhan, kamu beneran percaya sama tukang pijat ini?" bisik Maya.

"Ya, kalau dilihat dari informasi yang aku dapat si percaya."

Mak Enok tersenyum pada Maya dan Rayhan. Sambil mengambil minyak urut yang dia bawa di tas kecil.

Maya menelan ludah. Entah mengapa dia merasa ragu dengan Mak Enok. Tampilannya seperti orang setengah waras. Dan usianya s*kitar sudah tujuh puluh tahunan.

Mak Enok mengenakan baju kebaya dengan rambut digelung hingga membuatnya mirip dengan simbah-simbah.

"Aw," teriak Maya.

"Te-tenang, Neng. Di ta-tahan dulu ya," ujar Mak Enok yang mulai mengurut kaki Maya yang kesleo.

Maya tidak tahan dengan rasa sakit di kakinya. Rasanya dia ingin s*kali menangis sampai kedua tangannya meremas sofa sangat kuat.

"Pelan-pelan, Mak Enok. Kaki saya sakit banget."

"I-iya, ini saya sudah sangat pelan-pelan s*kali."

Maya menatap Rayhan. Dia merasa sedikit ragu dengan Mak Enok. Tapi mau diapa lagi. Dia hanya bisa berpasrah diri.

Mak Enok mengoleskan minyak urut ke kaki Maya. Dan mulai memijatnya perlahan.

Maya pun kembali berteriak dan kali ini dia sampai meremas tangan Rayhan hingga laki-laki itu ikut teriak kesakitan.

"Maya, sakit," ujar Rayhan.

"Aduh-aduh, kakiku."

Maya berteriak sampai menangis tersedu-sedu. Kakinya seperti patah dan rasa sakit pun menjalar kemana-mana.

Rayhan yang tidak tega dengan Maya pun akhirnya memilih untuk menahan tangannya yang sakit akibat remasan dari Maya.

Krek!

Suara tulang terdengar sangat menakutkan. Sampai Rayhan nyengir dibuatnya.

"Ba-bagaimana? A-apa sudah enakan?" tanya Mak Enok.

Perlahan Maya menggerakan kakinya. Dan dia merasa sudah lebih baik bahkan kini kakinya sudah bisa digerakan.

"Gimana, Maya?"

"Kakiku sudah bisa digerakan, Rayhan."

"Alhamdulillah."

Maya langsung berdiri dan mencoba berjalan perlahan. Dia ingin memastikan kalau kakinya sudah tidak sakit lagi.

Sedangkan Mak Enok dia tersenyum dan mengekas minyak urut ke dalam tas. Dia memang seorang tukang pijat yang sudah berpuluh-puluh tahun. Jadi untuk mengatasi kaki kesleo tentu hal yang mudah baginya.

"Akhirnya kamu nggak menyusahkanku lagi," ujar Rayhan.

Maya langsung berhenti dan menoleh ke arah temannya itu sambil melipat kedua tangan.

"Jadi aku menyusahkanmu?"

"Ya nggak begitu, Maya."

"Jahat banget sih kamu, Rayhan. Kakiku begini juga gara-gara kamu!"

Maya kembali duduk di sofa dengan wajah murung karena kesal dengan teman laki-lakinya. Sedangkan Mak Enok dia hanya bisa menggelengkan melihat permasalahan anak muda.

"Ya-ya sudah kalau begitu sa-saya pergi dulu."

"Oh, iya, Mak Enok. Terima kasih banyak. Berkat Mak Enok saya sudah bisa jalan lagi."

"I-iya, sama-sama, Neng."

"Oiya, ini ada sedikit uang untuk Mak Enok."

"Terima kasih, Neng."

Mak Enok menerima uang pemberian dari Maya.

"Biar saya antar sampai depan, Mak."

Rayhan membantu Mak Enok berjalan karena jalannya pun sudah membungkuk. Dia tidak tega membiarkan Mak Enok berjalan sendiri.

Selang beberapa menit laki-laki itu kembali ke kamar Maya untuk memastikan keadaannya. Dan terlihat wanita itu sedang berlatih berjalan di kamar.

"Gimana?"

"Hm, lumayan sudah nggak sakit. Jadi aku besok bisa kerja lagi."

"Ya ampun lagi sakit aja masih sempat mikirin kerjaan?"

"Rayhan, kan kamu sendiri yang bilang kalau klien itu sukanya sama aku. Aku kan jadi berpikir kerjaan akan berantakan kalau kamu yang urus!"

Laki-laki itu hanya menggaruk kepala. Dia mengakui kalau yang dikatakan Maya memang benar.

"Iya-iya, kamu memang paling the best pokoknya."

Maya tersenyum lalu mengangguk.

"Nah, gitu dong akui kalau kamu memang nggak bisa tanpa aku."

"Duh, lama-lama kamu besar kepala deh."

Rayhan mengambil buah jeruk di meja lalu mengupasnya. Dan duduk di Sofa sambil menghadap ke arah jendela. Kamar hotel Maya berada di lantai dua puluh, jadi mereka bisa melihat pemandangan dari atas sana.

"Hm, ternyata kota Bandung memang indah."

Maya menatap keluar lewat jendela. Sudah hampir satu hari dia di sana tapi belum sempat melihat s*keliling hotel karena kepikiran dengan Angga di rumah.

Dari kamar dia bisa melihat pemandangan yang sangat indah. Bahkan kalau Rayhan tidak memberi tahunya mungkin dia akan acuh dengan hal tersebut.

"Iya kamu benar, Rayhan."

Maya kembali teringat suaminya. Meski kota Bandung banyak tempat menarik dia sedikit pun tidak tertarik untuk berkeliling. Rasanya dia ingin diganti dengan pulang ke Jakarta saja.

"Oiya, aku dengar di dekat hotel ada pasar malam. Gimana kalau nanti malam kita ke sana?"

"Ogah, ah. Aku mau istirahat saja nanti malam. Toh, kita masih punya kerjaan yang harus kita selesaikan besok."

Maya duduk di ranjang sambil melihat ponselnya dan masih tidak ada pesan atau telepon dari Angga. Padahal suaminya itu biasanya sudah mengirim banyak pesan kalau dia pergi ke luar kota.

"Hallo, Maya Natasya. Aku sudah bilang kamu jangan galau hati s*karang. Aku tahu kamu khawatir dengan suamimu dan ingin pulang. Tapi kamu harus ingat kalau galaumu ini hanya percuma saja. Karena apa? Karena kamu akan tetap di sini sampai kerjaan kita selesai."

Maya menunduk. Karena yang dikatakan Rayhan memang benar. Hanya sia-sia saja dia bermurung hati saat ini karena tidak akan merubah keadaan apa pun.

"Bukanya kamu pernah cerita sama aku kalau pekerjaan ini adalah impianmu. Iya kan?"

"Salah nggak sih kalau aku punya mimpi begitu?"

"Hm, gimana ya?"

Rayhan berdiri dan memikirkan jawaban untuk Maya. Wanita itu pun memandang setiap gerak-geriknya.

"Ya, kalau menurutku sedikit salah sih kalau kamu terlalu sibuk. Tapi ya gimana ya, nggak tahu lah aku bingung."

"Dih, pake bingung segala? Aku beneran nggak bisa menilai diriku sendiri."

"Stop! Dari pada kita bahas ini dan semakin bikin mood kamu nggak baik, mending kamu ikut saja aku nanti malam. Kita ke pasar malam untun bersenang-senang."

"Ogah, Rayhan. Aku nggak mau kemana-mana."

"Ya sudah, kalau begitu aku paksa kamu buat ikut atau aku culik kamu."

"His, apa-apaan sih? Kayak penjahat kelas kakap saja."

"Biarin! Karena aku itu nggak tega lihat muka kamu yang murung dan bikin pemandangan di dunia ini makin jelek tahu!"

"Kurang ajar kamu, Rayhan. Kamu bilang apa?"

Laki-laki itu menahan tawanya. Dia memang suka s*kali menggoda Maya.

"Nggak-nggak, Bu Maya yang baik dan cantik sedunia. Gini, nanti malam aku tetap jemput kamu habis isya. Dan kamu siap-siap, okay. Tempatnya dekat kok dari sini."

Maya sebenarnya malas s*kali keluar malam ini. Dia ingin di kamar saja. Tapi dia juga kasihan dengan Rayhan kalau menolak ajakannya.

"Iya-iya, nanti aku siap-siap."

"Nah, gitu dong dari tadi. Kan aku nggak perlu ngoceh."

"Memang kerjaanmu itu ngoceh mulu sampai bikin telingaku peling tahu!"

"Sudah ah, aku mau ke kamar. Mau mandi biar wangi."

"Iya-iya, kamu mending keluar dari kamuarku s*karang juga!"

Maya mendorong tubuh Rayhan keluar. Rasanya dia ingin sendiri untuk hari ini.

 

Selanjutnya…..

Part 1-30

https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html

Part 17: GEMERLAP KOTA BANDUNG

Malam itu Maya rasanya malas s*kali keluar kamar hotel untuk pergi nersama Rayhan ke pasar malam. Karena sedari kemarin belum ada kabar dari Angga dan nomor suaminya tiba-tiba tidak aktif.

Wanita itu duduk melamun di depan jendela sambil melihat gemerlap lampu kota Bandung. Biasanya dia selalu happy ketika berada di luar kota.

"Mas Angga, kamu kenapa sih? Kok nggak seperti biasa yang sudah telfon berkali-kali?"

Gelisah dan tidak nyaman rasanya malam itu. Maya ingin s*kali segera pulang ke Jakarta tapi masih ada kerjaan yang harus dia urus di sana. Jadi mau tidak mau dia harus menahannya sampai pekerjaannya selesai.

Drrt!

Ponselnya pun berbunyi. Dia melihat pesan singkat dari Rayhan yang memberi tahu dirinya kalau sudah menunggu di lobby.

"Rayhan! Kamu ini memang nggak ngerti suasana hati orang! Aku itu lagi malas keluar!" Maya menggerutu.

Tapi dia tidak mau mengecewakan temannya itu. Bagaimana pun Rayhan sudah sangat baik dengannya. Dengan mengenakan kaos dan celana panjang dengan rambut tergerai dia pergi ke lobby untuk menemui rekan kerjanya itu.

Dan saat dia sampai di sana. Laki-laki itu sedang duduk sambil melihat ponselnya. Dia melihat Rayhan sedang melihat foto kekasihnya.

"Hm-hm, kangen ya sama Delisa?"

Rayhan menoleh dan langsung menutup ponselnya.

"Kamu semAnggangan banget deh lihat-lihat privasi orang."

"Ya ampun, Rayhan. Kebetulan aku lagi lewat dan lihat foto Delisa. Jadi nggak masalah dong."

Laki-laki itu mendengus. Dia memang jarang terbuka soal hubungannya dengan siapa pun. Bahkan semua orang kebanyakan mengira kalau hubungannya dengan Delisa sangat baik dan tidak pernah ada masalah. Padahal dibalik semua itu hubungannya terancam retak.

Maya duduk di sofa dan berhadapan dengan Rayhan. Wanita itu hanya menatap datar sambil menunggu intruksi untuk berangkat.

"Gimana kakimu? Apa sudah enakan?"

Maya menggerakan kakinya.

"Ya, seperti yang kamu lihat, aku sudah bisa berjalan seperti semula."

"Syukurlah. Kalau begitu jadi kamu nggak merepotkan aku lagi."

"Ya-ya, sudah berapa kali kamu bilang seperti itu."

"Stop! Aku nggak mau berdebat malam ini. Nanti kalau kita berdebat malah nggak jadi pergi."

Maya mengangguk. Dia setuju dengan pendapat rekan kerjanya itu. Bagaimana pun dia juga ingin mencari ketenangan untuk melupakan Angga s*kejap.

Malam itu menunjukan pukul setengah delapan. Jadi wajar kalau di lobby juga lumayan ramai.

"Yuk, kita pergi s*karang," ajak Rayhan.

Mereka berdua meninggalkan hotel dan pergi ke pasar malam. Sudah lama mereka tidak pergi jalan-jalan ke pasar malam setelah menjadi orang yang super sibuk dengan pekerjaan.

Dan hanya membutuhkan waktu tujuh menit untuk sampai ke lokasi. Maya yang awalnya tidak mood pun akhirnya merasa sedikit semangat dengan suasana pasar malam.

"Gimana?"

"Ya lumayan menghibur. Aku sudah lama s*kali nggak main ke pasar malam. Mungkin sudah s*kitar lima tahun."

Maya menolah-noleh melihat beberapa wahana dan jajanan yang menjadi ciri khas pasar malam.

"Yuk, kita coba naik Bianglala."

Rayhan menarik tangan Maya tanpa permisi. Dia mengajaknya untuk mencoba salah satu permaian yang ada di sana.

Wanita itu tidak menolak ajakan temannya. Karena dia merasa kalau dia juga butuh hiburan untuk menghilangkan stres.

"Pak, kita mau naik, ya," kata Rayhan.

"Wah, siap, Bosku."

Bianglala yang tadinya berputar pun s*ketika pergi. Rayhan membantu Maya untuk naik dan setelah pintu tertutup Bianglala pun berputar kembali.

Maya tersenyum melihat keindahan pasar malam dan gemerlap kota Bandung dari atas sana yang menurutnya sangat indah.

"Gimana? Nggak nyesel kan?"

"Okay, aku akui aku nggak nyesel. Meski tadi aku malas banget mau keluar."

"Ya, aku tahu. Makanya aku paksa kamu biar mau ke sini."

Maya hanya terkekeh. Dia pun memasukan ponselnya ke dalam saku. Berharap kalau malam ini dia tidak mengingat Angga yang entah kenapa tidak memberi kabar apa pun setelah dia pergi ke luar kota.

Rayhan pun mengajak ngobrol Maya dan ses*kali dia membuat wanita itu tertawa terbahak-bahak di sana. Meski laki-laki itu kadang menyebalkan tapi dia juga memiliki bakat untuk melawak.

Maya sampai terpingkal-pingkal hingga perutnya terasa kaku. Senyumnya mengukir dua lesung pipi uang membuatnya semakin terlihat sangat cantik.

Pandangan Rayhan tertuju pada kecantikan wanita itu. Meski mereka sudah sering pergi bersama tapi baru kali ini dia melihat Maya sangat cantik.

Sampai dia tidak sadar kalau Bianglala sudah berhenti dan mengharuskan mereka keluar.

"Rayhan, ayo keluar."

Laki-laki itu masih diam melamun. Sampai membuat Maya kebingungan.

"Hai, kamu nggak kesambet jin Bianglala kan?"

"Ah, nggak. Ada-ada saja kamu ini. Ya sudah ayo keluar."

Rayhan keluar terlebih dahulu dan meninggalkan Maya di dalam sana. Dia tidak mau wanita itu tahu kalau tadi dia melamunkan kecantikan Maya.

"Dih, emang nggak jelas dia." Maya menggelengkan kepala. Lalu dia keluar dari sana dan mengejar Rayhan yang sudah lebih dulu pergi.

Banyak s*kali permainan di sana sampai membuat mereka berdua kebingungan untuk memilih.

"Kita coba naik komedi putar, yuk."

"Apa nggak malu kita naik komedi putar, Rayhan? Tuh lihat yang naik itu mayoritas anak-anak."

Rayhan menoleh lalu menatap Maya.

"Ngapain malu sih? Memangnya ada larangan orang dewasa nggak boleh naik komedi putar?"

"Ya nggak ada. Cuma kan-"

"Hus! Kamu diam saja. Ayo."

Lagi-lagi Rayhan menarik Maya menuju tempat pembelian tiket untuk naik komedi putar. Komedi putar pun berhenti dan mereka menaikinya. Mereka duduk bersebelahan.

"Hihi, Kakak-Kakak itu lucu ya naik kuda," ujar anak berusia s*kitar tujuh tahun yang duduk di belakang mereka.

Maya menelan ludah. Tentu saja dia merasa malu setelah mendengar ucapan anak kecil itu.

"Tuh, kan, Rayhan?"

"Wah, Adik pasti belum pernah main seru-seruan main Komedi Putar sama orang dewasa," ujar Rayhan pada anak kecil itu.

"Memangnya kenapa?"

"Kita balapan."

"Ayo siapa takut!"

Maya tertawa sambil menggelengkan kepala dengan tingkah Rayhan. Setidaknya tindakan sahabatnya itu menghilangkan rasa malunya.

Tidak lama Komedi putar pun kembali beroperasi. Dan Rayhan nampak asyik s*kali bermain dengan si anak kecil yang dia tantang. Maya hanya tertawa sambil menikmati permainan.

Di kamar. Marmi keluar dari kamar mandi lalu berjalan dan menaiki ranjang. Bahkan dia tidak menyapa Parjo yang sedari tadi berada di sana.

"Marmi, kok kamu menghadap ke situ sih?"

Wanita itu diam dan tidak peduli. Dia tetep berbaring dan membelakangi suaminya.

"Sayang," panggil Parjo.

Marmi malah merapatkan Keysamutnya. Dia sama s*kali tidak ingin bercakap apa pun dengan suaminya.

"Sayang, sini dong."

"Lepaskan, Pak."

"Kamu ini kenapa?"

Marmi diam lagi. Dia berusaha untuk memejamkan mata meski sebenarnya dia belum mengantuk. Biasanya dia selalu bermesra-mesraan terlebih dahulu sebelum tidur.

Namun, Marmi masih mengingat kejadian tadi siang. Saat suaminya mengamati bokong s3xy Keysa secara diam-diam. Dia merasa sangat khawatir kalau Parjo juga akan tergoda dengan pesona janda sebelah.

"Sayang, ini malam jum'at, lho. Kamu nggak mau enak-enak?"

Parjo sengaja memancing istrinya. Dia tahu kalau Marmi biasanya sangat bersemangat saat malam jum'at tiba.

"Nggak ada enak-enak malam ini!" teriak Marmi.

 

Selanjutnya…..

Part 1-30

https://noveldesahanmanja.blogspot.com/2024/07/gairah-asmara-janda-cantik.html

Part 18: BERTANYA-TANYA

Parjo menghela napas dalam-dalam. Kali ini istrinya benar-benar marah dengannya. Akhirnya dia memilih keluar kamar.

"Huh, apa istimewanya malam ini kalau Marmi saja tidak mau melayaniku!" Parjo membenarkan sarungnya.

Karena kecewa dia pun pergi ke ruang TV untuk menonton pertandingan bola. Dia berpikir kalau bola lebih membuatnya senang malam ini.

Di kamar Marmi merasa semakin kesal karena suaminya malah pergi keluar kamar. Padahal dia berharap Parjo akan meminta maaf soal kejadian tadi siang. Marmi bangun dari tidurnya.

"Hih! Bang Parjo ini apa-apaan? Kenapa malah keluar?"

Dan tiba-tiba dia mendengar suara televisi yang menyala. Marmi pun meremas Keysamut karena Parjo lebih memilih menonton pertandingan sepak bola ketimbang melakukan sunah rasul.

"Benar-benar nyebelin!"

Marmi kembali berbaring dan kali ini s*kujur tubuhnya ditutupi oleh Keysamut. Dengan harapan dia tidak akan mendengar suara televisi yang terdengar sampai kamar.

Tapi ternyata tidak. Meski Marmi sudah berusaha untuk tidak mendengar suara apa pun ternyata dia masih mendengar suara televisi yang sengaja suaminya keraskan.

Marmi kembali terbangun. Karena geram dia pergi ke ruang TV untuk menegur suaminya.

Brak!

Marmi membanting pintu hingga membuat Parjo kaget.

"Marmi! Kenapa kamu membanting pintu? Bagaimana kalau pintunya nanti rusak?"

"Biarin! Suruh siapa kamu mengeraskan suara TV sedangkan kamu tahu, Pak, kalau aku mau tidur."

"Lho, aku kan tidak tahu kalau suaranya terdengar sampai kamar?"

Marmi berkacak pinggang dengan muka yang memerah. Rasanya dia ingin s*kali marah dengan suaminya karena membuatnya kesal hari ini.

"Ya sudah, ini aku kecilkan suaranya biar kamu bisa tidur."

Parjo mengecilkan suara televisi. Lalu dia kembali menonton dan mengabaikan istrinya yang masih berdiri di sana.

Bukannya reda Marmi malah semakin merasa marah karena suaminya tidak mendekatinya untuk meminta maaf. Akhirnya dia berjalan mendekati suaminya dan mengambil remote lalu mematikan televisi itu.

"Marmi! Kenapa TVnya dimatiin?"

Kini gantian Parjo yang kesal dan tidak mengerti apa yang diinginkan istrinya. Dia menatap wajah Marmi yang terlihat sangat marah.

"Pak! Ini itu malam jum'at, kenapa kamu malah nonton pertandingan sepak bola?"

"Huh, kan kamu sendiri yang bilang tidak ada enak-enak malam ini. Ya sudah jadi aku nggak salah dong kalau aku pergi nonton bola?"

Bugh!

Marmi melempar bantal sofa ke muka Parjo.

"Dasar laki-laki nggak peka!"

Parjo mengerutkan keningnya. Dia tidak tahu mengapa istrinya bersikap sangat aneh menurutnya. Bahkan dia sama s*kali tidak mengerti apa yang Marmi inginkan.

"Nggak peka gimana sih, Marmiku, Sayang?"

"Aku bersikap begitu itu cuma mau kamu peka. Minta maaf atau gimana gitu. Kamu sadar nggak sih, Pak kalau kamu itu bikin aku kesal tadi."

"Huh, lagi pula kenapa sih pake marah segala? Aku itu cuma mencintai kamu, Marmiku, Sayang."

Wanita itu memalingkan muka. Dia masih kesal dengan Parjo meski sedikit luluh setelah mendengar kata cinta yang diungkapkan suaminya.

Parjo berdiri lalu memeluk istrinya. Dia tahu kalau pelukannya akan berhasil meluluhkan hati Marmi yang sedang marah dengannya.

"Kalau kamu suka marah nanti wajahmu jadi gampang kerutan tahu?"

"Lho, Pak. Kamu doain aku biar kerutan dan cepat tua? Dengan begitu kamu bisa lebih leluasa godain janda sebelah itu? Iya kan?"

Parjo kembali mendengus lagi. Padahal dia sudah berniat untuk meredakan amarah Marmi tapi malam istrinya itu kembali marah karena dia salah berucap.

"Astaga, Sayang. Kenapa kamu terus suhudzon denganku? Aku tidak mungkin begitu, kamu tahu sendiri kalau aku sangat mencintaimu."

"Terus kenapa kamu bilang aku kerutan?"

"Hm, aku hanya bercanda saja. Sudah ah, ayo kita ke kamar saja."

Parjo menggendong istrinya tanpa permisi.

"Pak, kamu mau bawa aku kemana?"

"Ke kamar dong, ayo kita melakukan ritual malam ini."

Marmi meringis senang akhirnya mereka tidak jadi pending melakukan ritual malam jum'at yang tidak pernah terlewatkan oleh mereka. Dia pun tidak menolaknya sama s*kali.

Brak!

Parjo menutup pintu kamar. Tidak lupa dia pun menyalakan lagu romantis untuk mengiringi percintaan mereka malam ini.

Di jalan. Maya dan Rayhan berjalan bersama menuju hotel yang tidak jauh dari tempat pasar malam berada. Mereka memang sengaja jalan kaki agar bisa menikmati keindahan kota Bandung.

Maya menggigit gulali besar yang dipegangnya semenjak keluar dari pasar malam. Seperti anak kecil yang tidak memiliki beban sama s*kali.

Rayhan terkekeh lalu menggelengkan kepala melihat tingkah lucu Maya. Dan malam ini dia merasa kalau wanita itu lebih cantik saat tidak marah-marah dengannya seperti waktu sedang bekerja.

"Kenapa kamu tertawa?" tanya Maya.

"Nggak, nggak apa-apa."

Maya berhenti berjalan lalu menatap laki-laki itu. Dia paling tidak suka kalau dibuat penasaran.

"Jangan bohong! Pasti kamu menertawakanku, bukan?"

Rayhan menggaruk-garuk kepala. Baru saja dia memuji Maya di dalam hati wanita itu sudah mau mengajaknya berdebat lagi.

"Nggak, Maya. Huh, astaga, kapan sih kamu nggak suhudzon sama aku?"

Maya menggigit gulalinya lalu berjalan lagi.

"Aku juga heran kenapa kalau sama kamu itu bawaannya suhudzon mulu."

"Kalau begitu kamu perlu rajin minta maaf sama aku biar dosa kamu nggak kebanyakan."

Maya tertawa. Membayangkan seberapa banyak dosanya pada Rayhan selama mereka kenal. Karena hampir setiap hari mereka bedua selalu berdebat hal-hal sepele.

"Sumpah, aku jadi takut sama kamu. Kamu itu kadang baik kadang nyebelin juga sampai bikin aku gemas!"

"Hm, sebentar biar aku cek dulu."

Maya kembali berhenti dan kali ini dia menatap wajah Rayhan dengan sangat dekat. Sampai membuat jantung laki-laki itu berdegup sangat kencang.

Maya menatap mata Rayhan tanpa berkedip.

"Ngapain sih, Maya?" Rayhan memalingkan muka."

"Hih! Hadap sini!"

Tangan Maya memutar wajah Rayhan agar mentapnya kembali. Dan sentuhan tangannya membuat jantung laki-laki itu berdegub sangat kencang tiga kali lipat.

"Sudah."

Maya kembali berjalan lagi. Dan Rayhan masih berdiri di sana dengan bertanya-tanya atas sikap Maya barusan.

"Heh, Maya! Benar-benar sudah gila kamu ya?" teriak Rayhan yang merasa sudah dikerjain oleh sahabatnya itu.

Maya masih terus berjalan sambil menghabiskan gulalinya.

'Tapi ngomong-ngomong kenapa jantungku berdegup sangat kencang?' batin Rayhan dengan tangan yang memegang dadanya sendiri.

Dia merasa kalau ini tidak normal. Karena dia tidak pernah merasakan jantungnya berdegup sangat kencang bahkan dengan kekasihnya sendiri, Delisa.

Kebersamaannya dengan Maya tanpa di sadari menimbulkan rasa nyaman di antara mereka. Hanya saja mereka berdua selalu membantahnya.

Maya berhenti lalu menoleh. Dia melihat laki-laki itu yang masih dibelakang sana.

"Rayhan, ayo pulang!" teriak Maya.

"I-iya."

Rayhan berlari mengejar Maya yang sudah berada di sana. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan sampai ke hotel.

Dan saat Maya hendak masuk ke kamar tiba-tiba dia mendapat telepon.

"Mama?" ujar Maya.

 

posted under |
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda